Fenomena pandemi Covid 19 pada ahun 2020 sebagai tahun yang sangat berbeda dari tahun-tahun sebelumnya. Tak dapat dipungkiri sejak WHO mengumumkan pada tanggal 11 Maret 2020 terkait perubahan status PHEIC menjadi pandemic, setelah terjadinya peningkatan yang sangat signifikan pada jumlah laporan kasus dan jumlah kematian akibat virus Novel Coronavirus (COVID19) di berbagai belahan dunia ( World Health Organization (WHO), 2020) telah memberikan dampak yang besar terhadap segala aktivitas khsusnya dalam perekonomian. Seperti diketahui bahwa sebelum menjadi pandemik, virus ini mulanya terjadi di Kota Wuhan, Provinsi Hubei, Cina pada bulan Desember 2019 (Machmud, 2020).
Seperti diketahui Covid-19 telah membawa Perekonomian seluruh dunia terjerat dalam resesi termasuk Indonesia. Ekonomi Indonesia dari momentum pertumbuhan yang cukup tinggi, dengan rata-rata 5% per tahunnya, dan merupakan yang ketiga tertinggi di antara negara-negara G20 pada akhir 2019, harus mengalami kontraksi.
Pada kuartal I 2020 pertumbuhannya melambat ke +2,97%, lalu pada kuartal II menjadi -5,32%, yang terendah sejak krisis ekonomi 1998. Pertumbuhan ekonomi triwulan III 2020 terkontraksi sebesar 3,5 persen, mengalami perbaikan dibandingkan triwulan sebelumnya dan sejalan dengan proyeksi Kementerian PPN/Bappenas pada kisaran -2,7 sd --3,6 (-3,0) persen (Bank Indonesia, 2020).
Faktor yang menjadi pendorong perbaikan adalah relaksasi penerapan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) di berbagai wilayah. Sebagian aktivitas masyarakat, seperti aktivitas perkantoran, produksi, dan pariwisata dapat mulai berjalan kembali, meski masih di bawah kondisi sebelum pandemi. Kembali terkontraksinya pertumbuhan ekonomi memastikan Indonesia mengalami resesi.
Dalam rangka pemulihan ekonomi karena pandemic Covid-19, selain kebijakan pemulihan berjangka pendek seperti penanganan kesehatan dan bantuan sosial, perlu ada langkah pemulihan berjangka panjang. Stimulus ekonomi jangka panjang ini diperlukan untuk mendorong pertumbuhan ekonomi jangka panjang dan meningkatkan kapasitas untuk meningkatakan resiliensi terhadap potensi terjadinya krisis di masa yang akan datang.
Upaya ini juga dapat diarahkan untuk mendukung upaya pembangunan berkelanjutan termasuk di dalamnya mitigasi perubahan iklim. Kebijakan jangka panjang yang berupa stimulus ekonomi dapat sekaligus sebagai korektif terhadap pendekatan pembangunan selama ini. Di sektor energi, pemulihan ini juga sedapat mungkin dapat mendukung ketercapaian Sustainable Development Goal di bidang energi dan mendorong ketercapaian target nasional seperti bauran energi nasional dan intensitas energi.
Sebagai salah referensi upaya pemulihan adalah economic recovery pasca krisis 2008-2009. Walaupun tidak ada krisis yang sama, akan tetapi ada lesson learned yang bisa diambil dari pemulihan pasca krisis tersebut. Menilik dari upaya pemulihan dari krisis ini, sektor energi, khususnya efisiensi energi, dapat berkonstribusi dalam upaya pemulihan ekonomi paska krisis.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H