Lihat ke Halaman Asli

Profesionalisme dan Kode Etik dalam Pengembangan Teknologi Informasi: Tanggung Jawab Moral di Era Kecerdasan Buatan

Diperbarui: 10 November 2024   14:24

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Artificial Intelligence. Sumber ilustrasi: pixabay.com/Gerd Altmann

Oleh: Mokh. BrillianDwi Ariestianto, Program Studi Informatika, Universitas Muhammadiyah Malang, Pasuruan

 

A.    Pendahuluan

Di tengah pesatnya perkembangan Teknologi Informasi danKomputer (TIK), kita memasuki zaman baru di mana kecerdasan buatan (AI) menjadibagian dalam kehidupan sehari-hari kita. Teknologi seperti generative AIsemakin mendominasi dalam berbagai aspek dari bidang industri, pendidikan,bisnis, dan masih banyak lagi. Keberadaan AI yang mampu menciptakan teks,gambar, bahkan simulasi, memunculkan tantangan besar dalam menjaga batasanetika, terutama karena teknologi ini memiliki potensi untuk disalahgunakan jikatidak dibatasi dengan prinsip-prinsip profesionalisme.

Profesionalisme dalam bidang TIK bukan sekadar mengikutiprosedur atau menyelesaikan tugas secara teknis, melainkan tanggung jawab moralyang lebih luas. Seorang profesional TIK bertanggung jawab dalam memastikanteknologi digunakan untuk tujuan yang benar dan tidak merugikan masyarakat.Dengan adanya generative AI, penting bagi setiap profesional TIK untuk menjagastandar etika dalam pekerjaan agar menghindari risiko penyalahgunaan teknologiyang akan merugikan masyarakat. Sehingga, opini saya dalam essai ini adalahbahwa profesionalisme dan kode etik harus menjadi landasan dalam pengembanganTIK yang bertanggung jawab, karena teknologi memiliki dampak yang sangat besarterhadap masyarakat.

 

B.    PembahasanUtama

Menjadi seorang profesional di bidang TIK tidak hanyaberarti memiliki keterampilan teknis, tetapi juga harus memiliki etika.Profesionalisme di TIK mencakup beberapa nilai penting, seperti integritas,tanggung jawab sosial, dan kejujuran. Seorang profesional yang beretikadiharapkan bisa menjaga kerahasiaan data pengguna, melindungi privasi pengguna,serta menghindari tindakan yang bisa merugikan masyarakat. Hal ini tidak bisadianggap sepele, karena teknologi TIK memiliki dampak yang sangat besar padamasyarakat. Sedikit saja kesalahan dalam penggunaannya bisa memberikan dampakyang fatal.

Misalnya, dalam pengembangan aplikasi yang mengumpulkandata pribadi, seorang profesional harus bisa untuk memastikan data tersebutdisimpan dengan aman dan hanya digunakan untuk tujuan yang telah disetujui olehpengguna. Selain itu, mereka perlu mempertimbangkan keamanan data dari sisisosial dan hukum, karena perlindungan data sangat penting. Dalam beberapakasus, melanggar etika bisa menyebabkan penyalahgunaan data dan merusakkepercayaan publik terhadap industri TIK secara keseluruhan. Kasus kebocoran databank syariah pada 8 Mei 2023 menunjukkan pentingnya perlindungan data privasipengguna. Dalam peristiwa tersebut, data pengguna sekitar 15 juta penggunaterekspos, yang akhirnya merusak kepercayaan publik terhadap bank tersebut (CNNIndonesia, 2023).

 

Salah satu rujukan utama dalam kode etik TIK adalah yangdisusun oleh Association for Computing Machinery (ACM), yang menjadi pedomanbagi profesional TIK di seluruh dunia. Kode etik ACM mencakup beberapa prinsipdasar, seperti kejujuran, tanggung jawab terhadap masyarakat, penghormatanterhadap hak asasi manusia, dan komitmen untuk melindungi privasi pengguna.Kode etik ini bukan hanya sebuah dokumen yang perlu dibaca dan dipahami, tetapijuga harus diimplementasikan dalam setiap proyek atau produk yang dikembangkansendiri oleh seorang profesional TIK.

Sebagai contoh, kode etik mengharuskan profesional untuk jujur dalammenyampaikan informasi kepada pengguna. Jika suatu aplikasi menggunakan datapribadi pengguna, hal tersebut harus dijelaskan dengan transparan, sehinggapengguna memahami risiko dan manfaat yang terkait dengan teknologi tersebut.Menurut Association for Computing Machinery (ACM), profesional di bidang TIKdiharapkan untuk menjaga dan menghargai privasi pengguna dalam setiappengembangan teknologi. Kode etik ACM ini menegaskan seorang profesional TIKharus menetapkan kebijakan dan prosedur yang transparan yang memungkinkanindividu memahami data apa yang dikumpulkan dan bagaimana data tersebutdigunakan, memberikan persetujuan yang terinformasi untuk pengumpulan dataotomatis, dan meninjau, memperoleh, mengoreksi ketidakakuratan, dan menghapusdata pribadi mereka (ACM Code of Ethics, 2018).

Mahasiswa informatika perlu menyadari bahwa pengetahuanteknis merupakan salah satu bagian di dunia kerja. Selain kemampuan coding ataupemrograman, calon profesional TIK juga perlu memahami etika dalam teknologi.Mahasiswa perlu dibekali pengetahuan tentang kode etik dan standarprofesionalisme, agar mereka siap menghadapi berbagai tantangan etis yangmungkin muncul didalam dunia kerja.

Mahasiswa sebaiknya aktif mencari pengalaman di luarkelas, seperti magang di sebuah perusahaan teknologi yang mempunyai standaretika tinggi. Di tempat kerja, mereka bisa belajar bagaimana kode etikditerapkan dan bagaimana para profesional menghadapi dilema etika dalampekerjaan mereka. Dari pengalaman dan pengetahuan yang sudah didapat,diharapkan mahasiswa informatika peduli pada aspek sosial dan etika. Mereka akanlebih siap dalam menghadapi situasi yang sulit, misalnya saat harus mengambilkeputusan yang mungkin menguntungkan secara finansial, tetapi bisa merugikanorang lain jika tidak dipertimbangkan dengan etika.

 

C.    OpiniUtama

Industri TIK saat ini membutuhkan sebuah standarprofesionalisme dan etika yang lebih ketat. Dengan meningkatnya jumlah kasuskebocoran data, bias AI, serta penyebaran informasi palsu, kita bisa melihatbagaimana kurangnya perhatian pada etika yang telah merugikan masyarakat.Profesionalisme dan kode etik harus diperkuat agar industri TIK bisa berkembangsecara bertanggung jawab dan memberi manfaat bagi publik. Menurut data dariKominfo (2023), penyebaran informasi palsu di media sosial dalam periode Agustus2018 – 31 Mei 2023 sudah menemukan sebanyak 11.642 berita hoaks. Data inimenunjukkan bahwa, di tengah pesatnya perkembangan teknologi, etika yang ketatdiperlukan untuk mengatasi masalah penyebaran berita hoaks yang semakinmemengaruhi opini publik (Ditjen Aptika, 2023).

Menurut saya, pemerintah dan lembaga pendidikan perluberperan aktif dalam meningkatkan kesadaran etika di kalangan profesional TIK.Pendidikan tentang etika dan kode etik sebaiknya menjadi bagian penting dalamkurikulum di perguruan tinggi, agar calon profesional TIK siap menghadapidilema etika yang mungkin akan mereka temui di masa depan. Selain itu,perusahaan juga perlu mendukung budaya kerja yang etis dengan memberikanpelatihan rutin tentang etika kerja.

Untuk menjaga agar industri TIK tetap etis danbertanggung jawab, saya menyarankan agar lembaga pendidikan dan perusahaanmengadakan forum diskusi khusus tentang isu-isu etika. Forum ini bisa menjaditempat yang bermanfaat bagi profesional dan calon profesional untuk berbagipengalaman dan belajar dari situasi dalam kehidupan nyata, sehingga mereka bisalebih bijaksana dalam menghadapi tantangan etika dalam pekerjaan mereka. Selainitu, kolaborasi antara pemerintah, akademisi, dan industri TIK dengan mengadakanaktivitas seminar, konferensi, atau penelitian bersama untuk menyusun kebijakanyang lebih mendalam mengenai etika dalam teknologi juga sangat penting.Kolaborasi ini akan memperkaya pandangan terhadap tantangan etika yang dihadapioleh industri TIK.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline