Lihat ke Halaman Asli

Hormatilah Yang Tidak Berpuasa

Diperbarui: 26 Juni 2015   14:01

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Hormatilah Yang Tidak Berpuasa

M. A. Suryawan

Setiap bulan Ramadhan, orang Islam suka mengeluarkan istilah 'hormatilah orang yang sedang berpuasa' atau dengan kata lain, paling tidak setiap tahunnya orang yang sedang berpuasa minta dihormati.

Saking seringnya didengungkan permintaan 'minta dihormati selama bulan puasa', maka kemudian bentuk penghormatan itu dituangkan dalam peraturan atau perundangan yang sistematik, yang seakan-akan berasal dari ajaran Islam yang dibawa oleh kanjeng Nabi Muhammad s.a.w, padahal sesungguhnya peraturan itu hanyalah buatan para kyai/mullah/ulama saja.

Sebagai contoh adanya beberapa perda atau penerapan aturan yang diklaim sebagai aturan Syari'at telah diimplementasikan di beberapa provinsi di Indonesia mengenai aturan serta hukuman bagi orang yang tidak berpuasa, aturan makan/minum, atau pelarangan berjualan makanan/minuman di bulan puasa.

Peraturan-peraturan tersebut adalah sebuah contoh dan masalah yang sedang dan terus berkembang dalam masyarakat Islam di Indonesia. Ajaran puasa yang indah di bulan suci Ramadhan pada akhirnya dinodai oleh manusia-manusia yang merasa - sekali lagi, "merasa" sebagai pemilik bulan Ramadhan. Mereka "merasa" sebagai penerima mandat dari Tuhan untuk melakukan hukuman atas orang yang tidak berpuasa atau melakukan pelarangan berjualan makan/minum.

Lalu, dari mana sebenarnya muncul sikap "merasa" itu? "Merasa" itu muncul, didorong dan dimulai dari para kyai/mullah/ulama yang "merasa" mendapatkan mandat (entah dari siapa mandatnya) untuk mengatur dan mengimplementasikan syari'at Islam dalam masyarakat yang demikian heterogen. Mereka melakukan kreativitas sesuai tafsir mereka sendiri yang diklaimnya sebagai bagian dari syari'at Islam.

Padahal, sudah jelas menurut ajaran Islam bahwa berpuasa itu hanya karena Allah Ta'ala. Puasa itu hanya demi Tuhan semata. Orang yang mau puasa atau tidak mau puasa - urusannya hanya dengan Tuhan semata. Hitung-hitungannya hanya dengan Allah Ta'ala saja.

Namun, ironisnya para pelaksana syari'at Islam atau pelaksana perda itu kemudian menghukum manusia lainnya karena tidak berpuasa atau menghukum orang karena makan/minum di tempat umum atau menghukum orang yang mencari nafkah halal karena berjualan makanan/minuman di siang hari.

Dari segi rohaniah, artinya para pelaksana perda/syari'at itu menghukum orang karena tidak sedang menjalin hubungan dengan Allah Ta'ala melalui ibadah puasanya. Artinya, peran dan hak Tuhan sudah diambil alih oleh manusia. Kalau yang demikian sudah terjadi di masyarakat secara sistematik - maka hasilnya yang muncul adalah ketidakharmonisan dan ketidakadilan yang akan terus bergolak dalam masyarakat.

Jadi, orang yang berpuasa dengan tulus, sejatinya HARUS menghargai dan menghormati orang yang tidak berpuasa dan harus menghargai, menghormati dan membantu orang yang memang harus terus berpuasa karena kemiskinannya - bukan minta dihormati karena sedang berpuasa.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline