Lihat ke Halaman Asli

Pasca Putus Cinta; Ditangisi atau Introspeksi?

Diperbarui: 19 Februari 2017   08:44

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sumber: http://www.womenshealthmag.com

Bukan, judul ini bukan untuk saya. Artikel ini terinspirasi dari kisah sahabat saya yang baru saja mengalami kejadian kurang menyenangkan. Yups, hal ini sebenarnya lazim terjadi di kalangan perempuan muda yang baru berumur awal 20-an seperti saya, yakni patah hati.

Sahabat saya sudah menjalani hubungan dengan pacarnya selama kurang lebih setahunan. Tapi saya mengetahui bahwa mereka sudah cukup dewasa dan serius antara satu dengan yang lain. Walaupun banyak rintangan dan terdapat beberapa visi yang berbeda di antara mereka, pada awalnya hubungan mereka berjalan sangat lancar. Sampai akhirnya ketika ia bercerita pada saya dan sahabat kami yang lain bahwa ia sudah putus, kami semua-pun kaget.

Putus cinta memang klise dan wajar terjadi dalam setiap hubungan antarpasangan. Banyak di antara kita yang berpikir, "Yaelah putus doang. Cari aja lah yang lain. Toh, banyak ikan di laut". Iya memang banyak ikan di laut, tetapi tidak mudah mendapatkannya begitu saja, kan? Tetap harus disertai usaha. Dari cerita sahabat saya, saya mengakui banyak penyebab putus cinta yang berkisah sama dengan teman saya yang lain ataupun dengan saya sendiri.

Kami sebagai sahabat tentu dengan senang hati menerima keluh kesah serta luapan emosi dari sahabat saya yang baru putus itu. Apa yang tidak dapat disampaikan ke pacarnya, kami suruh meluapkan amarahnya saja pada kami. Karena wanita hanya butuh didengar dan dimengerti, dengan itupun sudah membuat dia tenang.

Ketika sedang panas-panasnya meluapkan emosinya karena baru saja putus, banyak pertanyaan yang terlontar dari mulutnya. Hal-hal yang dia tidak kira sebelumnya akan terjadi, pada akhirnya semua telah terjadi dan itu cukup membuat dia shock. Saya juga sangat mengerti apa yang dia rasakan karena sempat berada di posisinya. Jujur saja, saya pun pernah mempertanyakan hal yang sama.

1. Kenapa sih putusnya mendadak, padahal minggu lalu baik-baik saja dan tidak ada masalah?

Masalah putus cinta kadang terjadi mendadak dan tentu tidak direncanakan. Siapa sih yang mau putus? Tentu tidak ada. Pertanyaan ini kurang lebih sama seperti, siapa sih yang mau terserang penyakit? Tentu tidak ada orang yang mau sakit juga. Biasanya sakit juga datang mendadak, sama seperti putus cinta bukan?

Biasanya putus cinta disebabkan oleh puncak masalah yang "terkesan" sudah berlarut-larut, sampai salah satu dari orang yang berpasangan tersebut sudah terlalu lelah hingga merasa menyerah. Tidak ada yang mau mengalah antara satu dengan yang lain. Jika dalam satu hubungan hanya ada satu orang yang berjuang sedangkan yang lainnya tidak, tentu akan sangat melelahkan.

Masalah menumpuk yang "sempat" sudah selesai itu akan kembali tersulut api jika ada salah satu pihak yang memancing atau mengungkitnya. Ketika "momen" putus itu "datang", mungkin inilah waktu yang tepat karena keduanya sudah terlalu lelah untuk mempertahankan hubungannya, dan mulai sadar bahwa hubungan ini sudah tidak sehat saking seringnya mereka berkonflik.

Disini sahabat saya mengakui bahwa permasalahan berawal dari bulan September 2016. Kemudian timbul masalah-masalah lain yang saling menumpuk akibat ego masing-masing. Lalu karena satu dan lain hal, masalah tersebut lama kelamaan menjadi seperti sebab-akibat. Dan pada akhirnya mereka saling mempertanyakan apakah hubungan ini masih ingin dipertahankan atau tidak.

2. Mengapa dia dengan mudah merelakan kita pergi? Padahal sudah banyak kenangan yang tercipta, mengapa dia tidak mempertimbangkannya?

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline