Seperti saat ini, perempuan itu diliputi kekhawatiran yang beralasan. Ini tentang harapan yang disemogakan olehnya. Entah apa dan bagaimana, ia kepayahan untuk mendapatkannya. Ia memikirkan tentang keterbatasan yang melekat di diri, disabilitas bukanlah suatu kesalahan. Tak pernah ia ingin menjadi seperti itu.
Perempuan itu bertanya, apakah kelemahan fisik itu dosa? Sering diabaikan, dianggap tak ada. Diragukan tanpa dasar yang pasti.
Bagaimana pun, perempuan itu harus berusaha menghidupi bahagia di segala kekurangan. Berbangga dengan hidup yang masih ada. Berdamai dengan keadaan, walau demikian menyulitkan. Namun, tidak berdamai dengan keadaan, itu jauh lebih sulit. Terbukti, perempuan itu pernah memiliki niat bunuh diri.
Bukanlah suatu kesalahan, jika perempuan itu tetap berharap ada keajaiban terhadap hal-hal yang disemogakan. Ia sadar bahwa tak akan bisa memaksakan skenario perjalanan hidup, berserah penuh pada pemilik hidup. Karena ini adalah sejarah hidup bagi perempuan itu, dan kebimbangan raguan tak boleh menduduki jiwa dan pikiran terlalu lama.
***
Rantauprapat, 31 Agustus 2022
Lusy Mariana Pasaribu
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H