Perempuan itu berkata: ah, sungguh sial aku ini. Ia merasa yang paling terluka, padahal ia sadar, lelah pun mengeluh, pada akhirnya juga tidak ada ketenangan.
Mengapa perempuan itu ingin diistimewakan? Jangan begitu, ada yang mengatakan pada perempuan itu.
Sampai hari ini pun, menjelang penghujung tahun ketika ia masih menderita banyak perempuan lain yang juga menderita. Perempuan itu terlalu mudah terprovokasi atas kebisingan-kebisingan yang ada di sekitarnya.
Ini terlalu sakit.
Bahkan untuk berpura-pura tidak dengar dan berpura-pura tidak melihat itu sulit. Karena ini adalah kisah yang berulang dan cerita yang sama setiap tahun. Ini lebih dari sekedar ditinggalkan dan meninggalkan.
Hidup tapi tidak hidup. Mati tapi tidak mati.
Ada di pekuburan sepi. Ia seorang perempuan yang terdampar sepi. Tenang teduh seakan dimakamkan oleh hutan-hutan mati. Perempuan itu tidak merdeka bahkan untuk dirinya sendiri. Ia seperti daun layu yang diterbangkan angin, lagi-lagi gagal menghidupi apa yang yang ia tulis. Dasar perempuan.
Sudah terlalu banyak, chapter duka yang ia lalui. Berlaksa-laksa padang ilalang yang tumbuh, barangkali setelah kematian pun ilalang itu akan tetap ada.
Perempuan itu patah hati, tak lagi terhitung cerita yang terlalu berbahaya tlah ia lakoni. Perempuan itu seolah kehabisan cinta, tidak ada rumus kebahagiaan.
Ini semua tentang luka.