Lihat ke Halaman Asli

Perempuan Hujan

Diperbarui: 20 Juli 2024   22:11

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

@kulturtava

Kenyamanan yang masih dirindukan. Hidupnya terlalu sangat lucu, karena terlalu lucu untuk menawarkan tawa saja sulit. Du du du du, terlalu bercanda bukan. Terlalu usil, yang sangat-sangat usil. 

Ia seperti perempuan hujan, dingin. Kesejahteraan dan tenang teduh seperti usaha menjaring angin. Ingin digapai tapi tak kunjung dapat. 

Kebisingan yang membatu, takkan pernah usai. Kepedulian yang mati, ia perempuan bodoh. Untuk apa menjadikan diri perempuan hujan, haruskah ia membatu untuk segala hal yang terjadi? 

Berulang kali berharap, berulang kali patah. 

Tanpa ujung. Tanpa jeda. Kekonyolan dua kepala merusak isi otak perempuan itu. Pada suatu malam, perempuan itu terlalu hambar dan ramai dengan pertanyaan demi pertanyaan yang menguasai kepala. 

La la la, perempuan itu ingin tertawa tapi apa daya. Ia terlalu kaku, tertuju pada hal-hal yang toxic. Pemikiran yang harus ENYAH! BODOH. 

Mestinya perempuan hujan itu, tidak merelakan tubuh dan pikiran mementahkan harapan untuk bahagia. Walau jalan terjal yang akan dilalui, perempuan hujan tidak boleh dan tidak harus ada pada kerumunan hujan. 

Pada suatu malam yang lain, perempuan hujan barangkali akan amnesia pada kisah-kisah duka yang pasti akan terjadi lagi. 

Dududududu, perempuan hujan itu akan kembali bisa tertawa dengan hujan yang menciptakan kenangan dengan segala huru-haranya. Biarkan saja! Karena tanpa adanya hujan, hidup tidak akan lengkap. Bukankah begitu!

***

Rantauprapat, 20 Juli 2024

Lusy Mariana Pasaribu




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline