Lihat ke Halaman Asli

The Rise of Erzats Capitalism in GBK

Diperbarui: 26 Juni 2015   10:19

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

12934989681058201017

Pembangunan ekonomi via industrialisasi yang diluncurkan orde baru pada tahun 1980-an, ternyata hanya berdampak pada penurunan entepreneurship (jiwa kewirausahaan) masyarakatIndonesia, khususnya kaum pribumi. Derasnya serbuan perusahaan yang memiliki capital intensive (padat modal) menelan usaha kecil menengah yang nota bene labor intensive (padat karya). Akibatnya bisa ditebak, banyak pengusaha kecil dan menengah yang bangkrut karena tidak mampu bersaing dengan produk Industri besar yang lebih murah. Sementara anak-anak para pengusaha kecil dan menengah enggan meneruskan usaha orang tuanya. Memilih menjadi pegawai diperusahaan besar.  Jiwa enterpreneurship musnah. Indonesia menjadi negara "babu"! Dalam buku "The Rise of Erzats Capitalism in South East- Asia", Yoshihara Kunio menjelaskan bahwa croni capitalism , sangat mewabah di Indonesia.  Keberhasilan bisnis mereka diperoleh karena dekat dengan sumbu kekuasaan.  Para kapitalis kroni ini kemudian lazim disebut sebagai rent- seeker, pemburu rente. Derasnya arus bantuan untuk timnas PSSI karena kegemilangannya bermain di Gelora Bung Karno (GBK), karena ulah para birokrat- pengusaha yang numpang tenar, mengingatkan kembali pada tragedi busang pertengahan tahun 1990-an. Menurut catatan majalah tempo, pada februari 1995, Bre-X, perusahaan kecil dari Canada mengungkapkan ada sekitar 30 juta ton emas terkandung di Busang, kemudian orde  baru menggelembungkannya menjadi 40 juta ton emas. Dengan cepat saham Bre-X naik, menembus US$268 per saham. Masalah kemudian muncul, pemerintah dan rent-seeker nasional meminta bagian.  Nusamba, group milik Bob Hasan meminta bagian 30 %, sementara pemerintah meminta bagian 10%. Namun, pada 19 Maret 1997, Mike de Guzman, penemu deposit emas di Busang, bunuh diri. Meloncat dari heli copter. 21 Maret, tersiar kabar kandungan emas busang tidak sebesar yang diperkirakan. Saham Busang turun, hanya seharga US$ 2,5 per lembar. Wakil komisaris utama Bre-X, John Felderhof melarikan diri. Sementara mantan komisaris utama Bre-X, Danish Wals, meninggal karena stroke setelah kekayaannya disita. Saat sekarang, PSSI juga dalam keadaan seperti Busang. Kehebatan Timnas, menjadi sirna ketika bermain di Bukit Jalil. Para pedonor mungkin mulasi dongkol dalam hati. Pemerintah juga mulai mengeluarkan suara 1/2 optimis akan kemampuan PSSI memboyong piala AFF. Kata Alfred Riedl, tingkat posibilitas kita hanya 5 %! Sebagai warga Indonesia, saya pribadi tentu merasa optimis. PSSI masih mungkin menang dan membawa piala AFF pulang, tidak menjadi "pepesan kosong" ala Busang.  Namun sebagai pemerhati masalah ekonomi-politik, pasti sangat disayangkan bila saat ini pun kita masih memiliki pengusaha bermental rent-seeker. Bila tidak mau disebut rent-seeker, pengusaha besar berjuanglah dengan mengeluarkan produk sendiri. Bantulah olahraga lain bukan hanya sepak bola. Jadikanlah pengusaha kecil sebagai mitra agar bisa menjadi tuan di negeri sendiri. Di sini pasti diperlukan campur tangan pemerintah. Di Jepang, saya nyaris tidak pernah melihat produk Indonesia. Ketika pulang kampung naik Garuda, saya sedikit bangga.  Anak saya mendapatkan mainan cuma-cuma bertulis made-in Indonesia. Cuma sayang, ternyata cuma bungkusnya saja. Di bawah mobil-mobilan kecil itu jelas tertulis made-in China !




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline