Lihat ke Halaman Asli

Luthfi Kenoya

Penikmat Senja dan Kopi

Surat untuk Temanku Seorang Pejabat

Diperbarui: 21 Juni 2018   12:31

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Birokrasi. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/GARRY LOTULUNG

Masih ku ingat dengan terang dan jelas kalimat Pramoedya, biar ku kutipkan untukmu "sepandai-pandainya ahli yang berada dalam kekusaan yang bodoh, ia ikut juga jadi bodoh". Tidakkah kalimat itu mengusikmu? Teman, sekarang ceritakanlah bagaimana kau hendak mewujudkan citamu untuk merubah dunia itu. 

Katamu kau akan menjadi pemimpin, karena dengan kekuasaanlah kau kira perubahan dapat dicapai dan dengan cara memasuki sistem itu pula kau pikir langkahmu akan lebih efektif. Teman, biar ku tanya lagi, "adakah salah seorang kau contoh dalam perjuanganmu itu? Sudikah bila kau kisahkan untukku?" kiranya aku tidak akan lupa jawabmu yang diam termenung sambil memperbaiki dudukmu, saat itu mungkin kau sedang gusar.

Tidak teman, aku tidak sedang menghardikmu, hanya saja Muhammad betapapun tidak mewariskan sistem politik sungguh kiranya kita telah melupakan bahwa beliau pernah sesekali waktu ditawarkan kekuasan oleh orang Quraisy untuk menghentikkan dakwahnya. Masih ingatkah kau pelajaran hadist itu? 

Sekali lagi izinkan aku mengutipnya untukmu, "Seandainya mereka meletakkan matahari di tangan kananku, dan bulan di tangan kiriku, agar aku menghentikan dakwah ini, niscaya aku tidak akan menghentikan dakwah ini hingga Allah memenangkannya atau aku binasa", sekarang tidakkah itu menghentakmu? Ah teman, mungkin aku sedikit lancing, mohon maaf tapi kalaupun ada salah seorang yang bisa kau contoh itu mungkin Lenin. 

Aku juga sempat mempelajarinya semenjak kau ceritakan kebesarannya dalam melawan kaum liberal di zamannya -- sebelum Uni Soviet terpecah menjadi Rusia. Bagiku lenin tidak bisa menjadi role model untukmu, alih-alih Lenin melakukan meneruskan perjuangan ideal Marx mengenai "masyarakat komunis" justru dalam perjalananya terdapat perubahan. 

Dan kau mungkin akan bilang hal itu strategi Lenin, atau kau juga dapat melakukan pembelaan lain terhadapnya, tapi nyata bagiku bahwa Lenin tidak cukup kuat mewujudkan cita-cita gurunya Karl Marx karena euphoria kekuasaan yang datang padanya pasca memimpin justru menghanyutkannya, baik sadar atau tidak, untuk mempertahankan beberapa kebijakan yang liberal -- ia tidak sepenuhnya melakukan perubahan.

Bahkan kudeta sekalipun teman, hendaklah aku contoh Mao Tse Tsung yang gagah itu, tetaplah warna liberal ada dalam kepemimpinannya. Sejak saat itu kau sendiri tahu, ide komunisme mulai di re-kontruksi dan semakin mendekati liberal, apa kiranya itu kau sebut? Oh yah, Sosial Demokrat. Dan aku pun ingat ketika sebuah diskusi yang kau pimpin, saat itu kau menjelaskan teori elite dengan lantang kau katakan "Revolusi tidak menumbangkan Tirani, sejujurnya ia melahirkan tirani baru. 

Oleh karenya Elit merupakan sebuah kepastian." Begitulah bagimu, sebuah kepastian? Tapi bukankan Muhammad mencontohkan lain, tidakkah ia malah menolak kekuasaan dari orang Quraisy sedangkan datang padanya sebuah kemenangan, dan bukankah contoh lain yang mengikuti sistem untuk perubahan justru berakhir dengan kegagalan. 

Temanku, bagaimana sekarang? Masihkan tersimpan angan besar itu dalam relung jiwamu? Sudahkah tulisanku ini membangunkan cita-citamu itu? Atau malah kau masih merasa nyaman dengan aktivitasmu di sekitar elit-elit yang dulu kau kecam dengan turun ke jalan? Sekali lagi mohon maaf jika temanmu ini masih lancing dan mungkin tidak sadar sedang berbicara dengan siapa.

Temanku, atau mungkin harus ku sebut "Bapak yang terhormat", engkau yang sekarang ingatkah denganku? Memang tak ada jasaku selain menjadi teman bertukar pikiran. Setidaknya hari ini aku hendak mengetuk rumahmu, mengajak kau bermain seperti dulu, memang bukan untuk bermain laying-layang melainkan menyapu, karena untuk menegurmu aku sama sekali tidak pantas. 

Tapi teman, biarlah kau boleh marah jika kalimatku masih juga tidak sopan, hanya saja aku hendak kembali bertanya, "perjuangan apa yang sedang engkau hadapi sekarang? Tidakkah itu sia-sia bagimu?" teman, bilamana ternyata aku salah mohon urutkan padaku kisahmu dengan detail, sepertinya aku keliru dan mudah-mudahan memang begitu.




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline