Lihat ke Halaman Asli

Gelagat Kebangkitan Seni Melalui Pameran Seni Rupa dan Film

Diperbarui: 26 Oktober 2021   05:50

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Dokumentasi pribadi

Pada tanggal 17 sampai tanggal 20, Program study Film dan Televisi Universitas Pendidikan Indonesia (Upi) menyelenggarakan pameran seni rupa bertajuk (OPEN ART AND CINEMA) yang diadakan di orbital dago dalam rangka Project Summer Program. Pun begitu juga di beberapa tempat lainnya seperti Lawangwangi, Taman Budaya, Cikapundung, Bandung Desain Dienal dan Cinemora, bahkan setelah beberapa hari Pameran yang diadakan FTV selesai ada sebuah pameran juga yang dilakukan di orbital dago.

Sejak Pembatasan Sosial Berskala besar dilakukan , kemudian berubah menjadi PPKM berLevel, dampak yang dirasakan sangat terasa karena mulai pada saat itu kegiatan yang mereka dapat lakukan sangat terbatas dan tidak bisa mengekspresikan dirinya melalui kesenian seperti biasa. Orang orang Musik menjerit karena banyak sekali konser yang dibatalkan, begitupun Tari, orang Seni Rupa juga merasakan hal yang sama karena ketika seharusnya mereka bergelut dengan pameran dan "berinteraksi" dengan penikmat karyanya, mereka harus berdiam diri di rumah. Kurang lebih seperti itulah keadaan seniman kita pada masa masa Pembatasan Sosial.

Kemudian hadirlah media virtual, banyak sekali seniman yang merespon dengan baik wadah apresiasi baru ini sebagai bentuk keresahan akan tidak kunjungnya mereka terkurung. Terkurung dalam ruang imajinasi mereka, terkurung dalam ruang nyata mereka. Namun seiring dengan penggunaan media virtual, mereka mulai menyadari bahwa sangat sulit untuk mendapatkan emosi dan esensi sebenarnya dari sebuah pameran menggunakan media virtual ini, karena jalur apresiasi antara seniman dengan audience terhalang oleh berabagai noise seperti contohnya, pameran seni rupa terganggu oleh kualitas, detail dan tekstur lukisan yang menurun, apalagi patung yang seharusnya dinikmati langsung sebagai karya 3d malah menjadi 2d. selain itu, cukup sulit juga untuk menikmati pementasan musik virtual yang tidak bisa merasakan ambience kebersamaan bahkan mungkin headbang bersama saat menikmati musik.

Geliat-geliat untuk bangkit bagi para seniman semakin menguat ketika PPKM diperlonggar hingga bisa membuat kerumunan walaupun dalam jumlah terbatas. Seniman seniman ini memanfaatkannya untuk membangun kembali ekosistem pertunjukan yang sebelumnya sudah terbangun lalu tertidur. Jiwa jiwa para seniman yang pernah mengalami krisis juga perlahan bangkit dan membangun ide kreatifitas yang lebih kuat lagi. Ruang ruang terbuka sebagai wadah apresiasi seni juga perlahan dibuka satu persatu sehingga tidak sedikit juga seniman yang memanfaatkan hal ini sebagai momentum untuk memperkenalkan dirinya yang baru, dan penikmat seni mendapatkan pengalaman yang dirindu-rindukan oleh mereka kurang lebih selama 1,5 tahun. Seperti contohnya Pameran Seni Rupa yang diadakan oleh FTV sekarang ini, walaupun konteks dari pameran ini juga masih di rana pendidikan namun orang luar banyak sekali yang menonton dan mengapresiasi pameran seni rupa dan film ini. Ini membuktikan bahwa apresiator karya sangat-sangat merindukan menikmati seni secara langsung karena bisa merasakan teksturnya, mendapatkan pengalaman berkesenian bahkan merasakan emosi yang coba disampaikan oleh seniman.




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline