Lihat ke Halaman Asli

Postur Ideal Pertahanan di Asia Timur

Diperbarui: 26 Juni 2015   11:19

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Wilayah Semenanjung Korea kembali bergolak, kali ini bukan karena uji coba bawah tanah nuklir atau uji coba rudal Korea Utara melainkan serangan pasukan artileri Korea Utara terhadap pasukan Korea Selatan di wilayah perbatasan pulau Yeonpyeong yang terletak di laut Kuning yang berjarak sekitar 72 mil dari barat kota Seoul dan 7 mil dari wilayah Korea Utara pada tanggal 23 November 2010, yang menewaskan dua warga Korea Selatandan dua prajurit marinir Korea Selatan. Serangan tersebut kontan dibalas oleh pihak Korea Selatan, bahkan segenap jajaran pemerintah Korea Selatan yang dipimpin oleh Presiden Lee Myung Bak segera mengadakan rapat darurat dan menginstrusikan melalui Menteri Pertahanan Korea Selatan, Kim Tae-young untuk memperkuat perlindungan terhadap sipil dan kontrol di perbatasan.

Konflik di Semenanjung Korea merupakan warisan dari Perang Korea tahun 1953 yang hanya diakhiri dengan gencatan senjata, tanpa adanya perjanjian damai terkait perang tersebut. Perang yang terjadi dalam suasana Perang Dingin dimana Semenanjung Korea menjadi target wilayah tarik menarik antara dua magnet ideologi Amerika dan Uni Soviet berhasil membelah dua Korea menjadi Utara dengan ideologi Komunis dan Selatan dengan ideologi liberal. Terpisahnya dua Korea dengan latarbelakang ideologi nasional yang berbeda selama hampir 60 tahun mewariskan konflik yang tak kunjung usai di level negara dan melahirkan persepsi permusuhan di level sosial diantara keduanya. Kang Da Jae, 26 tahun, seorang warga Korea Selatan mengakui bahwa sebagian besar rakyat Korea Selatan memiliki persepsi yang buruk terhadap Korea Utara, “walaupun kita sama namun kami memandang Korea Utara sebagai musuh yang menodong pistol ke arah kita dan siap menembak kita kapan saja”.

Isu Nuklir dan Peran Amerika Serikat

Bagi Amerika Serikat (AS), konflik di Semenanjung Korea selalu menjadi agenda yang paling rumit dalam setiap pergantian kepemimpinan di Gedung Putih. Semenjak berakhir Perang Korea tahun 1953 dan perang Dingin tahun 1991, isu di Semenanjung Korea selalu menemui jalan buntu dan bahkan kerap luput dari perhatian Gedung Putih. Justru semakin buruk dengan sikap Korea Utara yang menyatakan keluar dari Traktat Nuklir (NPT;1970) di tahun 2003 dan terus mengembangkan kapasitas persenjataan nuklir yang dikecam oleh dunia internasional melalui Badan Atom dan Energi Internasional (IAEA). Beragam pertemuan baik yang bersifat internasional, multilateral, regional bahkan bilateral sudah sering diselenggarakan untuk mengubah kebijakan Korea Utara terkait nuklir bahkan penjatuhan sanksi politik dan ekonomi secara bilateral dan internasional oleh Dewan Keamanan PBB ternyata juga belum mampu melunakan Korea Utara justru semakin membuat Korea Utara semakin garang. Kesepakatan yang terjalin pada tahun 1994 dalam sebuah Framework Agreement dalam pertemuan bilateral antara delegasi AS dan Korea Utara di Jenewa justru dilanggar oleh Korea Utara yang terbukti masih tetap melakukan pengayaan Uranium dan pengusiran tim pemeriksa IAEA oleh mendiang Kim Il Sung pada saat itu. Yang terbaru, kesepakatan denuklirisasi yang dicapai the Six Party Talks pada tahun 2005 yang merupakan re-afirmasi kesepakatan 1994 dengan kompensasi paket ekonomi yang diberikan AS untuk Korea Utara tetap tidak diindahkan oleh Korea Utara. Korea Utara tetap melakukan kejutan-kejutan di Semenanjung Korea melalui ujicoba nuklir bawah tanah dan ujicoba rudal jarak menengah dan jauh.

Kronisnya isu ini bisa digambarkan sebagai tamparan bagi kebijakan luar negeri AS, disamping isu Irak, Afghanistan, Israel-Palestina, dan Iran. Karena, pasca tragedi WTC fokus kebijakan pertahanan luar negerinya lebih ditujukan kewilayah TimurTengah terkait perang melawan terorisme, namun AS seakan acuh terhadap mitra strategisnya di wilayah Asia yakni Jepang dan Korea Selatan berada dalam atmosfir “rawan” perang, ditambah lagi akibat keacuhan AS terhadap wilayah Asia-Pasifik, Asia Timur pada khususnya muncul Cina sebagai raksasa baru politik dan ekonomi baru di kawasan Asia-Pasifik yang melunturkan dominasi AS di kawasan ini.

AS tidak menyadari bahwa dengan penjatuhan sanksi yang bertubi-tubi terhadap Korea Utara dan kehadiran pasukan AS justru semakin memperburuk konstelasi politik dan melemahkan kepentingan-kepentingan AS di Asia Timur, khususnya kepentingan ekonomi di wilayah ini yang sempat lepas dari “radar” proritas kebijakan luar negeri AS.

Membangun Model Pertahanan Baru

Kemunculan Cina yang berhasil menggeser Jepang dalam dinamika pertahanan dan keamanan di wilayah ini tidak dapat dipungkiri kehadirannya oleh AS, bahkan Cina sudah beranjak menjadi aktor penting di level internasional. Menghadapi perubahan sedemikian rupa hendaknya AS harus merevisi kembali kerjasama pertahanan dengan Jepang dan Korea Selatan dan harus mampu merubah pola aliansi pertahanan ala Perang Dingin yang diterapkan di kawasan ini. AS sudah saatnya harus mampu menurunkan profile nya dalam menerima postur pertahanan baru Asia Timur, dimana Cina sudah sepatutnya dijadikan sebagai mitra strategis dalam membangun stabilitas baru keamanan Asia Timur bersama dengan aktor-aktor lainnya. Semakin tinggi tingkat paranoid AS terhadap perkembangan kapabilitas militer Cina, justru akan berimbas kepada munculnya perasaan ketidakamanan baik oleh Cina ataupun Korea Utara di wilayahnya sendiri. Wilayah Asia Timur, Asia-pasifik pada umumnya sudah terlalu lama dan sudah cukup komplikatif jika selalu dibayangi oleh banyaknya kepentingan aktor non kawasan yang bermain di dalamnya, sudah saatnya Asia-Pasifik membangun kepercayaan diantara aktor kawasan sebagai landasan pembentukan landasan ideal postur pertahanan baru dan memberikan kesempatan bagi Jepang dan Korea Selatan untuk membangun pertahanannya secara mandiri.




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline