Siapa yang tidak tahu kota Jakarta ? Selain sebagai ibu kota dari negara tercinta kita ini, Jakarta juga memiliki banyak sekali destinasi sejarah yang tersebar hampir disetiap sisi kota Jakarta. Dengan luas wilayah 664,01 km persegi, Jakarta memiliki lebih dari 47 museum, 600 unit cagar budaya dan empat pulau yang dijadikan cagar budaya.
Sebagai wilayah yang dulunya adalah pelabuhan fenomenal dan diperebutkan kekuasaanya selama masa penjajahan, Jakarta tentu saja tidak bisa dipisahkan dari sejarah kebahariannya.
Seperti yang sudah disebutkan, sejarah dan kebudayaan kebaharian Jakarta seharusnya dapat menjadi daya tarik yang lebih dibanding jejak sejarah lainnya.
Saat ini, jejak sejarah dan peninggalan kebaharian kota Jakarta tersimpan dalam kawasan museum bahari yang terdiri dari Museum Bahari, Menara Syahbandar dan Gudang VOC. Tidak hanya dalam kawasan museum bahari, masih banyak lagi jejak sejarah dan budaya kebaharian yang tersebar di pesisir Jakarta, salah satunya Rumah si Pitung di Marunda.
Selain wujud material seperti benda peninggalan, bangunan dan informasi sejarah, jejak kebaharian Jakarta juga ada pada budaya dan masyarakatnya.
Ecomuseum bertujuan untuk mengenalkan konsep museum dengan cara memperluas fungsi sosialnya dengan menggabungkan warisan budaya museum dengan komunitas masyarakat, sehingga akan tercipta kesamaan ruang antara warisan budaya dengan masyarakat.
Bicara mengenai masyarakat yang berkaitan dengan jejak kebaharian, tentu saja yang pertama kali dapat dipikirkan adalah masyarakat yang bermukim ditepi teluk Jakarta. Tanjung Priuk, Muara Baru, Muara Angke, Dadap dan Marunda merupakan daerah yang banyak dihuni oleh nelayan.
Minimnya perhatian membuat nelayan Jakarta masih melakukan kegiatan mereka secara tradisional dan seadanya. Mulai dari perahu yang digunakan, metode penangkapan hasil laut dan pengolahan hasil laut. Hal ini menjadikan Nelayan Jakarta sebagai kekayaan bahari non material yang keberadaannya sangat penting untuk diperjuangkan.
Saat ini, kondisi nelayan Jakarta saat ini sedang tidak baik-baik saja, rentetan kebijakan untuk para nelayan dan pembuangan kawasan pesisir yang hanya menguntungkan pihak tertentu saja membuat nelayan terancam harus merelakan mata pencaharian dan wilayah tempat tinggal mereka.
Jika hal ini terus berlanjut, maka kota Jakarta akan mirip dengan cerita malin kundang yang mengisahkan tentang seorang anak yang melupakan ibunya, seperti Jakarta yang lupa akan asal-usulnya.
Oleh karena itu, keberadaan ecomuseum dapat dijadikan langkah awal untuk mengedukasi masyarakat sekitar mengeni sejarah, budaya, serta identitas keberadaan mereka di Jakarta .