Lihat ke Halaman Asli

Masyarakat Madura Memaknai Pernikahan

Diperbarui: 16 Mei 2016   09:01

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Pernikahan dapat diartikan sebagai suatu ikatan janji suci antara laki-laki dan perempuan yang berikrar untuk saling menyayangi dan mengasihi dengan cara yang sah menurut agama (Islam). Kemudian selepas ikrar (akad) tersebut mereka berdua akan dinyatakan sah menjadi pasangan suami-istri dan halal satu sama lain. Janji saling mengasihi dan menyayangi di sini tidak hanya tejadi kala meraka senang dan bahagia. Namun, disaat susahpun meraka dituntut untut tetap setia pada janji semula meraka.

Nikah atau pernikahan merupakan sunnah rasul (Annikahu Sunnatii)yang bisa diikuti dengan syarat kita mempunyai sederet kemampuan. Seperti wathi’, membayar  maskawin, dan juga mampu membiayai dan mengurusi semua perkara-perkara atau urusan yang berhubungan dengan kehidupan berkeluarga kelak. Misal biaya hidup seharia-hari, yang meliputi biaya makan dan minun, pakaian yang layak dikenakan, dan lain hal. Jika seandainya tidak mampu melaksanakan itu semua, maka kesunnahan tersebut akan hilang dan akan berubah menjadi makruh. Kemudian kita dianjurkan untuk menunda pernikahan sampai kesunnahan itu kembali.

Pernikahan bukanlah suatu hal yang bisa dianggap biasa saja dan sepele. Karena dalam pernikahan, kedua orang yang telah berikrar tersebut (laki-laki dan perempuan) dituntut untuk bisa menjaga keharmonisan rumah tangga yang akan dijalaninya kelak. Untuk mendapatkan keharmonisan itu tidaklah mudah, sebab dalam perjalanannya, pasangan suami-istri pasti tak akan luput dari kata bertengkar. Maka dari itu, penting kiranya pasangan suami-istri saling membuka diri dan memahami satu sama lainnya, dalam artian tidak egois. Dengan begitu keharmonisan dalam rumah tangga akn tetap terjalin.

Nikah dalam pandangan Madura

Masyarakat Madura, sebagai bagian dari peradaban manusia juga melaksanakan ritual atau akad yang disebut pernikahan guna melestarikan dan melanjutkan peradaban orang-orang Madura. Dalam proses pernikahan tersebut masyarakat Madura tidaklah berdeda jauh dari masyarakat lainnya yang juga mengedepankan aspek agama, mulai dari lamaran sampai pada akad. Disamping itu pula, sebagai masyarakat yang mengharagai peninggalan leluhur-leluhur mereka, masyarakat Madura tidak menghilangkan aspek-aspek tradisi yang melakat pada kebudayaan mereka.

Pernikahan dalam pandangan orang Madura bukahlah perkara yang mudah dan gampang. Untuk melaksanakan satu pernikahan saja, mereka biasanya mempunyai persiapan yang begitu lama. Sebab, pernikahan adalah perkara yang sakral dan mungkin hanya terjadi satu kali dalam hidup mereka. Oleh karena itulah, segala macam hal yang sekiranya diperlukan dalam pernikahan nanti mesti dipersiapkan diawal-awal. Dimulai dari mempersiapkan daftar tamu yang ingin diundang, sajian yang akan dihidangkan, dan tak ketinggalan adalah pertunjukan (hiburan) untuk menghibur para undangan yang hadir.

Pada saat hari pernikahan tiba, orang tua dan sebagian tetangga yang diminta pertolongan, biasanya membuat berbagai macam adonan yang akan diberikan kepada kedua mempelai dan juga para tamu yang hadir. Seperti membuat adonan Palotan, Tettel-Dudul, Lemper Guring, dan lain sebagainya. Begitu pun dalam urusan hiburan, para orang tua akan merasa malu jika dalam pernikahan anaknya tidak ada hiburan yang bisa ditampilkan. Oleh karena itu, mereka biasanya mengundang atau menyewa grup Ludrul atau Tayub untuk memeriahkan acara pernikahan tersebut.

Hidangan atau lebih tepatnya makanan yang disjikan untuk para tamu tersebut bukanlah hidangan yang biasa, begitu pula dengan hiburan yang ditampilkan. Hidangan dan hiburan itu mengandung nilai-nilai kebaikan yang bisa kita petik dan ambil manfaat. Semisal Palotan, adonan tersebut dibuat dari beras ketan yang diolah menjadi makan has yang hanya ada pada waktu-waktu tertentu—seperti dalam pernikahan. Palotan yang siap dihidangkan sangat lengket dan sulit dipisahklan, namun itu tidak membuat kelezatan palotan menjadi berkurang. Karena itulah mengapa masyarakat Madura menyertakan Palotan dalam pernikahan, sebab mereka juga ingin anak yang menikah tersebut nantinya menjadi layaknya Palotan, yakni selalu lengket dan sulit dipisahkan. Bersambung....




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline