Depok mengalami pertumbuhan penduduk dan kegiatan ekonomi yang signifikan selama beberapa tahun terakhir. Dalam melakukan kegiatan ekonominya, penduduk Kota Depok memanfaatkan sarana dan prasarana (sarpras) transportasi yang tersedia di Kota Depok.
Tingginya tingkat pertumbuhan penduduk dan kegiatan ekonomi yang tidak diimbangi dengan peningkatan kuantitas dan kualitas sarpras transportasi secara sepadan menyebabkan terjadinya kelangkaan (scarcity) sarpras transportasi.
Kelangkaan tersebut terwujud dalam terjadinya banyak masalah transportasi yang dapat dirasakan sehari-hari. Salah satu masalah transportasi yang umum dirasakan adalah terjadinya kemacetan di banyak ruas jalan di Kota Depok yang terjadi di banyak waktu.
Kemacetan tersebut dirasakan semakin meningkat, baik dalam hal jumlah ruas jalan maupun dalam hal intensitas/keseringan, seiring berjalannya waktu. Kemacetan tersebut kemudian mengambat pertumbuhan ekonomi serta mengurangi kenyamanan hidup penduduk Kota Depok.
Tiga proyek besar peningkatan kapasitas jalan raya Kota Depok diyakini dapat mengurangi kemacetan tersebut. Tiga proyek tersebut adalah pembangunan jalan tol Cinere-Jagorawi (Cijago) dan Depok-Antasari (Desari) yang sedang dilakukan oleh investor swasta serta pembangunan jalan layang Margonda-Kartini-Sawangan-Siliwangi (Markaswangi) yang akan dilakukan oleh Pemerintah Kota Depok.
Salah satu alasan dijalankannya ketiga proyek tersebut adalah untuk meningkatkan pasokan jalan raya Kota Depok sehingga memenuhi rasio ‘ideal’ dimana luas jalan raya adalah sekitar 15-25% dari luas wilayah perkotaan.
Selain itu, salah satu alasan spesifik dibangunnya jalan layang Markaswangi adalah untuk menghilangkan perlintasan sebidang kereta api di Jl. Dewi Sartika. Rencana pembangunan jalan layang Markaswangi patut mendapat perhatian luas dari publik mengingat ia akan dianggarkan dari APBD dengan nilai yang luar biasa besar, yaitu 700 miliar rupiah. Sebagai gambaran, angka tersebut adalah sekitar 35% dari APBD Kota Depok tahun 2015 yang bernilai 2 triliun rupiah.
[caption caption="Sumber: indorayanews.com"][/caption]Usangnya Gagasan Peningkatan Kapasitas Jalan Raya
Peningkatan kapasitas jalan raya dalam rangka meningkatan pasokan sarpras transportasi serta meningkatan kegiatan ekonomi kota adalah tindakan klasik yang di era modern setidaknya diinisiasi dari dicetuskannya gagasan ‘Ville Radieuse’ oleh perencana kota Le Corbusier pada tahun 1924. Gagasannya kemudian berkembang pesat dan menyebar ke seluruh dunia.
Di negara-negara Barat, pengembangan dan pelaksanaan gagasan Le Corbusier mulai berhenti pada dekade 1970-an ketika ditemukan amat banyak kekurangan dari pelaksanaan pengembangan kota yang didasarkan atas pengembangan gagasannya. Peningkatan kapasitas jalan raya ternyata tidak pernah mampu memenuhi permintaan (demand) penggunaan jalan raya.
Beberapa waktu setelah kapasitas jalan raya ditingkatkan melalui pelebaran jalan ataupun pembangunan ruas jalan baru, jalan raya tersebut dipenuhi kendaraan lagi sehingga kemacetan kembali terjadi. Di kemudian hari diketahui bahwa peningkatan kapasitas jalan raya menciptakan permintaan terinduksi (induced demand).