Bangsa Indonesia disebut sebagai negara plural karena terdiri atas berbagai suku, etnik, bahasa, dan agama. Menjaga dan menghormati perbedaan adalah hal yang sangat penting dalam masyarakat yang beragam ini. Namun, masih ada saja kejadian intoleran seperti penistaan dan penodaan agama yang dilakukan antar umat beragama.Penistaan agama merupakan tindak penghinaan, penghujatan, atau ketidaksopanan terhadap tokoh-tokoh suci, artefak agama, adat istiadat, dan keyakinan suatu agama yang hanya didasarkan pada pendapat pribadi atau diluar kompetensinya (malpraktek).
Penistaan dan penodaan agama terjadi karena beberapa faktor, yang pertama kurangnya wawasan keagamaan. Penistaan dan penodaan agama biasanya dilakukan oleh orang-orang dengan pemahaman keagamaan yang rendah.
Biasanya pemahamannya hanya terbatas pada teks dan tidak melihat konteks. Biasanya para penista agama dilakukan oleh orang dengan pemahaman agama yang ekstrem dan radikal, sehingga pemahaman moderasi beragama belum diimplementasikan dengan baik. Yang menjadi faktor penyebab terjadinya penistaan atau penodaan agama yang kedua yaitu penggunaan istilah mayoritas dan minoritas.
Biasanya pemeluk agama mayoritas merasa ‘superior’ sehingga kadang bertindak sewenang-wenang terhadap pemeluk agama minoritas. Faktor penyebab penistaan dan penodaan agama yang ketiga yaitu ‘Truth Claim’. Istilah truth claim berarti klaim kebenaran, klaim bahwa agama yang dianut adalah benar dan menganggap agama lain nya salah.
Kasus penistaan agama berdampak luas. Beberapa dampaknya antara lain ketegangan agama, kasus penistaan agama sering memperparah ketegangan antar agama dalam bermasyarakat. Penistaan agama juga berdampak terhadap pelanggaran hak asasi manusia, ketika individu atau kelompok agama menjadi korban penistaan agama, hak asasi mereka pun dapat dilanggar. Kasus penistaan agama juga dapat dimanipulasi untuk kepentingan politik, sehingga menciptakan ketegangan politik di dalam negeri.
Penistaan agama adalah isu yang sangat kompleks. Untuk mengatasi kasus penistaan dan penodaan agama, kita perlu menghormati hak asasi manusia dan mengadakan dialog antar kelompok agama. Selain itu faktor penting dalam menangani kasus penistaan agama perlu peran media sosial dan pengelolaan konten online agar tidak tersebarnya ujaran kebencian yang dapat memicu penistaan agama.
Sila pertama Pancasila, Ketuhanan Yang Maha Esa, memberikan kebebasan kepada setiap invidu untuk meyakini kepercayaannya masing-masing dan memberikan kebebasan untuk menjalankan ajaran agamanya, serta menghormati dan menghargai keyakinan penganut agama lain. Toleransi beragama merupakan sikap saling menghormati, saling menghargai setiap keyakinan, tidak memaksakan kehendak, serta tidak mencela ataupun menghina agama lain dengan alasan apapun.
Tujuan toleransi beragama adalah untuk meningkatkan iman dan ketakwaan masing-masing penganut agama dengan menghormati agama lain. Dengan demikian, sebagai umat yang menganut ajaran agama, semakin menghayati dan memperdalam ajaran agama dan berusaha untuk mengamalkannya, mencegah terjadinya perpecahan antara umat beragama serta mencegah terjadinya penistaan dan penodaan antar agama.
Agama bukan alat untuk memecah belah. Ketika terjadi perpecahan, yang dirugikan adalah masing-masing invidu dalam bersosial di masyarakat. Dengan terciptanya toleransi beragama, kita dapat saling melengkapi dan menyatukan perbedaan sehingga terciptanya kedamaian antar umat beragama.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H