[caption id="" align="alignleft" width="300" caption="ilustrasi"][/caption] KOMPASIANA -- Panitia tender di Kabupaten Luwu, Sulsel, dilaporkan secara hukum karena dianggap melakukan pungutan liar (pungli). Andi Sofyan Muhammad, Direktur CV. Wisata, kepada wartawan di Kantor Gapensi Kota Palopo, Selasa (5/10), mengatakan jika dirinya telah mengadukan kasus ini ke Kejaksaan Negeri Belopa dan Polres Luwu. "Surat pengaduannya saya sudah masukkan sejak tanggal 1 Oktober. Saya merasa dirugikan dengan proses pelelangan seperti ini. Apalagi, menurut saya ini ada indikasi korupsi," tegasnya. Ia meminta kasus ini agar segera ditindaklanjuti agar tidak terkesan penegak hukum melakukan pembiaran. Seperti diberitakan Tribun Timur (4/10), sejumlah anggota Gapensi Palopo mengeluhkan pungutan biaya pengadaan dokumen di daerah yang dipimpin Andi Mudzakkar, putra tokoh kontroversial Kahar Mudzakkar . "Berdasarkan pengamatan, keluhan dan pengaduan yang disampaikan anggota Gapensi, kami menyimpulkan adanya pelanggaran seperti adanya pungli dalam proses pengambilan dokumen lelang,'' kata Ketua Badan Pengurus Gapensi Cabang Palopo Ir. A. Syamsu Rijal. Ia mencontohkan, untuk proyek sebesar Rp 300 juta, rekanan dikenakan biaya pengambilan dokumen lelang sebesar Rp 350 ribu, sementara untuk proyek senilai Rp 500 juta, dikenakan biaya sebesar Rp 550 ribu, dan seterusnya. Menurut Syamsu Rijal, karena pungutan biaya ini tidak dilengkapi dengan tanda bukti yang sah, sejumlah rekanan pun merasa dirugikan, dan menganggapnya sebagai pungli. Sebelumnya, Kepala Bagian Pembangunan Kabupaten Luwu, Adi Syaiful Anwar membantah jika biaya yang dipungut tersebut dikatakan pungli. Kepada wartawan, Adi Syaiful Anwar menjelaskan jika biaya pemungutan biaya tersebut telah diatur dalam pertauran daerah (perda). Biaya tersebut juga bukan untuk dokumen melainkan sebagai biaya leges dan penggandaan dokumen. "Jika kontraktor memang menolak adanya penarikan biaya sebaiknya aspirasikan ke DPRD agar perda itu dicabut karena kami (pemerintah) hanya sebagai pelaksana aturan," katanya. (Tribun Timur, 4/10) Atas pernyataan ini, Ketua Gapensi Palopo, Ir Andi Syamsu Rijal kepada wartawan di kantornya, Selasa (5/10) menjelaskan, jika pungutan tersebut bukan pungli maka seharusnya dilengkapi dengan alat bukti pembayaran. "Itu kalau memang pungutan tersebut resmi. Kemudian soal biaya leges, semua dokumen yang diambil oleh rekanan yang ikut dalam pelelangan semestinya pula dilampiri dengan leges. Tapi kenyataannya, semuanya itu tidak ada. Jadi wajar kalau rekanan menganggapnya sebagai pungli," papar Syamsu Rijal. Syamsu Rijal menjelaskan, pungutan biaya dalam proses tender, di luar biaya penggandaan itu jelas Pungli. Berdasarkan Pasal 14 ayat 11 Kepres 80 tahun 2003 beserta perubahan-perubahannya, lanjut Syamsu Rijal, dengan tegas melarang segala pungutan biaya apapun kepada penyedia barang/ jasa, kecuali biaya penggandaan dokumen pengadaan. Dalam hal biaya penggandaan dokumen ini, menurut Syamsu Rijal, tidak terjadi di daerah lain seperti Luwu Timur dan Luwu Utara. "Kalau soal penggandaan dokumen, rekanan sendiri yang diminta untuk melakukan penggandaan ataufoto copy." Ketua BPC Gapensi Kota Palopo ini menyatakan mendukung langkah anggotanya yang mempersoalkan kasus ini secara hukum. (asa)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H