Lihat ke Halaman Asli

Lyonnie

Mahasiswa

Pentingnya Pemikiran yang Kritis dalam Mengejar Kebijakan di Usia Senja

Diperbarui: 25 Juni 2024   19:35

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Lansia atau Individu Lanjut Usia merupakan sebuah sebutan bagi individu yang umurnya telah mencapai 60 tahun keatas. Menurut Papalia dkk (2017) lansia diklasifikasikan menjadi tiga Tingkat, yakni young old yang berada direntang usia 65-74 tahun, old-old yang berada direntang usia 75-84 tahun, dan oldest-old yang berada direntang usia 85 tahun keatas. Lansia juga dapat diidentifikasi dari penampilan fisik dan kepribadian yang dewasa.

Menjadi seorang lansia berarti akan mengalami berbagai perubahan dari factor yang bervariasi, misalnya seperti perubahan kondisi fisik akibat terjadinya penurunan beberapa fungsi sel tulang dan otot, lalu kondisi ekonomi akibat meningkatnya biaya kehidupan, kondisi sosial dan keluarga akibat dari perubahan peran dari berbagai hubungan sosial, dan juga kondisi kognitif akibat penurunan dari saraf-saraf pada otak. 

Perubahan-perubahan ini tentunya bukanlah suatu hal yang mudah untuk dihadapi. Bahkan beberapa dari lansia mungkin dapat mengalami stress akibat tekanan yang dirasakan dari perubahan-perubahan tersebut.

Sehingga tidak dapat dipungkiri bahwa lansia dapat mengalami gangguan Kesehatan mental. Hal ini dikarenakan proses penuaan yang dialami oleh lansia dapat membuat mereka mengalami berbagai mesalah Kesehatan mental, missal seperti rasa sedih, cemas, kesepian, dan juga mudah sekali tersinggung (Maryam, dkk, 2008).  

Pentingnya Kebijaksanaan (wisdom)

Salah satu cara untuk dapat bertahan dan manjadi kuat diantara gempuran perubahan-perubahan yang dilamai oleh lansia adalah meningkatkan wisdom atau rasa kebjiaksanaan. 

Clayton dan Birren mendefinisikan kebijaksanaan sebagai integrasi anatar dimensi kognitif, reflektif, dan afektif, yang mana ketiganya tidak dapat berdisi sendiri alias selalu berpegangan. 

Dimana dijelaskan pula oleh Webster (2018) bahwasanya individu yang bijak memiliki kemampuan kognitif dan emosional yang secara adaptif mempu mendukung dalam menjalani kehidupan, termotivasi untuk bertindak guna mencapai tujuan tanpa merugikan orang lain. Sehingga, setidaknya dapat kita simpulkan bahwa kebijaksanaan merupakan sebuah pengetahuan yang penggunaannya melibatkan pemikiran yang dalam, reflektif dan afektif yang terintergrasi. 

Dalam hal ini dapat kita lihat bahwa kemampuan dalam merelisasikan kebijaksanaan dapat menjadi salah satu jalan bagi lansia dalam menghindari tekanan-tekanan yang dialami akibat penuaan.

Menurut Epistemic Wisdom Theory atau teori kebijaksanaan dalam sudut pandang epistemic, merupakan teori yang memapaparkan bahwa kebijaksanaan adalah keseimbangan multidimensional antara kognisi, afeksi, afiliasi dan kepedualian terhadap sesesama dengan memiliki kesadaran alam folibilios (kesadaran akan ketidaktahuan) terhadap pengetahuan dan kemampuan dalam memecahkan masalah yang tidak jelas. 

Singkatnya dalam sudut pandang epistemi kebijaksanaan berarti pengintregasian sikap terhadap suatu pengetahuan, yang mana seseorang yang dinilai bijaksanaan akan selalu mempertanyakan atau skeptif terhadap berbagai informasi atau pengetahuan baik yang mereka dapati dari kesternal maupun yang dimiliki oleh diri sendiri. Sehingga dalam pendekatan epistemic, pemikiran yang kritis akan sangat diperlukan untuk mencapai kebijaksanaan.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline