Lihat ke Halaman Asli

Al Farabi sebagai Guru Kedua

Diperbarui: 12 Mei 2022   23:07

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

filsafat disebut sebagai induk dari ilmu pengetahuan di dasari dengan tujuannya cara pembahasannya mengenai kesimpulannya mengenai lapangan pembahasannya jelas filsafat memiliki kedudukan sebagai induk karena lahirnya ilmu pengetahuan disebabkan dengan adanya pemikiran terlebih dahulu.

Al farabi: Guru kedua atau (muallimatus tsani)

Jika alkindi merupakan filsuf islam yang meletakkan dasar dasar filsafat islam maka alfarabi atau abu nashr al farabi adalah yang memperkokoh dan memantapkan dasar dasar dari kutipan filsafat al kindi.

Nama lengkapnya adalah Abu Nashr Muhammad ibnu Muhammad ibnu Tarkhan ibnu Auzalagh, yang lahir tahun 257 H/870 M. Ayahnya seorang jendral berkebangsaan Persia dan ibunya berkebangsaan Turki. (Sirajuddin Zar, Filsat Islam: Filosof dan Filsafatnya, h. 65). Sebagaimana filosof Yunani, Al-Farabi menguasai berbagai disiplin ilmu. Keadaan ini memungkinkan karena didukung oleh ketekunan dan kerajinannya serta ketajaman otaknya.

Jika mengacu pada karya tulisnya, ia menguasai matematika, kimia, astronomi, musik, ilmu alam, logika, filsafat, bahasa, dan lain-lainnya. Dalam hal bahasa, menurut riwayat, Al-Farabi menguasai 70 bahasa. Namun, menurut Ibrahim Madkur riwayat ini lebih mendekati dongeng daripada kenyataan. Pemikiran-pemikiran penting dari filsafat Al-Farabi, antara lain tentang filsafat emanasi, krtuhanan, kenabian, jiwa, dan akal.

Dalam filsafat emanasinya, Al-Farabi mencoba menjelaskan yang satu. Tuhan bersifat Mahasatu, tidak berubah, jauh dari materi, jauh dari arti banyak, Mahasempurna dan tidak berhajat pada apapun. Jika demikian hakikat sifat Tuhan, maka terjadinya alam menurut Al-Farabi terjadi dengan cara emanasi. Tuhan sebagai akal, berpikir tentang diri-Nya, dan dari pikiran ini timbul suatu maujud lain.

Tuhan merupakan Wujud Pertama (al-Wujud al-Awwal) dan dengan pemikiran itu timbul Wujud Kedua (al-Wujud al-Tsani) yang juga memiliki subtansi. Ia disebut Akal Pertama (al-Aql al-Awwal), First intellegence yang tak bersifat materi. Wujud kedua ini berpikir tentang wujud pertama dan dari pemikiran ini muncullah Wujud Ketiga (al-Wujud al-Tsani) disebut Akal Kedua (al-Aql al-Tsani), Second Intellegence. Wujud Kedua atau Akal Pertama itu juga berfikir tentang dirinya dan dari situ timbullah Langit Pertama (First Heaven, al-Sama' al-'Ula). (Harun Nasution, Falsafat dan Mistisme dalam Islam, h. 21)

            Dari pembahasan tersebut, dapat disimpulkan bahwa al-Farabi sebagai filosof Islam yang pertama kali membawa wacana filsafat secara lebih mendalam. Ia mendirikan tonggak-tonggak filsafat Islam yang kemudian banyak diikuti oleh filosof Islam yang lain. Namun dari beberapa ajarannya masih terdapat banyak penyimpangan terhadap ajaran islam yang murni, seperti teori emanasinya yang menggambarkan sosok tuhan seakan akan hanya bagian dari suatu sistem yang terus berkelanjutan.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline