Lihat ke Halaman Asli

Home Work untuk PLN, Dahlan Iskan dan Pemerintah

Diperbarui: 26 Juni 2015   18:46

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bisnis. Sumber ilustrasi: PEXELS/Nappy

Apa betul jika Fahmi Mochtar diganti oleh Jack Welch mantan CEO General Electric yang kondang atau Dahlan Iskan yang masih CEO Jawa Pos Group dan pemilik pembangkit di Embalut Kutai Kartanegara, urusan krisis listrik di seluruh Indonesia akan beres? Ini pertanyaan besar bagi kita. Jika kebijakan yang diambil regulator untuk menyelesaikan permasalahan ketenagalistrikan hanya dengan mengganti jajaran Direksi PT PLN, maka itu bukti bahwa Pemerintah tidak serius menangani persoalan ini. Keterpurukan ketenagalistrikan saat ini merupakan buah kebijakan yang tak jelas dari Departemen ESDM sebagai regulator. Itu terkait dengan kebijakan penggunaan energi primer di sektor ketenagalistrikan, buruknya persoalan perizinan dan ketidak tegasan Departemen Keuangan terkait dengan kebijakan tarif dan subsidi bagi konsumen PT PLN. Artinya persoalan ada di hulu, bukan di hilir. Bila tidak ada perbaikan di sektor hulu maka pergantian pucuk pimpinan PLN dan rotasi direksi-direksi lainnya tidak akan berdampak apapun. Dan Dahlan Iskan hanya bisa gigit jari dan tak bisa berbuat apa-apa sebagai Direktur Utama PLN !!!! Posisi PLN sebagai penanggung jawab utama operator listrik sangatlah jelas. PLN harus mampu menyediakan listrik yang handal dan murah untuk seluruh masyarakat. Namun sejak bertahun-tahun, kewenangan dan tanggung jawab PLN itu terhalang oleh Peraturan Pemerintah di bagian hulu. Coba simak daftar ini dengan baik.

  1. Adakah aturan soal kebijakan Domestic Market Obligation (DMO), terutama untuk gas dan batubara? JAWABANNYA : Tidak ada. Ini membuat pembangkit PLN tidak sanggup berjalan dengan sumber energi yang murah seperti gas dan batubara, karena semua atau sebagian besar sumber energi itu DIEKSPOR keluar. Ini ibarat tikus mati di lumbung padi.
  2. Bagaimana dengan soal perizinan pembuatan pembangkit? JAWABANNYA : Kompleks dan Rumit. Proses perizinan pembuatan pembangkit memakan waktu hingga 300 hari !!!! 300 hari???? Iya. Investor mana yang tertarik untuk investasi di sektor pembangkit kalau untuk mengurus izin di Departemen ESDM saja makan waktu satu tahun penuh !
  3. Soal perizinan jual beli listrik dengan pihak swasta? JAWABANNYA : Tidak menarik. Harga yang mampu dibayar oleh PLN begitu rendah. Siapa yang mau jual listrik dengan harga rugi kepada PLN. Mending dijual sendiri kalau dibolehkan. Tapi untuk menjual sendiri belum ada aturannya. UU Kelistrikan yang baru memungkinkan hal itu, namun PP-nya belum keluar. Harus menunggu bertahun-tahun ke depan.
  4. Alokasi subsidi dari pemerintah? JAWABANNYA : Sangat lambat. Uang subsidi dari Departemen Keuangan selalu terlambat masuk ke rekening PLN, dan akibatnya PLN tidak bisa membayar hutang-hutangnya ke pihak ketiga termasuk pemasok batubara dan gas. Akibatnya PLN tak kunjung reda dihantam krisis dan dicaci maki rekanan mereka karena keterlambatan pembayaran itu.

Jadi kembali ke pertanyaan saya: Apa betul jika Fahmi Mochtar diganti oleh Jack Welch mantan CEO General Electric yang kondang atau Dahlan Iskan yang masih CEO Jawa Pos Group atau Dewa Zeus sekalipun maka urusan krisis listrik di seluruh Indonesia akan beres ? Jawabannya TIDAK MUNGKIN. Keempat masalah itu, anda lihat sendiri, belum mencakup soal Tarif Dasar Listrik (TDL) yang bahkan PLN sendiripun tak berhak memutuskannya. Yang berhak memutuskan ya Menteri ESDM. Kalau Dirut PLN cuma bisa usul. Kalau tidak disetujui, ya harus terima dengan besaran subsidi dari negara. Berapapun jumlahnya. Semua problem diatas berada di luar kewenangan posisi Dirut PLN. Semua masalah ada di Departemen ESDM, Departemen Keuangan dan Kementerian BUMN. Keterpurukan ketenagalistrikan saat ini merupakan buah kebijakan yang tak jelas dari Departemen ESDM sebagai regulator. Artinya persoalan ada di hulu, bukan di hilir. Persoalan yang paling kritikal di hulu adalah ketersediaan gas dan batubara yang belum diatur oleh Pemerintah dalam DMO. Sehingga pemilik batubara maupun sumber gas dapat sesuka hati mengekspor batubara dan gas tanpa mempedulikan kebutuhan pasar domestik. Ini yang menjadi penyebab utama Biaya Pokok Produksi (BPP) PT PLN membengkak karena terus menerus menggunakan BBM. Tanpa ketersediaan gas dan batubara yang cukup jangan harap BPP listrik bisa rendah (sekitar Rp. 900/kwh). Jika masih menggunakan minyak solar maka BPP listrik masih sekitar Rp. 1.300/kwh. Sedangkan Tarif Dasar Listrik (TDL) rata-rata hanya Rp. 688/kwh sejak 1 Januari 2003. Jadi dengan bahan bakar minyak solar kondisi PLN akan semakin parah dan listrik kita akan tetap menyala bergiliran meskipun TDL sudah dinaikkan dan subsidi ditambah karena PLN masih tidak dapat berinvestasi dan tetap merugi. Let see. Bukan TDL masalahnya. Tapi kebijakan di sektor hulu. Sekali lagi, itu bukan kewenangan Dirut PLN. Dahlan Iskan sedang duduk di kursi panas kalau dia tahu apa yang akan dihadapinya nanti. Saya yakin, Menteri ESDM, Menteri Keuangan dan Kementerian BUMN akan mengadu ke Istana Negara karena Dirut PLN minta macam-macam perubahan atas hal-hal itu sementara mereka sendiri sangat lamban kerjanya. Kalau mau Dahlan Iskan atau siapapun bekerja efektif maka sesungguhnya ada beberapa solusi praktis dari saya yang cuma mahasiswa biasa. Ini cuma tawaran sederhana dan gampang dikerjakan kalau pemerintah peduli dengan masalah ketenagalistrikan.

  1. Pemerintah mesti melakukan banyak deregulasi di sektor hulu ketenagalistrikan, seperti mengeluarkan PP untuk DMO minimal 35% dengan harga ekspor terendah.
  2. Melakukan deregulasi perizinan sehingga tidak ada lagi proses perizinan sampai 300 hari ! (Gila kali ya? Untuk mengurus izin saja sampai 300 hari).
  3. Menanggung semua pajak PT PLN sehingga keuangan PLN bisa bernafas sedikit lega.
  4. Mencabut Permen ESDM No. No. 004 tahun 2007 tentang Pembelian Tenaga Tenaga Listrik dan/atau Sewa Menyewa jaringan Dalam Usaha Penyediaan Tenaga Listrik Untuk Kepentingan Umum karena Permen itu sungguh tidak melihat kenyataan di lapangan.
  5. Mengefektifkan kerja Dewan Energi Nasional yang saat ini cuma berfungsi separuh hati.

Jadi kawan-kawan, Terus terang. Kita semua bangga punya Dahlan Iskan di industri media tetapi kita akan sangat sedih kalau ternyata beliau dicemplungkan ke gelanggang tinju, saat dia diminta untuk bertinju tetapi kedua tangannnya diikat ke kebelakang. Tak akan ada perubahan apapun bila kondisi sektor hulu untuk PLN saat ini tidak diubah.

*Gambar diperoleh dari sini, situ, dan sono

tulisan ini juga saya tulis di blog saya




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline