Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) menyatakan suhu udara akan semakin panas dan tidak stabil dalam lima tahun ke depan.
Organisasi Meteorologi Dunia (WMO) juga memperkirakan suhu global akan meningkat selama lima tahun ke depan. Kenaikan suhu tahunan rata-rata global adalah 1,5 derajat celcius dan kemungkinan akan meningkat seiring waktu. Ada kemungkinan 90% setidaknya satu tahun antara 2021 dan 2025 akan menjadi rekor terpanas menurut Pembaruan Iklim Dekadal Tahunan Global, yang diproduksi oleh Meteorologi Inggris dan dikelola langsung oleh WMO 2016.
Mengutip Sekretaris Jenderal WMO Petteri Taala, Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG) Deputi Direktur Klimatologi . Menurut pernyataan Drs. Herizal MSi, situasi seperti ini akan menjadi tantangan besar untuk mencapai tujuan Paris Climate Change. Suhu global akan naik abad ini jauh di bawah 2 derajat Celcius dibandingkan dengan masa pra-industri, dan bertujuan untuk membatasi kenaikan hingga 1,5 derajat Celcius. Berdasarkan catatan iklim BMKG tahun 2020, tampaknya suhu tahun 2020 akan jauh lebih panas dibandingkan tahun 2016 di Indonesia.
Peningkatan suhu panas tercatat sebesar 0,8 derajat Celcius dan suhu berada di atas rata-rata iklim antara tahun 1981 dan 2020. Tahun 2020 merupakan tahun terpanas kedua dengan suhu 0,7 derajat Celcius, dan tahun 2019 merupakan tahun terpanas ketiga dengan suhu 0 , 6 derajat Celcius.
Sebagai perbandingan, data suhu rata-rata global yang diterbitkan oleh Organisasi Meteorologi Dunia. Laporan iklim 2022 WMO, yang diterbitkan pada awal 2023, melaporkan bahwa 2020 adalah tahun terpanas di enam negara. Publikasi WMO juga disediakan oleh BMKG. Menurut BMKG, prakiraan iklim digunakan sebagai dasar pengambilan keputusan. Tahun-tahun berurutan: 2016, 2020, 2019, 2017, 2015, 2022, 2021 dan 2018.
Pada tahun 2016, suhu global mencapai rekor 1,2C selama Revolusi Industri. Hal ini disebabkan oleh pemanasan global yang diperparah oleh fenomena iklim El Nino. Naiknya suhu global juga mempengaruhi mencairnya salju abadi di Puncak Jaya, Papua. Luas salju abadi yang awalnya sekitar 200 kilometer persegi, hanya 2 kilometer persegi, atau 1% dari permukaan aslinya.
Salju dan es abadi di Puncak Jaya merupakan keunikan Indonesia karena negara kepulauan ini beriklim tropis. Perubahan iklim juga meningkatkan kejadian ekstrem, terutama kekeringan dan banjir. Periode kekeringan dan banjir yang biasanya berlangsung 50-100 tahun kini menjadi lebih pendek, lebih sering, lebih kuat dan lebih lama.
Penelitian ilmiah menunjukkan bahwa penyebab utama perubahan iklim saat ini adalah aktivitas manusia, terutama pembakaran bahan bakar fosil dan penggundulan hutan. Jika tren ini berlanjut, dampaknya terhadap planet kita akan semakin merusak.
Meningkatnya suhu global memiliki konsekuensi yang luas dan serius. Salah satu dampak terbesarnya adalah naiknya permukaan air laut akibat mencairnya es di kutub utara dan selatan. Hal ini dapat menyebabkan banjir pesisir yang parah dan mengancam wilayah pesisir. Selain itu, kenaikan suhu juga akan mempengaruhi pola cuaca, meningkatkan kejadian cuaca ekstrim seperti badai tropis, kekeringan dan banjir.
Contoh nyata dari Indonesia adalah munculnya Siklon Tropis Seroja di Nusa Tenggara Timur (NTT) pada April 2021 yang menyebabkan banjir bandang dan tanah longsor. Siklon tropis jarang terjadi di daerah tropis seperti Indonesia, namun dalam 10 tahun terakhir frekuensi siklon tropis semakin meningkat. Longsor di Natuna yang menewaskan puluhan orang juga merupakan konsekuensi terbaru dari perubahan iklim. Jika keadaan ini terus berlanjut, Indonesia akan mengalami kondisi cuaca dan bencana yang lebih ekstrim, yang tidak hanya menimbulkan kerugian material, tetapi juga korban jiwa. .
Selain itu, perubahan iklim juga berdampak pada keanekaragaman hayati. Banyak spesies hewan dan tumbuhan mungkin tidak dapat beradaptasi dengan perubahan suhu yang cepat dan ekstrim, yang menyebabkan kepunahan massal dan gangguan ekosistem yang lebih luas. Keseimbangan alami ekosistem kita akan terganggu dan jasa ekosistem bagi manusia, seperti air bersih, makanan dan perlindungan terhadap bencana alam akan terganggu. Kita harus bertindak cepat untuk mengurangi emisi gas rumah kaca dan mempercepat transisi ke sumber energi terbarukan.