Lihat ke Halaman Asli

Tionghoa-Indonesia: Berbagai Suku yang Dijadikan Satu Istilah

Diperbarui: 23 Juni 2015   23:59

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

1396768338383115884


Ki-Ka: Ahok, Soe Hok Gie, Mari Elka Pangestu, Sudono Salim. Di atas kertas, mereka dikategorikan sebagai Etnis Tionghoa. Namun tahukah Anda bahwa mereka sebenarnya berasal dari suku yang berbeda-beda?

Etnis Tionghoa di Indonesia bukan hanya kelompok yang beragam saat mereka menetap secara turun-temurun di Indonesia, akibat dari paparan kebudayaan lokal yang berbeda-beda. Faktanya, mereka sudah merupakan kelompok yang beragam bahkan sejak mereka masih di daratan Cina.

(Charles Coppel, 1994, Tionghoa Indonesia dalam Krisis)

Dari tulisan saya yang terdahulu [baca: Siapakah (Sebenarnya) Etnis Tionghoa di Indonesia?], banyak diantara pembaca –baik pribumi maupun Tionghoa- yang mengekspresikan kebanggaan mereka atas identitas Tionghoa-Indonesia yang khas dan beragam. Sebutlah terdapat banyak komunitas Tionghoa dengan masing-masing ciri yang unik dan berbeda, mulai dari Cina Benteng, Singkawang, Medan, Bagan Siapi-Api, dan lain-lain. Tak ayal, sudah banyak literatur –setidaknya menurut saya- yang menggambarkan ke-Bhinneka-an identitas Etnis Tionghoa akibat pengaruh kebudayaan pribumi dimana mereka menetap. Namun toh apa yang dikatakan oleh Charles Coppel ada benarnya juga. Etnis Tionghoa bahkan sebelum ke Indonesia merupakan kelompok yang beragam. Seperti apa persisnya “keberagaman” yang dimaksud?

Suku-Suku Tionghoa

Keberagaman yang dimaksud adalah beragamnya jenis suku dan bahasa Tionghoa yang bermigrasi ke Indonesia. Benar. Etnis Tionghoa yang bermigrasi ke Indonesia memiliki latar belakang suku dan bahasa yang berbeda-beda. Hal ini termasuk kebudayaan mereka yang tidak sama pula antara satu dengan yang lainnya.  Sebagai gambaran untuk Anda bayangkan, katakanlah di petjinan Batavia, seorang pendatang asal pesisir Provinsi Fujian akan memiliki cara hidup yang sangat berbeda dengan tetangganya yang berasal dari daerah pegunungan di Provinsi Guangdong. Meski sama-sama digolongkan sebagai Tionghoa, namun setiap suku ini memiliki bahasa yang berbeda, kebiasaan yang berbeda, budaya yang berbeda, bahkan mata pencaharian yang khas.

Dalam salah satu kesempatan, seorang warga keturunan Tionghoa pernah berkata ke saya: “Di sini orang dengan mudah bisa membedakan mana Orang Jawa Tegal, mana Orang Jawa Solo, mana Orang Jawa Malang, atau membedakan mana Orang Minang Bukittinggi, atau Orang Minang Pariaman. Tapi hampir tidak ada yang sadar akan beragamanya suku dan bahasa Orang Tionghoa di Indonesia

Jika keluhannya memang benar, lalu, apa saja suku Tionghoa yang ditemukan di Indonesia?

Hokkien, Hakka, Teochiu, Kanton, Hokchiu, Hokchia, Hainan, dan lain-lain

Sub-judul ini bukanlah nama mantra dalam Bahasa Mandarin, namun adalah nama-nama suku Tionghoa yang dapat ditemui di Indonesia. Mungkin diantara kita banyak yang sudah lumayan familiar dengan Hokkien, karena inilah suku Tionghoayang jumlahnya paling banyak di Indonesia. Bahkan, beberapa istilah bahasa sehari-hari yang kita gunakan merupakan kata serapan dari bahasa Suku Hokkien, seperti Ke-cap (Kecap), Go-pek (500), atau Kwa-ci (Kuaci).

Memangnya apa dasar pembedaan diantara suku-suku tersebut? Jawaban yang paling sederhana adalah bahasa yang mereka gunakan. Perlu untuk diketahui bahwa Bahasa Mandarin yang kita kenal sebagai lingua franca RRC saat ini sebenarnya adalah bahasa yang diucapkan oleh penduduk di bagian Utara daratan Cina. Namun, para perantau Tionghoa di Indonesia adalah mereka yang berasal dari bagian Selatan daratan Cina. Bahasa yang digunakan oleh Etnis Tionghoa di daerah Selatan Negeri Tirai Bambu ini sangat beragam, yakni Hokkien, Hakka, Teochiu, Kanton, Hokchiu, Hokchia, Hainan, dan lain-lain.

Selain itu, aspek lain yang membedakan suku-suku Tionghoa ini dipengaruhi lingkungan yang mereka tempati. Seperti halnya dengan pribumi Indonesia yang menempati pulau-pulau berbeda dengan kebudayaan yang khas, Etnis Tionghoa di Indonesia juga berasal dari daerah yang beragam di Cina. Seorang Antropolog ternama, Fredrik Barth, menyatakan bahwa faktor lingkungan (ekologi) turut mempengaruhi watak atau kebudayaan suatu suku. Maka, suku-suku Tionghoa tersebut memiliki gaya hidup dan mata pencaharian yang khas, bahkan saat mereka sudah bermigrasi ke Indonesia.

Jadi, untuk mempersingkat tulisan, berikut adalahperbedaan suku-suku Tionghoa yang ada di Indonesia? Untuk validitas data, penulis juga menggutip dari The Encyclopedia of the Chinese Overseas karya Lynn Pan (1998) sebagai bahan literatur berikut ini.

1. Hokkien

Hokkien adalah suku Tionghoa yang paling banyak ditemui di Indonesia. Meskipun belum pernah dilakukan sensus secara resmi, namun diperkirakan jumlah mereka adalah sekitar 40% dari total populasi Etnis Tionghoa di Indonesia. Orang Hokkien berasal dari daerah pesisir Provinsi Fujian, dimana terletak kota-kota perdagangan seperti Xiamen (Amoy), Quanzhou (Choan-Chiu). Sebagai suku pesisir, Orang Hokkien menjadi suku perantau, terutama ke wilayah Asia Tenggara. Budaya maritim inilah yang membuat Orang Hokkien menjadi tersebar ke suluruh kepulauan Indonesia.

Akibat tempat tinggal mereka di daerah pesisir dengan kegiatan ekonomi yang aktif, kebanyakan Orang Hokkien totok yang bermigrasi ke Indonesia bekerja sebagai pedagang kecil/kelontong. Mungkin karena mereka membentuk mayoritas Etnis Tionghoa di Indonesia, banyak diantara kita yang jadi mengidentifikasikan kalau Tionghoa di Indonesia semuanya berbahasa Hokkien dan bekerja sebagai pedagang.

Contoh Orang Hokkien di Indonesia: Kwik Kian Gie, Mochtar Riady, Liem Swie King

2. Hakka

Sekali lagi, belum pernah ada sensus populasi Etnis Tionghoa berdasarkan suku mereka, namun di Indonesia sendiri, diperkirakan bahwa Orang Hakka memiliki populasi terbesar ketiga setelah Orang Hokkien. Dalam Bahasa Mandarin, kelompok ini dikenal sebagai Kejia, atau “Keluarga Tamu” dalam Bahasa Indonesia. Mengapa? Sebab, Orang Hakka, adalah suku yang “baru” menempati  Provinsi Guangdong setelah daerah tersebut sudah dihuni oleh suku Tionghoa lainnya. Jadi, mereka seakan-akan dianggap sebagai pendatang atau tamu oleh suku Tionghoa yang lebih dulu menetap di Provinsi Guangdong.

Oleh karena itulah, Orang Hakka tidak kebagian tempat yang subur di Provinsi Guangdong. Terpaksalah mereka menetap di daerah pegunungan yang gersang. Sehingga banyak diantara mereka yang dikenal sebagai penambang lihai dan berwatak keras. Itulah sebabnya Orang Hakka lebih sering ditemui di Kalimantan, Sumatra, Bangka, dan Belitung, yang merupakan daerah pusat pertambangan di Era Kolonial.

Contoh Orang Hakka di Indonesia: Basuki Tjahaja Purnama, Tjong A Fie,

3. Kanton

Jika Anda yang pernah berkunjung ke Hong Kong atau Macau, mungkin Anda agak familiar dengan istilah Kanton, sebab bahasa tersebut adalah bahasa sehari-hari yang digunakan di Hong Kong dan Macau. Di Indonesia sendiri, diperkirakan jumlah Suku Kanton menempati peringkat kedua setelah Suku Hokkien. Bila Suku Hokkien menyebar hampir di seluruh wilayah Indonesia, maka Suku Kanton kebanyakan menetap di Jawa dan beberapa diantaranya menetap di Kalimantan. Orang Kanton identik dengan pekerjaan pertukangan semacam, tukang kayu, pandai besi, dan –seperti halnya dengan suku Hokkien- perdagangan. Ini juga diakibatkan oleh wilayah tempat tinggal mereka yang merupakan pusat perekonomian penting, yakni daerah sekityar Hong Kong.

4. Hainan

Suku ini menetap di Pulau Hainan, tepat di sebelah selatan Provinsi Guangdong. Dari namanya mungkin kita sedikit familiar karena nama-nama masakan Cina yang menggunakan kata “Hainan” (Ayam Hainan, Nasi Hainan, dll.) Sesuai dengan namanya, banyak yang membuka kedai makanan, atau bekerja di sektor jasa makanan di Indonesia, namun terdapat pula segelintir Suku Hainan yang menjadi pedagang. Kebanyakan suku ini bermigrasi ke Riau atau Manado.

Contoh Orang Hainan di Indonesia: Soe Hok Gie

5. Hokchia

Suku Hokchia merupakan suku yang terkonsentrasi di sekitar kota Fuqing, sehingga mereka adalah suku yang cenderung memiliki gaya hidup urban. Sehingga, ketika merantau ke Indonesia, mereka banyak yang bekerja dalam berbagai sektor yang memiliki latar belakang perkotaan, seperti tukang reparasi, tukang pinjam uang dan sebagainya. Sebagai suku urban, Suku Hokchia lebih banyak bermigrasi ke Pulau Jawa, terutama kota-kota besarnya. Di Jawa sendiri terdapat istilah Tukang Mindering (tukang peminajaman uang) yang ditujukan bagi suku Tionghoa ini, karena profesi mereka tersebut. Sebagai info tambahan, Konglomerat Indonesia terkaya yang memiliki latar Etnis Tionghoa pun banyak yang berasal dari suku ini.

Contoh Orang Hokchia di Indonesia: Rachman Halim, Sudono Salim

6. Lainnya: Teochiu, Hokchiu, Henghua

Masih banyak lagi suku-suku Tionghoa di Indonesia, seperti Teochiu, Hokchiu, Henghua, dan lain-lain. Namun, karena julahnya tidak terlalu banyak, jadi penulis sampai sekarang masih mendatkan informasi yang sedikit untuk mengupas kehidupan dan sejarah suku tersebut. Mungkin ada diantara pembacar yang ingin share atas hal ini? Bagaimanapun, kita fakta ini adalah hal yang patut kita banggakan sebagai bangsa Indonesia, sebagai bukti bahwa negara kita memang betul-betul negara yang kaya akan budaya dan bahasa.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline