Lihat ke Halaman Asli

Semangat Panglima Perang

Diperbarui: 24 Juni 2015   22:20

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Berdasarkan filosofiair mata kehidupan dan bumi adalah wadah untuk menaruh harapan, air matapun menjadi sebagian dari kehidupan di bumi penuh cinta ini.

Laut yang membentangluas permukaan bumimenjadi sandaranbagi para pelaut ataupun nelayan,banyaknya kisah yang mereka temui di sekitar hamparan laut nan mengharu biru.

Lipatan-lipatan awan gemawan menjadikannya pernak-pernik kehidupan, beserta kehidupan di dalam laut.

Tirai di hadapan tuhan telah terbuka sejak di ciptakannya nur Muhammad, surga beserta isinya
terciptalah sekehendak-Nya untuk membuka kehidupan yang fana,

Singkat cerita, Adam danHawa tercipta untuk saling memberi, mengasihi, serta menghargai sebagai kecintaan-Nya. Surgalah tempat mereka berkecamuk dalam mahligai cinta.

Namun seketika kemudian mereka terpisahkan oleh Dzat yang agung, lantaran memenuhi permintaan si Iblis.

Di lain pihak dari triliunan tahunyang tak terhitungmuncullah Hasan yang tak pernah lelah tersenyum untuk orang yang dia temui sejak itu.

Sesekali dia meratapi kehidupannya sendiri dengan penuh rasa bersyukur kepada sang pencipta yang tak terbantahkan, bahwa Allah lah yang memberi kehidupan ini.

TUHAN

Laut-Mu adalah isi dari hidupku

Engkaulah yang menghidupi segala sesuatunya

Tanpa ini (laut-Mu) takkan bisa aku menyokong kehidupan di kemudian hari.

Terimakasih tuhan.

Begitulah lentera doa dari anak nelayan yang tak pernah lelah brsyukur dan takkan pernah lelah menyayangi orang-orang yang dia cintai, seperti Ibu, Ayah beserta adik-adiknya.

Demi segenap kebahagiaania rela bergelut dengan waktu untuk membahagiakan adik-adiknya.

Hasan terjun ke laut untuk berlayar membantu ayahnya yang akhir-akhir ini sedang mengidap penyakit kronis. Maka ia tak tega melihat ayahnya yang sudah di makan usia masih rela untuk menghidupi keluargannya.
mencari secercah pundi rupiah dan menjadikannya sesuap nasi untuk Ibu dan kedua adiknya Hasan.

Hasan adalah anak yang penurut sopan tutur katanya dan juga periang di kala berkawan dengan temannya.

Dia sangat temperamental akan tetapi ia juga mudah emosi jika harga dirinya tiba-tiba ada yang menginjak-injaknya.

Hasan duduk di kelas 5 sekolah dasar di bawah naungan gurunya yang berwajah teduh itu, lebih tepatnya ia duduk di kelas yang sama sepertiku, dia tak jauh lebih berbeda denganku hanya saja ia murid terpandai di kelasnya.

Minatnya ialah bermain sepak bola, di dalam permainan sepak bola dia adalah reinkarnasi dari pesepak bola yang tangguh dan piawai untuk mengolah bola di kakinya.

Dan aku hanyalah rivalnya

Tipikalnya adalah mudah emosi disaat dia sedang berangasan akan tetapi di lain suasana dia sangatlah periang dan mempunyai jiwa penolong di saat teman-temannya kesusahan.

Dulu , kali pertamanya aku dan Hasan masuk ke ruangan kelas 5 sekolah dasar yang usang lantaran sekolah kami tepat di tepi jalan raya mungkin Karena debu dan polusi udarayang membuat dinding dan plafon kelas kami menjadi kusam dan terlihat usang.

Ironisnya jalan setapak untuk para pejalan kaki masih berbutir-butir peluru debu, pengap, panas, tapi

kami betah untuk memulai pelajaran stiap harinya karena guru yang berwajah teduh tadi menjadi sejuk.

Siang itu kami segerombolan temanku di ajak beradu tanding melawan kakak kelas kami, akupun tak

tahu apa yang harus aku perbuat? Lebih tepatnya gamang untuk menerima tawaran itu

sekondannya mereka merebut bola dari kami lantaran hasan menolak tawaran tersebut, di lain pihak

aku masih mengidap penyakit gamang. Aku harus bergegas untuk menyudahi pertikaian ini.

Hanya ada satu solusi agar kami tak mendapati kerugian, mau tak mau aku harus menyetujuinya

Soal Hasan yang tak menyetujui solusi tersebut adalah bagian urusanku, hasan akan manut jika aku

Menyetujuinya.

Menit berganti menjadi jam, 1 jam berlangsung kami masih bercengkrama dengan kakak kelas kami

Sudah kian satu setengahjam namun tak dapat hasil sekor apa-apa,

Kemudian mereka menyudahinya dengan memberinya bola tersebut kepada kami

Di dalam pertandingan tadi aku merasakan kejanggalan bahwa mereka mengajak kami bertanding bukan

Untuk meraih kemenangan di balik semua itu tiba-tiba mereka ada yang melibas kakiku hingga sepatuku

Terlepas ke awang lalu terpelosok ke ladang tanah pesawahan yang meretak Karena teriknya sinar

matahari

Ujung sepatuku membelah menyerupai garis vertical,

Lalu Hasan menimpalidengan suara “aihh.. sadis nian mereka “

Sambil menatap ke arah sepatu dan kakiku, Hasan yang mempunyai jiwa penolongpun langsung

bergegas menguhkanku untuk tetap tabah.

“kau tak apa kawan’’? Tanya Hasan padaku

“tak apa san” jawabku dengan mengusap keringat di dahi

Aku harus menyembunyikan sepatuku yang rusak tapi sudah terlanjur Hasan telah mengetahuinya lebih

Dulu bahwa ujung sepatuku terbelah.

Karena peristiwa barusan ia berusaha untuk menolongku, sejurus kemudian malaikat penolong itu

Seperti mendapatkan ilham secara tiba-tiba.

Kemudian dia melepaskan sepatunya lalu di berikannya sepatu itu kepadaku kemudian ia mengambil

Langkah yang sama seprti tadi dengan melepaskannya sepatuku, sementara aku masih terheran di

Buatnya

“apa maksudmu san”? aku sangat heran dengan tingkahnya itu, sekhendak hati ia hanya membalas

Senyumnya yang pias, moment inilah yang paling kunanti karena sekelebat senyumnya membangkitkan

Gelora asa di jiwa, siapapun orang yang melihat senyumnya.

Dia memiliki kelebihan yang tak dapat orang lain miliki, semangatnya semangat para panglima perang,

Dan jiwanya jiwa para raja diraja yang sahaja.

Akan tetapi aku masih terheran dengan kelakuannya yang semena-mena itu.

Betapa sulitnya untuk membaca setiap gerak-gerik tubuhnya yang kekar, kentara pekerjaan yang telah

Di Pikulnya.

Biasanya dia akan bersedia membuka mulutnya untuk berargumen setelah pekerjaannya telah usai.

“OK, semuanya sudah beres kawan” sambil menarik napas dalam-dalam

“sekarang kau bawa sepatuku dan pakailah untuk semntara, begitu pula aku akan membawa sepatumu

Yang rusak itu”

“mau kau apakan sepatuku itu san”? tanyaku

“nanti aku betulkan sepatumu dan akan ku bawa ke rumahku” lirih hasan

“Lantas kau mau pakai bakiak engkongmu itu”? sambil bersenda gurau

Lalu dia membalas dengan senyum pesonanya

“tenang sajalah kawan, aku kan punya sepatu butut peninggalan pamanku”

Sekarang aku mafhum dengan tingkah lakunya yang serba membingungkan, tapi memunculkan ide

Gagasan Yang cemerlang, imajinasinya tak dapat aku rengkuh, sekali jurus saja ia dapat mematahkan

masalah-masalah yang ia di hadapinya.

Sungguh super jenius anak itu, tak heran dia selalu dapat juara di kelasnya

Sejak duduk dikelas 2 sekolah dasar hingga saat ini pula ia yang menjuarainya

Aku sangat terkagum dengan kecerdasan Hasan, dan aku betul-betul tak menyesal berteman

Dengan dia.

Hasan adalah anak dari seorang nelayan yang tak tamat SD, segala harta yang di genggam ayahnyapun

Tak pernah lebih, dan terkadang dia tak masuk sekolah Karena ia ingin membantu ayahnya padahal

Beliau sudah kerap menasehatinya dan melarangnya akan tetapi sekehendak hatinya memaksa untuk membantu ayahnya

Sementra waktu akhir-akhir ini dia mendapati krisis keuangan, setoran SPP sekolahnya yang menjadi korban,

menunggak berbulan-bulan

sungguh miris kehidupannya terjebak di dalam keterbatasan, aku melihat dia bekerja dengan gigih, tak

pernah menyerah

terbersit pemikiranku untuk membantunya, akan tetapi Karena factor keluargakupun tak jauh lebih

berbeda dengannya namun Ibuku sangat pandai berdagang, dengan kepiawaiannya bercokol dengan

barang-barang dagangannya membuat aku bisa masuk ke sekolah dasar, pun jika sedang kena untung

terkadang jualan Ibuku tak banyak orang yang meminatinya, bahkan sering sekali aku tidak diberinya

uang jajan tapi bukan berarti beliau tak sayang padaku, aku sangat mengerti dengan keadan ini

ya, aku harus semangat seperti Hasan, aku ingin mandiri, mereguk hidangan asaku dan menyelami

mimpi-mimpi untuk menjadikanya kenyataan yang tak terbantahkan.

Aku sangat percaya dengan perkataan semangatnya Hasan, bahwa “Tuhan tidak akan mengubah jalan hidup seseorang jika seseorang itu tak menjemputnya”

dalam satu segi pembahasan perkataan tersebut memang tidak akan bisa di bantahkan kentara

ayat-ayat dalam firman-Nya.

Hasan bekerja keras kendati hati melimpahkan kemauan yang keras, tidak ingin merepotkan orang yang

Dia sayangi dan ia cintai

Ayahnya tidak bisa berbuat apa-apa, beliau hanya bisa memandang penuh harap. Karena semua

Harapan orang tua hanyalah pada satu titik pusara yaitu seorang anak yang mau berbakti kepadanya.

Keesokan hari diapun masuk sekolah untuk menyerahkan sepatuku, dia kembali tersenyum

Senyumnya yang tersimpul menandakan bahwa ia telah berhasil mengerjakan sesuatu yang ia kerjakan

Kemudian aku langsung bergegas untuk menyerahkan sepatunya dan kupakaikan sepatunya di ujung

pergelangan kakinya untuk tanda terimakasihku padanya.

“aku sangat bersyukur mempunyai kawan sepertimu san”

Mendengar pujianku sorot netranya memancarkan kilauan kebaikan-kebaikan yang ia torehkan

Kepadaku

Khas senyumnya yang memikat menjadikan daun-daun kuning berjatuhan.

Masih hangat pesona riangnya, bercanda dengannya memunculkan kerinduan dan belajar

Bersamanya memunculkan para ilmuan yang telah punah.

Hasan bak partikel atom yang terkecil mandiri dan dapat bersenyawa dengan yang lainnya.

Aku dan Hasan seperti dua atom oxygenium yang menjelma moleku-molekul H2O.

Kerena temparamentalnya membuat ia seperti air kehidupan nan suci

Hasan sangat intensif terhadap pelajaran-pelajaran yang ia reguk, pemikirannya tenang seperti air

tergenang .

sel-sel darah putihnya memupuk di pelataran otaknya, maklum saja kesehariannya ialah berkecimpung

dengan ikan dan jika tak ada sesuap nasi untuk di makan, ikanpun jadi

Ikan tersendiri mempunyai nilai protein yang sangat tinggi, tak heran otaknya terlihat cemerlang.

Setahun kemudian kami naik kelas, lebih tepatnya di kelas 6 sekolah dasar.

Kami berdua masih sama seperti dulu, bermain, bergurau, tertawa bebas diantara sekeliling ilalang dan

Hingga belajar kami lakukan bersama.

Di lain waktu tepatnya pada hari minggu, aku diajak untuk pergi kelaut untuk melihat pemandangan

alam yang penuh pesona keasriannya .

terbersit akan sesuatu ihwal yang ada dalam pikiranku. Dengan memandang kedalam laut biru yang

keseolah merajai daratan, semakin dalam semakin membiru marem.

Berkali-kali aku menggumamkan tekadku. Bisikan hatiku menyusup dengan tiba-tiba kedalam otak

Lalu di produksikannya mejadi sebuah klise dan melintasi mata hingga kerongga mulut kemudian aku

lontarkan sekehendak hatiku.

Hasan tersentak histeris melihat kelakuanku kentara orang kesurupan.

