Lihat ke Halaman Asli

Zonasi PPDB Banyak Masalah, Regulasi Jangan Cuma Soal Impian

Diperbarui: 31 Desember 2022   12:15

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilustrasi: (KOMPAS/BAHANA PATRIA GUPTA)

Keluhan sistem zonasi rasa-rasanya bukan lagu baru di kalangan siswa-siswi sekolah menengah. Semenjak masih menjadi peserta, saya dan teman-teman dari berbagai angkatan sudah seringkali mempertanyakan banyak hal terkait sistem yang diimpikan mampu memeratakan mutu pendidikan di Indonesia ini. 

Yah, impian memang seringnya menjadi landasan tujuan suatu hal dirancang. Dalam hal ini, pemerintah mengimpikan pemerataan bagi siswa-siswi Indonesia: jangan ada lagi sekolah favorit atau murid favorit yang akhirnya mendiskriminasi dan mengecilkan peluang akses pendidikan berkualitas bagi pihak-pihak yang bukan favorit. 

Penerapan sistem zonasi sebagai salah satu upaya mencapai impiannya pun diterapkan pemerintah. Sistem zonasi mengurutkan persentase peluang diterima di sekolah negeri berdasarkan usia dan jarak rumah ke sekolah.

Hal ini, seperti telah disebutkan, bertujuan agar sekolah negeri tidak homogen dan berpeluang menciptakan diskriminasi terhadap sekolah lain. 

Namun, impian yang tinggi sekelas memeratakan pendidikan satu negara memang tidak akan mudah dicapai. Akan banyak lika-liku perjuangan dan perdebatan dari banyak pihak.

Sebagaimana diakui oleh pemerintah pusat sendiri, upaya ini tidak akan berjalan dengan mudah. Jika melihat dari segi mutu sekolah di tiap daerah, tidak bisa dielak kalau sarana dan prasarana serta kualitas tenaga pendidik yang ada masih belum merata.

Sejumlah siswa masih tidak terfasilitasi dengan baik di sekolahnya: bahan belajar yang minim, prasarana yang kurang menunjang kenyamanan, bahkan guru yang tidak bisa mengajar dengan baik. 

Murid Rata, Pengajar Timpang

Melihat lebih dekat, sejumlah siswa mengaku masih ada guru yang mendiskriminasi muridnya sendiri. Hal ini biasanya terjadi di sekolah-sekolah yang citranya sudah lebih dulu terkenal sebagai sekolah favorit. Siswa-siswi yang masuk lewat sistem zonasi dianggap tidak sebanding dengan siswa-siswi yang masuk lewat sistem prestasi, misalnya. 

Perkara lain datang ketika tenaga pendidik tidak mampu mengajar siswa dengan tingkat kemampuan berbeda. Ada kasus di mana guru terbiasa mengajar kepada murid-murid yang cepat tangkap sehingga sebagian murid yang lebih perlahan proses belajarnya merasa tertinggal jauh. 

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline