Lihat ke Halaman Asli

Ceritaku Berjualan Koran

Diperbarui: 26 Juni 2015   03:43

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Berawal dari ketidakmampuanku membeli pulsa. Ini dikarenakan masa kontrak kerjaku yang habis dan tidak diperpanjang. Sistem kerja outsourcing membuat sebagian pekerja di Indonesia was-was.

Malam itu aku asyik bermain playstation bola bersama teman-temanku hingga tak terasa waktu menunjukkan pukul. 23.30 WIB. Aku menyudahi permainan dan pulang, sementara teman-temanku melanjutkan permainan. selang beberapa waktu dalam perjalanan pulang, tiba-tiba aku tersentak, teringat akan masa tenggang kartu prabayarku yang sudah memasuki hari terakhir. Tanpa pikir panjang aku tancap gas. Tak lama menyusuri jalan raya Kota Tangerang, aku berhenti pada sebuah counter pulsa. Kulihat uang dalam saku, hanya cukup membeli pulsa Rp.5000. Ada dua penjaga saat itu.

Kutuliskan nomer Hp ku pada buku tertera. Penjaga counter segera melakukan transaksi transfer pulsa. Tidak lama kemudian aku bertanya apa pulsanya sudah terkirim atau belum. Dia pun bertanya kembali "emang Hpnya ga dibawa?". Aku jawab "tidak dibawa". Lalu diapun menjawab "pasti sudah". Tapi batinku berkata ada yang tidak beres, sebab Hp yang digunakannya untuk transaksi diutak-atik. Saat aku tanya kenapa, dia menjawab "sedang menghapus inbox yang penuh". Kurang lebih begitu percakapan kami.

Sejak pertama aku turun dari motor dan melihat mereka, aku sudah tidak yakin pada keduanya. Mimik wajah mereka seperti penjahat yang mengisyaratkan kalau kedua penjaga counter tersebut tidak dapat dipercaya.

Tidak mau buang waktu, kubayar pulsa itu dan akupun melesat kencang menuju rumah. Sesampainya dirumah aku cek simcardku. Benar saja, pulsanya belum masuk dan masih dibawah Rp.100. Lalu aku membangunkan Bapakku yang sudah tertidur. Sambil plis-plis dan mengatakan kalau nomerku akan kadaluwarsa 15 menit lagi, aku meminta uang pada Bapakku "Maaf Bapak, ucapanku menyesal dalam hati" dengan penuh harap. Dan akhirnya diberi juga. Buru-buru aku pergi mencari counter. Mengingat sudah larut malam banyak counter yang tutup. Akhirnya kutemukan juga, agak jauh dari rumahku.

Sesampai di counter kira-kira waktu tinggal delapan menit. Aku minta isi ulang pulsa XL Rp.5000. Bukannya buru-buru diisi, malah si penjaga counter keheranan, karena menurutnya nomerku bukan XL tapi IM3. Ya aku maklumi, karena aku pernah mengalami itu sebelumnya. Terang saja penjaga itu mengira IM3 karena no XL ku 0859xxxxxxxx.

Waktu semakin habis. Lantas aku bilang "mas buruan isi, kartu saya sudah masuk masa tenggang terakhir, tinggal tujuh menit lagi". Penjaga yang satu nyeletuk " biar cepat pake voucher aja". Akhirnya diapun mengambilkan voucher Rp.10000, lalu dia menggosoknya. Saat akan isi ulang aku merasa janggal, ada yang berbeda dengan voucher itu. Jelegerrrr, dia salah kasih voucher, ternyata dari tadi tuh dia dengarnya esia. Owalah dasar ndak mudeng, berarti dari tadi dia ga connect. Penjaga ketiga masang muka ngeselin, pake bilang rese segala "yang jaga counter tiga orang". Waktu hampir habis, makin paniklah aku. Aku bilang "mas cepetan tinggal enam menit lagi nih". Dengan segera penjaga pertama mengisi nomerku dengan pulsa elektrik Rp.5000 setelah penjaga kedua mengisyratkan bahwa pulsa XL elektrik masih tersedia.

Alhamdulillah akhirnya pulsa itu masuk juga dan nomerku masa aktif lagi untuk tujuh hari kedepan dan masa tenggang untuk 20 hari mendatang. Tak sengaja pada saat yang bersamaan temanku sejak kecil baru pulang kerja dan mengisi pulsa ditempat yang sama, Rizki namanya. Kami pun pulang bersama.

Setelah kejadian itu aku belum mengisi XL ku beberapa hari atau dengan kata lain sampai masa aktifnya hampir habis dan mendekati masa tenggang. Aku memutar otak bagaimana caranya mendapatkan uang selagi aku belum mendapatkan panggilan kerja. Ternyata Allah SWT menolongku, terlintas nama temanku Imam. Awalnya ia seorang pedagang koran dengan lapak kecilnya. Namun tidak berjualan lagi karena telah bekerja pada sebuah perusahaan.

Kutelepon Imam malam itu juga dengan meminjam Hp Bapakku dan Beliau mengiyakan. Singkat kata Imampun mengiyakan niatku berjualan koran dan mengantarku ke agen tempat dulu ia mengambil eksemplar demi eksemplar untuk dijual. Kesepakatan dibuat dan aku mulai berjualan Senin, 11 Juli 2011.

Di pagi, hari pertamaku berjualan koran ku kayuh sepeda memoryku. Kusebut sepeda kesyanganku itu dengan sebutan memory bukan tanpa alasan. Bersama sepeda itulah memiliki kenangan indah ketika aku masih bekerja di Toko Jaya Raya, toko grosir pakaian dan karpet di Ruko tepat depan Pasar Anyar Kota Tangerang Banten selama 11 bulan. Terhitung mulai Jum'at, 2 Maret 2007 sampai Kamis, 3 Januari 2008.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline