Lihat ke Halaman Asli

Keluh

Diperbarui: 26 Juni 2015   04:39

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

Terang ini membutakan aku, merisaui apa-apa yang ku niati dalam sepiku.

Dan senandungnya, kini tak juga sempurna. Tak indah sesedia dulu kala.

Aku menangis di peraduanmu tuhanku, aku tergulai dipangkuanmu kasihku, dan kembali aku mati dalam terangku. Sebab, tiada ada lagi kisah yang bisa  aku lalui dalam lamunku dan hidupku.

Risalah ini,

kembali terbantahkn. Kembali redup dan sejurus kemudian mati.

Lalu apakah aku ini?

Sejawat diam yang lunglai melewati jalan terang atau hanya lentik kutu yang bersiul spanjang hari.

Humph, sampailah aku pada separuh prjalanan naifku. Seorang sampah masa lalu yang tiada ingin terkenang dan tiada nian tuk di ingat. Maafkan aku tuhanku, takkan ada lagi serapahku yang hendak meragukan kuasamu, takkan ada lagi cacian yang membelakangi kuasamu dan tak akan ada lagi gumaman hati dalam syukurku. Dan sungguh, ampunilah aku tuhanku




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline