Pendidikan merupakan suatu hal yang sangat penting dalam kehidupan manusia, tidak hanya itu, pendidikan juga memiliki pengaruh yang sangat penting dalam kehidupan bangsa. Namun, perlu diketahui terkait sebuah fakta bahwa pendidikan di saat ini telah terjebak dalam arus kapitalisasi atau komersialisasi pendidikan.
Komersialisasi berasal dari bahasa Inggris commercialization yang artinya sifat mencari keuntungan, kemudian diserap ke dalam bahasa Indonesia komersialisasi. Istilah ini wajar digunakan dalam bidang perdagangan dan perniagaan, namun apakah juga wajar manakala istilah tersebut digabungkan dengan kata pendidikan?
Sebagaimana halnya istilah komersialisasi pendidikan. Banyaknya kasus tentang mahalnya biaya pendidikan, mulai dari jenjang TK, sampai mahasiswa, banyaknya pungutan-pungutan lembaga, dan juga perdagangan di dunia pendidikan. Sekian banyak mahasiswa baru, yang rela mengundurkan diri, dan memilih untuk mengubur mimpi, karena tidak sanggup membayar UKT.
Itupun masih juga diwarnai dengan adanya drama seorang Rektor UNRI yang rela melaporkan mahasiswanya sendiri karena mengkritik biaya kuliah. Selain itu, ada banyak anak-anak remaja yang rela bekerja serabutan karena tidak sanggup untuk membayar sekolahnya. Lalu, apakah ini yang dimaksud dengan menyiapkan generasi untuk Indonesia Emas pada tahun 2045?
Anggota Komisi X DPR RI Fraksi Partai NasDem, Ratih Megasari Singkarru menyatakan prihatin atas polemik kenaikan uang kuliah tunggal (UKT) di sejumlah perguruan tinggi negeri (PTN) di Tanah Air. Salah satu penyebab kenaikan UKT ini ialah terbitnya Permendikbudristek nomor 2 tahun 2024. "Ini adalah ironi besar, mengingat pemerintah sering menyuarakan ambisi untuk mewujudkan Indonesia Emas 2045 dan memanfaatkan bonus demografi agar tidak menjadi bencana demografi. Jika akses ke pendidikan tinggi dibatasi oleh faktor ekonomi, bagaimana mungkin kita dapat mencapai cita-cita tersebut?," ujar dia dalam keterangannya, Kamis 23 Mei 2024. Komersialisasi pendidikan ini telah menjadi topik yang kontroversial dan mendalam, terutama dalam konteks pendidikan tinggi di abad ke-21. Di satu sisi, komersialisasi membawa manfaat dalam hal peningkatan fasilitas, aksesibilitas, dan kualitas pendidikan. Namun, di sisi lain, terdapat tantangan psikologis yang signifikan bagi mahasiswa yang dihasilkan dari tekanan komersialisasi ini. Maka tidak heran, adanya berita terkait banyaknya mahasiwa yang mengundurkan diri untuk tidak melanjutkan pendidikannya, bahkan ada yang sampai memutuskan untuk menghabisi nyawanya sendiri, karena beban mental yang mereka tanggung sangatlah besar. Diantara tantangan psikologis yang mereka hadapi yakni
- Tekanan Finansial dan Stres. Biaya pendidikan yang semakin tinggi menjadi sumber stres utama bagi banyak mahasiswa. Mereka harus menghadapi tekanan untuk membayar uang kuliah, membeli buku, dan menutupi biaya hidup. Hal ini seringkali mengharuskan mahasiswa untuk bekerja paruh waktu atau bahkan penuh waktu, yang dapat mengganggu fokus mereka pada studi dan kesehatan mental mereka.
- Persaingan Ketat dan Tekanan Akademis. Komersialisasi pendidikan seringkali diiringi dengan peningkatan standar dan ekspektasi akademis. Mahasiswa merasa tertekan untuk mencapai nilai yang tinggi dan meraih prestasi akademis agar dapat bersaing di pasar kerja yang kompetitif. Tekanan ini bisa menyebabkan kecemasan, depresi, dan burnout.
- Konsumerisme dalam Pendidikan. Mahasiswa dihadapkan pada mentalitas konsumerisme di mana pendidikan dilihat sebagai produk yang dibeli, bukan sebagai proses pembelajaran yang holistik. Hal ini bisa mengubah motivasi belajar mereka, dari pencarian pengetahuan dan pengembangan diri menjadi hanya sekadar mendapatkan gelar untuk tujuan karier.
- Kesenjangan Akses dan Eksklusivitas. Komersialisasi dapat memperlebar kesenjangan akses pendidikan antara mahasiswa dari latar belakang ekonomi yang berbeda. Mahasiswa yang kurang mampu mungkin merasa terisolasi atau minder karena tidak dapat menikmati fasilitas atau program tambahan yang ditawarkan kepada mereka yang mampu membayar lebih.
- Kurangnya Dukungan Psikologis. Banyak institusi pendidikan yang masih kurang dalam menyediakan layanan dukungan psikologis yang memadai bagi mahasiswa. Padahal, dengan meningkatnya tekanan finansial dan akademis, kebutuhan akan layanan ini semakin tinggi. Mahasiswa yang tidak mendapatkan dukungan yang cukup, berisiko mengalami masalah kesehatan mental yang lebih serius.
- Krisis Identitas dan Makna Pendidikan. Mahasiswa mungkin mengalami krisis identitas terkait dengan makna pendidikan bagi mereka. Dengan komersialisasi, nilai intrinsik dari pendidikan sebagai sarana pengembangan intelektual dan pribadi seringkali terabaikan. Mahasiswa bisa merasa kehilangan arah atau makna dalam perjalanan pendidikan mereka.
Untuk mengatasi adanya tantangan-tantangan tersebut, maka diperlukan strategi untuk mengatasinya. Ada beberapa langkah yang dapat diambil oleh institusi pendidikan dan mahasiswa itu sendiri, diantaranya yakni:
- Peningkatan Layanan Kesehatan Mental: Institusi pendidikan harus menyediakan lebih banyak sumber daya untuk layanan konseling dan kesehatan mental.
- Bantuan Finansial dan Beasiswa: Menyediakan lebih banyak program bantuan finansial dan beasiswa untuk mengurangi tekanan biaya pada mahasiswa.
- Membangun Komunitas yang Mendukung: Mendorong adanya komunitas dan kelompok dukungan di kampus untuk membantu mahasiswa merasa lebih terhubung dan didukung.
- Pelatihan Manajemen Stres: Menawarkan program pelatihan untuk manajemen stres dan waktu agar mahasiswa dapat mengelola tuntutan akademis dan kehidupan pribadi mereka dengan lebih baik.
- Reorientasi Nilai Pendidikan: Mengupayakan perubahan paradigma dari pendidikan sebagai produk menjadi pendidikan sebagai proses pengembangan diri dan intelektual.
Menghadapi tantangan psikologis dari komersialisasi pendidikan membutuhkan upaya bersama dari berbagai pihak, termasuk institusi pendidikan, pemerintah, komunitas, dan mahasiswa itu sendiri. Dengan langkah-langkah yang tepat, kita dapat menciptakan lingkungan pendidikan yang lebih sehat dan mendukung bagi generasi muda.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H