Ponorogo- Sabtu ( 16/ 19), STKIP PGRI Ponorogo mengadakan acara bedah buku Dua Tragedi, Sejarah maaf dan Ziarah hati karya komunitas Kamar Kata Karanganyar. Peserta yang hadir dalam acara ini adalah seluruh warga kampus STKIP PGRI Ponorogo, peserta dari kalangan pelajar, mahasiswa, dan umum. Dalam acara ini, menghadirkan Yuditeha selaku kepala sekolah komunitas kamar kata dan beberapa teman-teman penulis dari komunitas tersebut.
Acara ini dibuka dengan penampilan dari UKM (Unit Kegiatan Mahasiswa) musik yang berkolaborasi dengan UKM HMP (Himpunan Mahasiswa Penulis) yang menampilkan musikalisasi puisi. Puisi yang diadopsi dari salah satu cerpen karya komunitas kamar kata. Acara siang itu dipandu oleh Frengky Nur.F.P (selaku moderator). Dr. Sutejo,M.Hum selaku ketua STKIP PGRI Ponorogo yang tidak lupa memberikan motivasi untuk semangat dalam menciptakan karya. "Seorang penulis adalah magma yang bisa membuat orang lain merasakan energi yang berasal dari magma tersebut," ujarnya. Maksud pesan itu seorang penulis mampu menyalurkan pengalaman,pengamatan dan imajinasinya kesebuah tulisan yang mampu membawa energi positif bagi pembacanya.
Tibalah saat yang ditunggu-tunggu, sambutan dari Yuditeha yang berbagi pengalaman kepenulisan dengan gayanya yang unik dan nyentrik, mampu mencipta gelak tawa para audient. Dalam kesempatan ini, beberapa teman-teman kamar kata menceritakan proses kreatif menciptakan sebuah tulisan. Panji Sukma Herasih berpendapat bahwa "Menulis buku berangkat dari tragedi yang disajikan, dalam menulis sebuah karya kita juga harus memikirkan siasat yang berbeda dan tentunya menarik minat si pembacanya," Tuturnya.
Selanjutnya, Ian Hasan yang berpendapat bahwa menulis itu bisa berangkat dari cerita yang kita alami. Denipram juga berpandangan bahwa menulis itu menuangkan hal-hal yang unik dalam perjalanan hidup dan dapat diambil maknanya. Menurut Ruly R komitmen seorang penulis itu penting dan setiap penulis itu memiliki kegilaanya masing-masing dalam menciptakan sebuah karya dan yang terakhir ditutup oleh Olen Saddha yang berpendangan bahwa menulis itu tidak hanya berasal dari pengalaman tetapi harus melalui olahan fiksi juga seperti halnya sebuah film.
Acara yang bertajuk diskusi literasi ini ditutup dengan dua pertanyaan menarik dari dua siswi SMAN 1 Badegan. "Ketika ditengah-tengah perjalanan mereka menemukan kebuntuan dalam mengembangkan tulisanya. Bagaimana menghidupkan ide kembali agar tulisan mengalir kembali dan tidak membosankan bagi pembaca," tutur dua siswi itu.
Untuk menjawab pertanyaan itu, teman-teman komunitas kamar kata membocorkan sedikit tips-tips dalam melawan kebuntuan maupun hasil tulisan yang membosankan. Adapun tips itu berupa; ide kepenulisan itu muncul dari kepekaan seorang penulis terhadap lingkungan sekitar, selalu mencari informasi dari siapapun dan apapun, mau berkonsultasin dengan teman maupun organisasinya, bahkan bisa kita lakukan dengan menghibur diri kita melalui kegiatan-kegiatan yang disukai. Selain itu menulis fiksi tidak harus sesuai dengan kenyataan tetapi bagaimana kita bisa mengolah dan menyajikan pengalaman nyata tersebut ke sebuah cerita yang menarik
"Maka kita harus bisa menciptakan sesuatu yang unik dalam sebuah cerita yang di sajikan' pungkasnya.
Pewarta : Lupi Nuryani
Mahasiswa STKIP PGRI Ponorogo, Pendidikan Bahasa Inggris tahun 2017