Tax amnesty atau yang lebih dikenal pengampunan pajak ialah suatu pemberian keringan terhadap tarif pajak yang jauh lebih rendah dibanding tarif umum atas pajak yang tidak/kurang dibayar pada sebelumnya dan pembebasan wajib pajak dari tuntutan pidana pajak. Adapun alasan tax amnesty dilakukan karena empat alasan yaitu: maraknya aktivitas underground economy atau penggelapan pajak (tax evasion), pelarian modal ke luar negeri (capital flight), rekayasa transaksi keuangan, serta politik penganggaran untuk menghadapi kontraksi anggaran negara yang sedang terjadi.
Salah satunya Italia. Negeri yang menara miring itu telah menerapkan tax amnesty untuk merepatriasi (memulangkan) dana yang ditempatkan wajib pajak di luar negeri. Lain lagi dengan Afrika Selatan. Negeri tersebut menerapkan tax amnesty untuk tujuan rekonsiliasi nasional. Sedangkan India menerapkan kebijakan serupa untuk merepatriasi dana dan mendorong agar underground economy atau kegiatan ekonomi informal kian sempit ruang geraknya. Dan masih banyak negara lain yang menerapkan kebijakan yang sama dengan alasan tertentu yang pastinya menurut kesepakatan dan keyakinan bahwa dengan tax amnesty ini dapa menguntungkan negaranya.
Adapun alasan dasar dari pemerintah untuk mencanangkan tax ratio di Indonesia ialah jika pertumbuhan ekonomi meningkat (positif) maka penerimaan pajak dan tax ratio seharusnya juga meningkat. Artinya, pertumbuhan penerimaan pajak seharusnya lebih tinggi dari pertumbuhan ekonomi.
Pemerintah berpendapat penurunan tax ratio selama ini di tengahtengah pertumbuhan ekonomi yang positif disebabkan karena banyak wajib pajak yang tidak membayar pajak. Oleh karena itu, diperlukan tax amnesty untuk menghapus dosadosa pengemplang pajak, dan penerimaan pajak serta tax ratio dengan sendirinya akan meningkat. Meski tax amnesty dapat menjadi sumber pendapatan bagi negara dengan cepat namun tax amnesty ini dapat mengingkari keadilan karena dengan diberlakukannya tax amnesty maka ada pihak lain yang dirugikan dan merasa tidak adil mengingat tarif tebusan tax amnesty ini begitu rendah sekali, yaitu hanya 2 persen, 4 persen atau 6 persen (tergantung kapan pelaku mendaftarkan permohonan tax amnesty.
Jadi, semakin cepat permohonan tax amnesty maka semakin rendah tarif tax amnesty). Jika si pemohon melakukan repatriasi (mengembalikan dana dari luar negeri ke Indonesia) justru tarif tebusannya dipotong 50 persen sehingga menjadi 1 persen, 2 persen atau 3 persen saja. Tarif ini sungguh mendustai arti keadilan. Bayangkan saja, tarif PPh karyawan yang selama ini patuh membayar pajak dikenai pajak tertinggi hingga 30 persen. Tetapi, bagi mereka yang tidak patuh membayar pajak selama ini dapat diberikan pengampunan dan hanya dikenai tarif tebusan maksimum 6 persen.
Ini sungguh sangat tidak adil bagi mereka yang selama ini membayar pajak dengan patuh. Melihat ilustrasi tersebut, kita harus dapat merefleksi mana yang lebih baik demi kepentingan nasional, mendukung ataukah menghentikan tax amnesty tersebut? Karena seperti yang kita ketahui selain asumsi yang berdampak positif tax amnesty ini juga amat sangat riskan terhadap dampak negatif yang ditimbulkan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H