Luthfi SN, Mahasiswa Prodi Komunikasi PJJ Universitas Siber Asia.
Pendahuluan
Fenomena kampanye pemilu presiden di media sosial telah berkembang menjadi aspek penting dalam demokrasi. Para kandidat calon presiden saat ini memanfaatkan media sosial sebagai salah satu media kampanye digital untuk menjangkau lebih banyak elemen masyarakat. Kampanye media sosial dapat dilaksanakan dengan berbagai metode, seperti melalui pengunggahan konten dan interaksi dengan pemilih secara langsung melalui ruang virtual. Namun fenomena ini juga memunculkan sejumlah permasalahan, seperti terkait penyebaran berita hoaks, ujaran kebencian hingga pelanggaran etika kampanye. Literasi media digital memainkan peran penting dalam memahami dan mengatasi masalah kampanye media sosial. Masyarakat yang lebih melek digital akan lebih mampu mengenali berita hoaks, mengevaluasi materi dengan lebih kritis, dan memahami bagaimana algoritma media sosial dapat berdampak pada kampanye politik.
Bawaslu menegaskan bahwa upaya kampanye melalui media sosial jauh lebih berhasil dibandingkan kampanye tradisional dan relatif lebih murah atau bahkan gratis. Namun demikian, hal ini juga menimbulkan kesulitan karena undang-undang yang mengatur upaya pemantauan media sosial masih kurang. Untuk mengawasi dan mengatasi pelanggaran kampanye di media sosial, Bawaslu harus berkolaborasi dengan pihak-pihak terkait, seperti pelaku usaha yang menawarkan aplikasi media sosial.
Kampanye di media sosial melibatkan berbagai macam elemen masyarakat, tidak hanya politisi, buzzer dan influencer juga memiliki kekuatan untuk memengaruhi keyakinan dan tindakan masyarakat selama kampanye digital berlangsung. Aktivitas media sosial yang ramai dan memengaruhi selama kampanye politik memiliki kekuatan untuk mempengaruhi keputusan pemilih. Oleh karena itu, literasi media digital sangat penting untuk membantu masyarakat umum dalam menyaring informasi dan tidak terjebak dalam hal-hal negatif yang mungkin ada dalam kampanye media sosial. Meskipun kampanye melalui media sosial mempunyai banyak manfaat dalam menjangkau pemilih secara lebih luas, penting untuk dipahami bahwa kampanye tersebut juga menghadirkan kesulitan baru dalam hal etika, misinformasi, dan pengawasan. Untuk mengatasi masalah ini, diperlukan adanya literasi media digital di masyarakat agar dapat memilah informasi dengan lebih bijak.
Analisis Kontem Media Sosial
Instagram adalah salah satu situs media sosial terpopuler sepanjang kampanye pemilihan presiden. Kampanye Instagram dijalankan dengan memposting materi visual, seperti foto dan video, serta elemen interaktif, seperti Instagram Stories. Platform ini digunakan oleh para kandidat untuk menyebarkan program-program kerjanya, acara kampanye dan bahkan bisa melakukan percakapan virtual dengan para pemilih. Instagram memiliki lebih dari 2 miliar pengguna aktif yang menjadikannya platform populer yang bisa dimanfaatkan oleh para kandidat calon presiden. Kemampuan interaktif Instagram dan sifat visualnya yang menarik menjadikannya platform sempurna untuk memamerkan keunggulan dari masing-masing kandidat calon presiden.
Kritik Terhadap Peran Media Sosial
Penggunaan media sosial untuk kampanye pemilihan presiden memiliki beberapa keuntungan, anatara lain, dapat menjangkau khalayak yang luas, seringkali lebih murah dibandingkan menggunakan media tradisional, dan memungkinkan keterlibatan pemilih secara langsung. Calon pemilih dapat dengan mudah mengakses media sosial, dan politisi dapat berinteraksi langsung dengan mereka dalam skala dan intensitas yang tidak mungkin dilakukan oleh media tradisional. Hal ini mampu memfasilitasi pembentukan opini untuk mencapai tujuan agenda politik sekaligus memberikan kesempatan kepada politisi untuk berinteraksi langsung dengan pemilih melalui fitur seperti menyukai, berkomentar, dan berbagi pesan.
Melalui digitalisasi politik, seperti yang dilakukan oleh perusahaan digital politik Indonesia DukungCalonmu, media sosial juga memfasilitasi keterlibatan publik dalam proses politik. Fokus inisiatif pemerintah seperti Kolaborasi Optimalkan Media Sosial untuk Mewujudkan Pemilu Damai 2024 yang dipelopori Kementerian Komunikasi dan Informatika RI telah bergeser ke kemudahan akses dan interaksi langsung antara kandidat dan pemilih melalui media sosial. Oleh karena itu, media sosial sangat penting untuk meningkatkan komunikasi antara pemilih dan politisi dan untuk meningkatkan kesadaran mengenai isu-isu politik melalui digitalisasi proses politik.
Di sisi lain, penggunaan media sosial sebagai sarana kampanya memungkinkan adanya penyebaran informasi hoaks, ujaran kebencian dan pengawasan yang tidak memadai. Literasi media digital dapat membantu pengguna dalam mengenali misinformasi, menjadi lebih hati-hati terhadap konten yang mereka konsumsi di media sosial dan memahami bagaimana algoritma platform media sosial memengaruhi konten yang muncul. Masyarakat yang melek digital akan lebih mampu memilah informasi, mengevaluasi kualitas konten yang mereka temui di platform media sosial dan lebih hati-hati terhadap informasi yang mereka terima.
Tantangan Etika dalam Kampanye Digital
Minimnya pengawasan dalam kampanye digital menjadi tantangan tersendiri dalam hal etika. Penyebaran informasi yang bersifat hoaks dan ujaran kebencian terhadap masing-masing kandidat calon presiden merupakan contoh dari tantangan etika yang muncul dalam kampanye digital. Kurangnya literasi media digital mengakibatkan mudahnya para pemilih terhasut oleh berita hoaks dan ikut terhanyut dalam ujaran kebencian yang diciptakan untuk menjatuhkan lawan dalam kampanye pilpres. Oleh karena itu, diperlukan adanya literasi digital bagi masyarakat agar mampu memilah informasi dengan bijak dan tidak terhasut dengan berbagai berita yang dapat memecah belah persatuan dan kesatuan negara Republik Indonesia selama kampanye digital pemilihan presiden berlangsung. Peranan pemerintah juga sangat diperlukan untuk membangun masyarakat yang melek digital melalui berbagai program pelatihan terkait dengan literasi media digital.