Lihat ke Halaman Asli

Mohammad Lutfi

Tenaga pengajar dan penjual kopi

Youtuber, Perlukah Memaki?

Diperbarui: 10 April 2020   15:58

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilustrasi gambar youtube | Sumber : freepik.com

"Pokoknya guys gua mau pulih Alucard. Kita buktikan, biar mereka tidak banyak bacot guys."

"Haduh sampah bangetlah pokoknya."

Petikan di atas adalah contoh petikan kata-kata dari salah satu youtuber di Indonesia. Bisa dilihat dan dibaca sendiri, sangat asyik kata-katanya. Bahasa gaul dicampur dengan sedikit memaki.

Sejak didirikan oleh Steve Chen, Chad Hurley, dan Jewed Karim tahun 2005 lalu hingga saat ini, youtube telah digandrungi banyak penggemarnya. Di Indonesia sendiri sudah banyak orang yang sukses menjadi youtuber macam Ria Ricis, Atta Halilintar, Raditya Dika, Jess No Limit dan youtuber lain. Dengan kesuksesan sebagai youtuber, pundi-pundi rupiah pun mengalir ke kantong-kantong mereka.

Melihat kesuksesan mereka, sepintas saya ingin menjajaki menjadi seorang youtuber juga, tapi tidak pernah terwujud. Sayang memang, tapi apa mau dikata saya lebih suka jadi penikmat daripada jadi kreatornya. Lebih suka dihibur daripada menghibur. Maka, jadilah saya sampai saat ini sebagai penikmat setia video di yuotube.

Baiklah kembali ke topik yang akan diulas. Dari kata-kata di atas kita bisa menilai, kiwari ini, seperti yang saya temukan pada sebagian youtuber (gaming, blog, dan tutorial) menggunakan kata-kata kotor dan kasar. Kata tersebut, dalam istilah bahasa disebut profaniti yang biasa digunakan untuk memaki. Makian sebagaimana fungsi bahasa pada umumnya, dapat berfungsi untuk mengungkapkan perasaan seperti kesal, marah, dan jengkel.

Masuknya kata makian ke dalam media, khususnya youtube membuat kata-kata tersebut naik daun dan familiar di telinga. Kata-kata yang dulu membuat saya ditegur dan dicubit oleh orangtua karena dianggap kurang santun justru seolah menjadi lumrah. Lumayan, karena kelumrahannya dapat mengurangi jumlah kata tabu dalam pembendaharaan kata.

Beberapa waktu lalu saya sempat iseng-iseng untuk menghitung berapa jumlah kata makian yang dikeluarkan oleh youtuber. Saya memilih dua youtuber dan semuanya youtuber gaming dengan jumlah penonton hampir 500 ribu penonton.

Pilihan tersebut dilakukan karena saya meyakini di masa pandemi virus corona orang-orang terutama anak-anak dan remaja akan sering bermain game dan menonton konten game. Durasi waktu tayang konten tersebut 14 menit dan 17 menit.

Dari hasil catatan saya, youtuber pertama menggunakan kata makian sebanyak 30 kata dan youtuber kedua sebanyak 24 kata makian. Jenis kata makian yang digunakan adalah kata sifat, benda, perbuatan dan hewan. Contoh kata yang sering keluar seperti kata anjing, asu, kampret, wedus, goblok, jancok, bodoh, gila, kurang ajar, gateli, fuck you, dan ngentot.

Dari hasil catatan tersebut, saya juga berpikir bagaimana kalau dalam sehari mengunggah dua hingga tiga konten di yuotube? Dapat kita hitung dalam satu channel youtube di atas sebanyak 24 kata makian dikalikan 2 menjadi 48 kata makian dalam sehari dan 1.440 kata makian dalam sebulan (30 hari). Data tersebut untuk satu chanel dengan dua unggahan dalam sehari dan bisa dihitung sendiri kalau misalkan ada 10 channel youtube yang seperti itu.

Oleh karenanya, sempat terbesit dalam pikiran saya sebuah pertanyaan sederhana, emang harus menggunakan kata makian dalam membuat konten youtube? Bukannya penikmat youtube ingin menonton video yang menarik dan kreatif bukan siaran kata makian yang sering terdengar? Namun, kemudian saya tepis sendiri pikiran itu dan berpikir barangkali itu ciri khas youtubernya agar dilihat orang.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline