Lihat ke Halaman Asli

Harga Elpiji Bukan untuk Dipermasalahkan, Tapi untuk Diselesaikan

Diperbarui: 24 Juni 2015   03:06

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Konversi minyak tanah ke gas elpiji yang dilancarkan pemerintah pada tahun 2007 bisa dibilang sukses. Karena dalam kurun waktu kurang dari 10 th masyarakat di negri ini telah benar-benar beralih menggunakan gas elpiji. Minyak tanah pun semakin langka dan hilang dari peredaran dan masyarakat saat ini juga telah ketergantungan dengan gas elpiji.

Namun selama kurun waktu 10 th banyak masalah-masalah yang timbul mengenai gas elpiji. Masalah kelangkaan gas elpiji yang sering terjadi dan juga masalah yang sedang kita hadapi saat ini yaitu kenaikan harga gas elpiji adalah salah satunya. Masalah ini sudah terjadi dan dibiarkan berlarut-larut tanpa keputusan yang jelas dari pemerintah. Hal ini semakin semakin mencekik masyarakat kecil. Mereka yang telah mengandalkan gas elpiji sebagai sumber penghidupan semakin merasa dirugikan.

Harga gas elpiji 12 kg di pasaran telah mencapai angka Rp 117.000 kenaikan mencapai 47 rb. Meroketnya harga gas elpiji ini akan mempengaruhi produktifitas usaha-usaha menengah kebawah karena biaya produksi juga naik. Sedangkan mereka khawatir jika menaikkan harga jual akan mengurangi konsumen yang datang.

Namun masyarakat tidak akan bisa menghindari gas elpiji meski harganya meroket tajam. Hal inilah yang sangat mereka sayangkan, karena minyak tanah juga sudah sangat langka di pasaran. Berapapun harganya masyarakat akan tetap membelinya. Mungkin hal inilah yang dimanfaatkan pertamina dalam menaikkan harga gas elpiji.

Kita seperti mengalami kembali derita monopoli perdagangan pada masa penjajahan. Yang membedakan hanya status kita yang sekarang ini adalah negara merdeka, sedangkan dulu kita masih dijajah. Namun istilah merdeka ini menjadi samar lantaran masalah yang kita hadapi saat ini sama dengan masalah saat kita masih dijajah.

Untuk apa Indonesia merdeka jika tidak dapat mengurus urusan rumah tangga kita sendiri, kalimat ini menjadi lazim di telinga kita rakyat Indonesia. Namun jangan biarkan kalimat ini berdengung lebuh keras lagi di telinga rakyat. Jadi segera selesaikan masalah gas elpiji ini. Bukan membiarkannya berlarut-larut seperti ini.

Kenaikan harga elpiji ini seharusnya bisa dikendalikan oleh pemerintah secepatnya. karena jika tidak hal ini dapat menyumbang tumbuhnya inflasi di Indonesia. Ditengah polemik pemilu yang belum rampung, Indonesia harus mengalami kepincangan ekonomi seperti ini. Hal ini juga akan menambah beban negara yang sedang carut marut birokrasinya.

Bahkan ada isu yang beredar bahwa kenaikan harga ini dipolitisasi oleh oknum politik demi mendompleng citra partai menjelang pemilu. Sungguh ironis para politikus mengumpankan rakyat demi kepentingan politik. Mereka mengorbankan kepentingan rakyat demi kepentingan mereka sendiri.

Sampai keadaan menjadi seperti inipun pemerintah belum mengambil tindakan yang berarti. Bahkan ada kesan mengelak dan saling tuding menuding menyalahkan satu sama lain. Apabila yang dilakukan pemerintah hanya sebatas ini masalah bukannya selesai malah menjadi lebih rumit. Bukankah alangkah lebih baiknya jika pemerintah mengesampingkan kepentingan politik dan terfokus pada apa yang diresahkan oleh rakyat.

Tidak penting lagi dalam situasi seperti ini masih tuding tudingan dan saling menyalahkan satu sama kain. Rakyat sudah semakin resah, masyarakat sudah semakin panik untuk apa masih saling menyalahkan. Pemerintah menjadi tidak berguna jika masalah seperti ini saja tidak dapat menyelesaikan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline