Tidak bisa berbisnis bukan berarti tertutup kemungkinan untuk berusaha, begitulah yang ada dalam benak saya ketika timbul keinginan untuk menambah penghasilan keluarga. Saya memang murni ibu rumah tangga yang belum sepenuhnya mempersiapkan diri untuk berbisnis. Mengapa harus berbisnis? Apakah penghasilan dari suami tidak cukup? Tidak...penghasilan suami sudah lebih dari cukup untuk menutupi kebutuhan hidup keluarga.
Menjadi seorang gajian memang harus berhati-hati dalam memanage pengeluaran. Rizki yang dititipkan pada kami memang harus dibelanjakan sesuai dengan kebutuhan. Kadang sebagai manusia biasa tidak lepas dari keinginan, apalagi seorang wanita di mana hampir setiap aktifitasnya mengundang berbagai macam kebutuhan dan keinginan. Dan tak jarang kami susah membedakan antara kebutuhan dan keinginan he..he..he... Mulai dari kebutuhan pokok keluarga seperti rumah dan perabotnya, biaya pendidikan anak-anak, kendaraan dan lain-lain.
Dua tahun pertama rumah tangga kami jadi kontraktor alias menempati rumah kontrakan yang cukup untuk kami berdua sebagai pasangan muda. Tak lama setelah itu alhamdulillah dapat tempat perumahan dinas, pas sekali karena saat itu kami sudah dititipi satu momongan. Namanya saja perumahan dinas ya dipakai selama suami masih dinas artinya jika suatu saat ada apa-apa ya kita harus siap meninggalkan rumah dinas. Keadaan seperti inilah yang mengharuskan kami agar berhemat dapat memenuhi kebutuhan hidup dan menabung tentunya agar dapat memiliki rumah sendiri.
Dengan bekerja keras suami mencari nafkah dan saya menata rumah tangga dan anak-anak akhirnya terbeli juga rumah mungil. Bagi kami sudah cukup untuk persiapan jika terjadi sesuatu di luar batas kemampuan kami. Waktu itu belum terpikir untuk berbisnis ataupun berinvestasi. Kami mengalir saja menikmati kehidupan berumah tangga hingga dititipi tiga momongan.
Sementara kami menikmati rumah dinas, rumah hasil keringat dinikmati orang lain alias dikontrakkan. Dari pada kosong butuh biaya listrik, air dan perawatan maka lebih baik dikontrakkan walaupun sempat juga terpikirkan kok tidak seimbang dengan modal awalnya. Tapi tidak apa-apa kami syukuri saja titipan-Nya ini. Dengan pemikiran yang sederhana kami bisa menata hidup dengan leluasa atas ijin Allah tentunya.
Pada bulan Oktober yang lalu rumah saya sementara dalam perbaikan dan baru selesai pada awal Desember, karena tempat tinggal kami jauh maka saya percayakan pada seorang mandor, alhamdulillah sesuai project. Hari Kamis kami janjian penyerahan kunci, eh lha kok hari Rabu ada orang telpon yang mau lihat rumah. Mereka pasangan muda dengan putra satu dan sedang hamil besar datang dari Balikpapan. Sesuai rencana kami sepakat ketemu hari Kamis sekalian penyerahan kunci dari mandor.
Tidak butuh waktu lama setelah penyerahan kunci dari mandor, pasangan muda dari Balikpapan juga datang. Mereka baru mendarat hari Rabu kemarin langsung telpon saya itu. Pasangan muda dengan satu putra dan sedang hamil besar. Kami ngobrol sebentar terus cocok dengan perjanjian, jadi kunci langsung berpindah tangan saat itu juga.
"Alhamdulillah, terima kasih Bu, kami kemarin agak khawatir belum dapat tempat dan saya harus segera mempersiapkan persalinan ini."
"Lho memangnya kapan perkiraan melahirkan?" tanya saya sambil membatin kok nekad banget pindah rumah saat hamil besar. Kalau orang Jawa ini sih pamali.
"Menurut dokter sih akhir Desember sampai awal Januari dan posisi bayi saat ini terlilit tali pusat, jadi ada kemungkinan harus caesar. Jadi rencana kami besok pagi kami sudah masuk rumah ini, semalam dan nanti masih tinggal di hotel dulu. Mohon do'anya Ibu agar persalinan normal saja, saya takut kalau operasi caesar."
Saya jadi ikut prihatin dengar ceritanya...