GMO (Genetically Modified Organism) entah bagaimana mampu membawa hawa aneh bin ajaib di telinga kita. Tentu saja karena dampak negatif yang digambarkan horor, selain karena memang bahasa asing yang digunakannya. GMO sering menjadi sebutan bagi organisme transgenik, organisme hasil rekayasa genetika. Rekayasa genetika melibatkan pemotongan dan atau penyisipan/pemindahan DNA pada organisme tertentu ke organisme lainnya, tentunya tidak terjadi secara alami. Jadi bisa saja kita memotong DNA kacang panjang dan menyisipkannya pada DNA kacang kapri, sehingga kacang kapri memiliki polong sepanjang polong kacang panjang, bisa saja.
Tanaman transgenik di Indonesia bermula pada 1999 ketika PT Monagro Kimia melakukan uji coba penanaman kapas transgenik di atas lahan seluas 10.000 hektar di Sulawesi Selatan. Saat itu Monagro berencana menebar benih kapas transgenik Bolgart (Bt-cotton) (kapas transgenik yang diklaim mempunyai kualitas yang bagus) produksi Monsanto, perusahaan agribisnis yang berpusat di Creve Coeur, Missouri, Amerika Serikat. Namun pada kenyataannya mengalami kegagalan karena menyebabkan tanaman lain terserang hama dan merusak ekosistem, hingga akhirnya pada tahun 2003, Departemen Pertanian menarik benih tersebut dari Sulawesi Utara (Adlhiyati, 2009).
Keuntungan dari Rekayasa Genetik
GMO’s sebagai hasil dari intektualitas manusia sudah pasti memiliki kelebihan. Keuntungan pangan hasil rekayasa genetika antara lain meningkatkan efisiensi dan produktivitas, nilai ekonomi produk, memperbaiki nutrisi, nilai palatabilitas dan meningkatkan masa simpan produk (Adlhiyati, 2009). Beberapa tanaman transgenik dalam bidang pertanian, seperti halnya dengan jagung Bt, dimana jagung ini disisipi gen bakteri Bacillus thuringiensis yang mampu memproduksi kristal protein untuk membunuh serangga pengganggu sehingga jagung ini lebih tahan terhadap serangan hama. Kemudian ada juga tomat Flavr Savr. Tomat memiliki masa simpan yang cukup singkat, maka untuk mengatasi itu disisipilah tomat dengan gen dari E. Coli (bakteri yang terbentuk secara alami dalam usus mamalia) disebut kan(r), untuk menghindari pelunakan pada tomat. Selain itu ada juga Golden Rice, padi yang disisipi gen untuk memproduksi beta karoten sehingga meningkatkan nilai nutrisi beras. pun ternyata setelah diuji tidak hanya memproduksi beta karoten, tetapi juga lutein dan zeaxanthin, dua senyawa yang belum diketahui pengaruhnya terhadap kesehatan (Karmana, 2009).
Siapa tak mengenal penyakit Diabetes Melitus? Penyakit pada manusia yang disebut juga sebagai kencing manis ini disebabkan karena pankreas tidak mampu memproduksi hormon insulin yang dibutuhkan manusia. Akibatnya kadar gula dalam tubuh penderita mengalami peningkatan. Penyisipan DNA yang berasal dari pankreas manusia pada DNA bakteri E. Coli mampu menghasilkan insulin dalam waktu yang cukup singkat dan jumlah yang mencukupi. Ini menjadi alternatif, karena sebelumnya hormon insulin hanya didapatkan dari ekstraksi pankreas babi atau sapi, pun hormon yang dihasilkan sedikit.
Kewaspadaan terhadap GMO
Kesehatan manusia dan keamana lingkungan sudah pasti menjadi pertanyaan pada setiap kebaruan teknologi, begitu juga pada GMO. Resiko yang perlu diperhatikan dari pengembangan GMO’s antara lain: memungkinan terjadinya gangguan pada keseimbangan ekologi, terbentuknya resistensi terhadap antibiotik, dikuatirkan dapat terbentuknya senyawa toksik, allergen atau terjadinya perubahan nilai gizi (Adlhiyati, 2009).
Tanaman transgenik juga diduga dapat menimbulkan kemungkinan alergi jenis baru akibat ditambahkannya protein tertentu ke dalam tanaman, misalnya pada kedelai transgenik yang diintroduksi dengan gen penghasil protein metionin dari tanaman brazil nut, diduga menimbulkan alergi terhadap manusia (Karmana, 2009). Namun respon terhadap alergi pada setiap manusia berbeda.
Tanaman transgenik, bagi lingkungan dianggap memiliki dampak buruk bagi spesies lain yang ada dalam lingkungan tersebut. Anggapan ini salah satunya diakibatkan karena kasus kupu-kupu Monarch. Pada kasus ini, para peneliti menemukan bahwa sebanyak 40% kupu-kupu mati setelah memakan serbuk sari Bt-11 yang merupakan jagung transgenik, ditemukan pula terjadinya peningkatan tingkat kematian dan pertumbuhan dari kupu-kupu ini yang melambat (Adlhiyati, 2009). Tentunya kita tidak ingin ada makhluk hidup yang terancam punah hanya karena manusia yang cenderung antroposentris kan?
Manusia yang Memenuhi Kebutuhan
Benar apabila disebutkan bahwa teknologi ada untuk memudahkan manusia memenuhi kebutuhannya. Dengan setiap resiko yang diambil dan keuntungan yang didapat dari produk transgenik, sudah selayaknya kita lebih bijak dalam menentukan pilihannya. Akankah menguntungkan di satu sisi namun menegasikan keberadaan makhluk lain sebagai bagian dari lingkungan tempat hidup kita?