Lihat ke Halaman Asli

Lydia Then

Mahasiswa Universitas Internasional Batam

Kajian Terhadap Kasus Penyerobotan Tanah Ditinjau dari Aspek Hukum Perdata

Diperbarui: 14 Maret 2022   13:29

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Hukum. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Identitas sebuah bangsa dapat ditinjau dari suatu hukum yang menjamin dan melindungi hukum dari hak warganya. Telah dipahami jika tujuan hukum yaitu untuk menertibkan, memberi keadilan, sertta kepastian hukum yang didalamnya aada perlindungan hukum untuk setiap pemilik hak atas tanahnya. Tanah bagi hidup seseorang menjadi sarana tempat bagi seseorang dalam melakukan dan melaksanakan keseherian hidupnya.

Tanah menjadi karunia dari Tuhan YME pada umatnya diseluruh dunia. Maka, tanah merupakan kebutuhan pokok setiap individu, dari mereka dilahirkan hingga meninggal. Bahwasanya, seseorang sangat memerlukan tanah sebagai tempat bersemayam juga sumber kehidupannya. Menurut kosmologis, tanah merupakan tempat yang ditinggali oleh manusia, bekerja, dan menjalankan kehidupannya. Tanah juga menjadi tempat asal manusia dan kemana mereka akan pergi. Oleh sebab itu, tanah memiliki dimensi finansial, sosio-kultural, ekologi, dan politik.

Pada masa sejarah peradapan individu, tanag menjadi faktor uatama pada saat menjadi penentu produksi pada tiap fase peradabannya. Tanah bukan cuma bernilai ekonomis besar, namun juga bernilai filofosi, politik, dan sosio-kultural. Tidak heran apabila tanah menjadi nilai istimewa yang tidak berhenti dalam menimbulkan sejumlah permasalahan sosial yang rumit.

Memahami arti penting dari sebuah tanah, pemerintah NKRI menciptakan rumusan mengenai tanah dan SDA dengan ringkas nmaun sangatlah berfilosofis substansial pada suatu konstitusi, pasal 33 ayat (3) UUD 1945, yakni: “Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.

Berdasarkan rasa sadar dari kedudukan tanah pada pemikiran negara Indonesia yang terdapat didalam UUPA No. 5 tahun 1960, yang menjelaskan mengenai terdapat hubungan yang kekal pada Negara Indonesia terhadap tanah. Reformasi ini sudah dirumuskan dengan terbitnya UUPA No. 5 tahun 1960, tetapi nyatanya hal tersebut dirasa masih sukar untuk diimplementasikan didalam lapangan sebab sejumlah permasalahan hukum maupun non-hukum.

Kini, UUPA kian sukar untuk diimplementasikan dalam masa orde baru sampai sekarang yang menjadi akibat dari penerapan sistem perekonomian capitalistic liberalism yang berawal dari keluarnya UU PMDN tahun 1967 dan UU PMA 1968. Pada sepuluh tahun terakhir, beberapa UU yang dirumyskan juga telah bertabrakan dengan UUPA serta pesan UUD 1945.

Penyerobotan tanah bukan permasalahan baru yang timbul di negara ini. Penyerobatan bermakna suatu tindakan yang merampas hak maupun harta dengan semena-mena yang tak mempedulikan peraturan dan hukum, misalnsya seseorang yang tinggal di tang maupun hunian individu lain, yang tidak menjadi hak darinya. Perilaku tersebut dengan tidak sah menjadi tindakan yang menentang hukum sehingga bisa dimasukkan dalam sebuah tindak pidana.

Pada proses penyidikan, setiap penyidik selalu memakai Pasal 167 ayat 1 KUHPidana yang mengatakan : Barang siapa memaksa masuk ke dalam rumah, ruangan atau pekarangan tertutup yang dipakai orang lain dengan melawan hukum atau berada disitu dengan melawan hukum, dan atas permintaan yang berhak atau suruhannya tidak pergi dengan segera, diancam dengan pidana penjara paling lama 9 (sembilan) bulan atau pidana denda paling banyak Rp. 4.500,- (empat ribu lima ratus rupiah), sehingga Pasal 167 KUHPidana dikategorikan sebagai pasal yang mengatur tentang Penyerobotan Tanah.

Disisi lain, hukum perdata pada pasal 1365 dan pasal 1366 dapat memasukan seseorang yang menyeobot tanah sebab dapat disaksikan pada kasus penyerobotan tanah terdapat seseorang yang rugi dan membutuhkan pengganti rugian dari seluruh kergian yang dialami seseorang itu. Penyerobotan tanah menjadi tindakan yang menentang hukum, dimana dengan tidak adanya hak mereka memasuki tanah yang dimilki orang lain, maupun menjadikan individu tersebut tetap menempati tanah seseorang.

Namun, sejumlah aturan yang mengatur penyerobotan tanah di Indonesia, nyatanya tidak dapat menjadikan kasus ini dengan gampang diselesaikan pada tingkat peradilan. Hal ini dapat disaksikan saat terdapat putusan pengadilah dari kasus pidana mengenai penyerobotan tanah, tidak dapat dipakai dalam mengeksekuisikan lahan yang menjadi sengketa maupun di serobot, sebab putusan pidana hanya menghukum seseorang yang menjalankan penyerobotan tanah, yang menjadikan hak kuasa tanhanya perlu diatasi lewat gugatan perdatanya.

Proses Hukum Penyerobotan Tanah Melalui Hukum Acara Perdata 

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline