Polemik yang mewarnai pembangunan pabrik semen di Desa Tegaldowo, Kecamatan Gunem, Kabupaten Rembang seakan tidak ada hentinya. Sejak awal pendiriannya, pabrik yang diprakarsai oleh perusahaan Badan Usaha Milik Negara ( BUMN ) PT Semen Indonesia ini sudah diwarnai dengan pro dan kontra yang tidak hanya membenturkan suara antara pemerintah dengan masyarakat saja, tetapi juga sudah melebar hingga menyulut perdebatan sengit antara sesama warga Kabupaten Rembang.
Sekedar flashback, bahwa pada saat wacana pendirian pabrik mulai mengemuka, beberapa rakyat, khususnya yang tinggal di daerah ring 1 atau terdekat dengan tempat pabrik semen akan dibangun sudah ada yang menyatakan diri untuk menolak berdirinya perusahaan berplat merah tersebut. Alasannya, mereka khawatir jika perusahaan tambang itu benar-benar berdiri, akan mematikan lingkungan pertanian yang muaranya menghentikan mata pencaharian utama sebagai petani.
Singkat cerita, didampingi oleh beberapa Lembaga Swadaya Masyarakat ( LSM ) dan organisasi lain seperti Jaringan Masyarakat Peduli Pegunungan Kendeng ( JMPPK ), Wahana Lingkungan Hidup ( WALHI ), dan lain sebagainya, masyarakat penolak pabrik semen mengajukan gugatan ke Pengadilan Tata Usaha Negara atas ijin yang dikeluarkan oleh Gubernur Jawa Tengah saat itu, Bibit Waluyo terkait pembangunan pabrik Semen Indonesia di Kabupaten Rembang.
Majelis Hakim pada tingkat Peradilan Tata Usaha Negara ini menolak gugatan warga karena sudah melewati batas waktu kadaluwarsa 90 hari terhitung sejak ijin dikeluarkan Gubernur tanggal 22 Juni 2013, sedangkan gugatan baru diajukan pada 1 September 2014. Dengan hasil itu, maka PT Semen Indonesia tetap melanjutkan pembangunannya dan beroperasi di Kabupaten Rembang.
Akhirnya, setelah banding di Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara ( PT TUN ) Surabaya dan Kasasi di Mahkamah Agung ( MA ) juga ditolak, mereka kembali mengajukan upaya hukum Peninjauan Kembali ( PK ) ke Mahkamah Agung. Upaya hukum tersebut akhirnya membuahkan hasil manakala MA dalam amar putusannya memerintahkan PT Semen Indonesia menghentikan sementara pembangunan dan pengoperasian pabrik sebelum dilengkapi terlebih dahulu dokumen lingkungan hidupnya seperti Kajian Lingkungan Hidup Strategis ( KLHS ).
Ronde demi ronde pertarungan sengit antara masyarakat dengan Gubernur Jawa Tengah yang dalam hal ini adalah Pejabat Tata Usaha Negara ternyata tidak berhenti sampai disitu. Demi mensukseskan misi pembangunan di daerah Jawa Tengah, khususnya Kabupaten Rembang, akhirnya Gubernur memilih alternatif lain, yaitu menerbitkan izin lingkungan baru melalui Keputusan Gubernur Nomor 660.1/6 Tahun 2017 tentang Izin Lingkungan Kegiatan Penambangan dan Pembangunan Pabrik Semen PT Semen Indonesia di Kabupaten Rembang.
Izin baru yang dikeluarkan oleh Gubernur Jawa Tengah ini sekaligus menandai dimulainya babak baru persoalan yang mengiringi perjalanan pembangunan pabrik semen di Kabupaten Rembang. Karena, dalam kondisi seperti sekarang ini, tidak hanya melibatkan antara warga dan pemerintah daerah saja, tetapi juga sudah menyeret pemerintah pusat untuk masuk dalam lingkaran kasus ini. Perbedaan pendapat terkait polemik pendirian pabrik Semen Indonesia di Kabupaten Rembang ini membuat para Menteri terkait di kabinet pemerintah Republik Indonesia yang dipimpin oleh Presiden Joko Widodo dan Wakil Presiden Jusuf Kalla terbelah menjadi dua kubu.
Seperti contohnya, dalam sebuah kesempatan beberapa waktu yang lalu, Wakil Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral ( ESDM ) Arcandra Tahar mengungkapkan bahwa ada Menteri yang berpendapat lokasi penambangan pabrik semen di Kabupaten Rembang merupakan kawasan Karst, sehingga terdapat mata air yang melimpah dan dilarang untuk ditambang. Di sisi lain, ada juga Menteri yang berargumen wilayah tersebut bukan merupakan bentang alam karst sehingga sah-sah saja apabila ada perusahaan yang ingin melakukan penambangan seperti PT. Semen Indonesia, asalkan segala sesuatunya dilakukan sesuai dengan prosedur perundang-undangan yang berlaku.
Kajian Lingkungan Hidup Strategis ( KLHS ) pada dasarnya merupakan suatu pedoman utama yang dibutuhkan oleh pemerintah pusat dan daerah untuk menentukan status lingkungan penambangan apakah termasuk dalam Kawasan Bentang Alam Karst ( KBAK ) atau bukan. Apabila hasil KLHS tersebut menyimpulkan bahwa lokasi yang akan digunakan untuk penambangan pabrik semen Rembang merupakan KBAK, maka operasional penambangan pabrik semen harus dihentikan karena dapat mengancam cadangan air yang ada.
Pemicu perbedaan pendapat antara para menteri yang terlibat dalam menentukan kelayakan pembangunan pabrik semen Rembang ini dimulai saat Menteri ESDM, Ignasius Jonan dalam sebuah laporan penelitian dan surat klarifikasi ulang menyatakan bahwa tidak ada aliran sungai bawah tanah di Cekungan Air Tanah ( CAT ) Watuputih. Pendapat menteri Jonan itu berdasarkan atas hasil kajian dari pemetaan Watuputih oleh badan geologi Kementerian ESDM pada 15 – 24 Februari, dilanjutkan dengan klarifikasi ulang pada 8 – 9 Maret 2017.
Laporan penelitian dan surat klarifikasi yang disampaikan Ignasius Jonan kepada Menteri Lingkungan Hidup, Siti Nurbaya sebanyak 8 halaman tersebut tertanggal 24 Maret 2017 yang lalu. Masih berdasarkan laporan penelitian, Menteri ESDM juga mengatakan bahwa tidak adanya sungai bawah tanah di Cekungan Air Tanah ( CAT ) Watuputih itu diindikasikan nihilnya mata air dan ditemukan gua kering.