Kesehetan mental kini menjadi sebuah topik yang hangat dan berkembang pesat dimasyarakat, khususnya dikalangan remaja. Hasil reset menurut Riskesdas Kemenkes ditahun 2018 pun menghasilkan bawha 20 persen dari 250 juta jiwa populasi manusia Di Indonesia ini berpotensi mengalami gangguan mental dan mayoritas yang berpotensi mengalami gangguan mental ada dikalangan remaja.
Hal ini terjadi karena kurangnya dukungan dari orang-orang terdekat seperti keluarga, karena keluarga merupakan sebuah sekolah utama didalam lingkup manusia. Jika terjadi kesalahan yang terjadi secara terus menerus dan tidak disadari maka ini akan berdampak fatal bagi Kesehatan mental anak dan hal ini harus ditangani dengan tepat, karena dampak dari gangguan mental bisa berdampak pada anak hingga dewasa.
Setiap anggota keluarga,terlebih dahulu orang tua harus memahami konsep komunikasi asertif agar bisa membuang sifat komunikasi aggresif yang berdampak buruk sama anak. Asertif merupakan suatu kemampuan untuk mengkomunikasikan apa yang diinginkan sesuai dengan apa yang dirasakan dan dipikirkan kepada orang lain, tetapi dengan tetap menjaga dan menghargai hak-hak serta perasaan orang lain.
Dalam bersikap asertif, seseorang harus dituntut jujur terhadap dirinya dan jujur dalam mengekspresikan perasaan baik dari pendapat hingga kebutuhan secara proporsional tanpa ada maksud untuk memanipulasi, memanfaatkan atau merugikan hak dan perasaan orang lain (Pratanti,2007). Dengan kita menerapkan komunikasi asertif ini akan berdampak baik kepada diri sendiri karena bisa mengutarakan apa yang dirasakan juga tidak lagi memendam suatu hal yang akan berdampak buruk pada jangka panjang yaitu merusak Kesehatan mental seseorang.
Kurangnya keharmonisan didalam suatu keluarga menjadi pemantik utama dalam menjanggalkan perasaan setiap anggotanya, membuat setiap anggotanya bergerak secara masing-masing hingga menimbulkan sikap apatis terhadap satu sama lain. Hal ini sangat tidak baik jika diidap secara terus menerus karena dapat membuat arti dari kata rumah menjadi skeptis antar anggota keluarga tersebut baik anak maupun orang tua.
Keluarga sangat mempunyai dampak besar dalam membentuk mental seseorang khususnya kepada anak, orang tua yang sangat agressif dalam berkomunikasi secara tidak disadari dapat mengikis Kesehatan mental anak. Ketika memiliki keluarga yang harmonis, mereka akan lebih peduli dalam memberikan perhatian dan mendukung setiap anggotanya dalam menyelesaikan suatu permasalahan, bahkan orang tua pun tidak segan dalam memberikan berbagai macam dukungan baik emosional maupun material untuk membantu anak.
Tetapi keluarga yang tidak memiliki keharmonisan didalamnnya bisa membuat tingkat stress anak menjadi lebih tinggi secara drastis. Fenomena ini terjadi karena tak ada dukungan yang didapatkan baik sedikit maupun penuh. Substansial kata keluarga pun akan berbanding terbalik dengan esensi kata keluarga yang sesungguhnya. Rumah yang seharusnya menjadi tempat pulang paling nyaman akan tidak nampak seperti itu jika tidak ada keharmonisan didalammnya. Bahkan rumah justru malah menambah beban dan merusak mental anak dalam proses pendewaasaannya yang dimana sosok parenting sangatlah penting dalam proses berkembang anak.
Keluarga adalah orang yang paling dekat dengan anak seperti mau tidak mau anak akan selalu bertemu mereka disetiap harinya. Jika saja keluarga gagal memberikan ruang dan dukungan yang tepat maka kesehetan mental anak juga menjadi kurang stabil dan proses pemulihannya pun akan sangat tidak optimal. Penelitian juga dilakukan oleh Behara dkk pada 2017 , yang mengungkapkan jika anak anak yang berasal dari keluarga tak harmonis sangat berpotensi terkena penyakit mental ADHD yang membuat seseorang sulit dalam memfokuskan perhatiannya pada setiap hal.
Urgensi komunikasi asertif akan membuat mental menjadi jauh lebih sehat secara perlahan. Hal ini terjadi karena mekanisme pertahanan mental telah dilakukan melalui komunikasi asertif. Dengan cara menyalurkan perasaan terhadap orang lain dengan tepat akan membuat tidak ada lagi hal yang tertahan sehingga bisa membuat diri menjadi terbebas dalam tekanan.
Saling terbuka didalam lingkup keluarga dan jujur terhadap pendapat diri sendiri, memperhatikan hak dan perasaan orang lain akan membantu kita untuk mendengarkan dan memahami pendapat orang lain juga sehingga bisa membuat lingkungan menjadi lebih harmonis khususnya didalam lingkup keluarga. Komunikasi asertif dilakukan cenderung menimbulkan konflik pada awalnya karena mengutarakan suatu perasaan yang ada didalam diri kita belum tentu dapat diterima orang lain, namun dengan komunikasi asertif ini pun akan sangat membantu mencari sebuah solusi untuk menyelesaikan konflik tersebut dengan tenang.