“kenapa kau ini?” pertanyaannya menyadarkan lamunanku,

“tak apa kawan, aku hanya sedikit melamun saja hingga terbawa ke zenitanku.

Aku berusaha untuk menyambunyikannya dengan seutas alasan-alasan yang konyol

Akan tetapi hatiku memaksa untuk membeberkannya dan kembalilah otakku memproduksikannya, lalu

Tanpa jeda aku bisikan kepada sahabatku dengan tingkat zenit yang lebih tinggi.

“Taukah sahabatku apa yang aku rasakan sekarang ini?” dia hanya mematung dan heran dengan

Pertanyaanku.

“Aku ingin mempunyai jiwa yang tegar sekaligus kuat dan takkan terkalahkan, walaupun jauh yang

harusku tempuh”. Bergeming sesaat kemudian aku lanjutkan perkataanku dalam hati saja.

Aku ingin sepertimu, SAHABAT”

Hasan memilikimimpi dan cita-citanya yang agung, dia pernah berkata kepadaku. Bahwa dia ingin di

akui

oleh dunia, menyambut dunia dengan mesra. Berkoarlah-koarlah semangatnya di seantero kampung

yang sudah dia anggapnya sebagai kampung kerajaan terbesar dan termegah dunia.

Sekalipun dia tak masuk sekolah tapi dia mempunyai prinsip hidup dalam sebuah keharusan untuk giat

Belajar. keharusannya itu adalah, dia tidak ingin melepaskan buku-buku pelajarannya dari pelukannya.

Di dalam pikirannya hanyalah satu keinginan dari berjuta-juta kesengsaraan yang ia dapati dalam

Hidupnya yaitu untuk menggapai impiannya yang teramat agung itu

Mimpi-mimpinya takkan berhenti begitu saja

Berjuang mati-matian dan memikul beban yang sangat berat, terkadang ayahnyapun tak tega

melihatnya

Akan tetapi ia mempunyai kemauan yang keras dan takkan bisa dihentikan oleh siapapun ketika ia

sedang berkecamuk mengarungi kengerian hidup yang tak terperi ini.

Pada waktu itu selepas waktu shalat ashar usai, hasan dan ayahnya hendak pergi berlayar

Dia mendapatkan firasat yang berjuntai-juntai di dalam dadanya

Di dalam perjalannya menuju laut yang terdalam dia mengalihkan pandangannya ke bagian belakang

Perahu dan terus menerobos angin yang sedang berkejar-kejaran hingga sampai didaratan padang pasir.

Hatinya sangat merindukan Ibu dan kedua adiknya. Rindunya sampai menitikkan air mata nuraninya

Hingga air mata itu terjatuh mengenai permukaan air laut. Air matanya menyiratkan akan datang

kebahagiaan kelak bersama-sama Ayah, Ibu dan kedua adiknya saling memberi kasih sayang dengan

kedua adiknya, bersenda gurau, bermain hingga mngajarkan pelajaran-pelajaran degan caranya sendiri

dan menurutnya moment-moment itulah yang tak akan terlupakan.

Sejurus kemudian ia memandangi langit yang membentang luas diirngi dengan kepul-kepulan awan

Putih dan lamunannya manjauh tinggi ke angkasa. Kefasihannya untuk menggumamkansegala isi

impiannya itu membuat dia semakin percaya diri dan yakin akan segala usaha dan doanya.

Disela kebisingan suara mesin perahu tampaknya dia tak mendengar bisingnya suara mesin diesel itu

Lantaran ia sering berangan-angan jauh mlesat kelangit biru serta merta ia tak tersadarkan diri bahwa ia

sedang berasa di atas gejolaknya ombak laut yang memekiknya.

Sesampai di bagang Hasan langsung bergegas menuju geladak perahu tempat untuk menyimpannya

barang penangkapan perburuan dilaut

Hasan tampak lihai untuk melempar sekaligus jala-jala yang digenggamnya, Karena dia sudah terbiasa

dengan pekerjaan seperti itu. Berkali-kali dia melemparkan jala penuh dengan tenaga dan dahaga

lalu ditariknya kembali jala tersebut.

Hingga beberapa kali saja ia mengulanginya tak dapat satupun ikan yang ia harapkan

Yang dia dapatkan cuma ikan-ikan kecil yang tak Nampak seberapa besar harganya

Tapi ia akan tetap bersyukur atas semua itu, menurutnya ikan-ikan kecilpun masih dapat di produksi

Untuk di jadikannya lauk pauk.

Dengan keterampilan dan kesabarannya dia terus menerus melempar jalanya tanpa mengeluh.

Di tengah ke ganasan sang ombak, sesekali ia beristirahat untuk mengendorkan otot-otot yang telah kaku. Disamping seberang bahunya Hasan tepat pada bagian tengah perahu ada seseorang yang sedang membenahi jala-jala yang brserakan dan akan ia perbaiki.

Tak sungkan-sungkan Hasanpun ikut membantu orang itu, seseorang itu ialah pamannya sendiri.
sesaat kemudian jala-jala tersebut menjadi rapih kembali, namun Hasan berdiam di tempat tanpa alasan apapun. Pamannya sangat heran melihat wajah keponakannya murung bak burung hantu dilanda galau

Paman mafhum dengan tampilan wajah murung Hasan. Seketika kemudian paman menunjukan kepiawaiannya dalam mencari ikan dengan penuh percaya diri.

Sejenak Hasan memandang tepi muka paman yang giat bergelut dengan arus ombak kerisauan laut.

Lalu paman membalas pandangan Hasan dengan satu lemparan senyum simpulnya yang menyemangati Hasan itu.

Hasanpun mengerti apa arti senyuman pamannya itu, dengan wajah penuh kobaran api semangat Hasan membalas senyumannya. Lalu Hasan sukses meleburkan kerisauan yang melanda hatinya terssebut hingga akhirnya dia bangkit dan kembalilah jiwa para panglima perang Sparta.

Dengan mengayunkan pemberat jala yang berada dibawah genggaman tangannya lalu dilemparkannya jala-jala dengan jauh kemudian digenggamkannya tali-temali dengan erat-erat. Tubuhnya yang mungil terkoyak oleh arus medan ombak tapi dia tetap kuat untuk menarik jala-jalanya. Kemudian yang kesekian kalinya paman dan ayahnya membantu untuk menarik jalanya. Atas kesabaran dan ketabahannya dan berani untuk mencoba hasilnyapun tak terkira hebatnya dengan ayahnya.

Seseorang lagi sedang berada di bagian mesin perahu, dialah nahkoda perahu saat berlayar

Nahkoda itupun kemudian tersenyum seraya berkata. “Hebat nian kau boi, kau tampak seperti ayahmu diwaktu muda”. Sambil mengeluarkan asap rokoknya.

Sebagian kebahagiaan yang ia rasakan takkan pernah ia tampik. Ambisi sang ayah tertular kepada hasan selaku anaknya. Ayahnya yang dahulu berkeinginan keras untuk membahagiakan orang –orang yang berada di sekitarnya sekaligus menggapai impiannya.

Impian ayahnya dulu ialah ingin melumpuhkan jantung negeri Indonesia dengan rumus-rumus matematika yang beliau kuasai sejak duduk di bangku sekolah dasarnya namun beliau memutuskan untuk berhenti bersekolah lantaran biaya untuk dana sekolah tidak mencukupinya. Pada zamannya beliau sangatlah berbeda dengan zaman kami sekarang.

Tak ada danapun beliau takkan merisaukannya, karena ada salah seorang lebih tepatnya sahabat dari Ayahnya Hasan yang telah memberi janji kepadanya untuk membantukannya segala upaya Hasan menuju impiannya yang agung itu, akan tetapi Hasan menolaknya kalau sampai impian yang ia gapai berkat bantuan dari sahabat Ayahnya. Sebelum kelulusan tiba ia akan mermimpi lebih jauh lagi, dan rencananya setelah hasan lulus dengan nilai terbaik ia akan mengejar paket beasiswa hingga ke ujung dunia.
“Tunggu aku Dunia. Aku akn mengejarmu dengan kawananku yang berada di barisan terdepan”.

Puisi Ayah

Hasan

Anakku yang aku banggakan

Peri dan lakumu

Yang telah mengindahkan harapanku

Dan menuju impianmu

Wahai Tuhan

Semoga engkau menjadikan anakku dengan sangat berguna

Dan menyumbangkan hasil dari jeri payahnya termaksud, segala ilmu yang ia gapai

Menuju gemerlap indahnya dunia

Moga ia akan mampu karena cinta dan keyakinannya

LAKSANA KAPUR TULIS mengorbankan dirinya menjadi ABU

Hanya untuk menerangkan tentang ILMU.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline