Lihat ke Halaman Asli

Perempuan yang Harus Melunasi Kewajiban

Diperbarui: 20 Februari 2022   19:10

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

@kulturtava

Perempuan itu sakit tapi sehat, panas tapi dingin, kemarau tapi hujan. Terlalu membiarkan diri dalam teka-teki. Dipaksa untuk menerima ketidakadilan. Berkata ya untuk tidak, berkata tidak untuk ya.

Saat tangis perempuan itu harus diredam. Di bawah guyuran shower kamar mandi, seolah ia mandi ternyata menangis tersedu, hingga ingusan dan kepala berdenyut tak karuan. Tangis perempuan itu jadi tak terdengar. Memilih dipadamkan dari pada bertengkar dengan pengusik.

Hingga wajah memerah, perempuan itu meluangkan waktu menghabiskan detik, menit, hampir beberapa  jam berada di bawah terik matahari untuk menjauh dari kebisingan yang terdengar. Tak nikmat sama sekali.

Sebenarnya perempuan itu ingin keluar, menyembuhkan luka lara. Ia sedang terluka, tidak baik-baik saja. Namun, sadar tak ada teman atau tempat yang bisa dituju. Tak ada penerimaan yang akan didapat.

Lelah, berkata pada diri sendiri, ingin ISTIRAHAT lebih dulu. Lantas sadar, bukan ia yang punya hidup. Terlalu banyak kesalahan dan terlalu banyak dosa yang telah dicicipi.  Selagi masih bernafas, harus berbenah, esok belum tentu jadi milik perempuan itu. Ia harusnya melunasi kewajiban pada Sang Pemilik Hidup. Menjalani hidup dengan benar. Bertanggung jawab atas ketidakadilan hidup yang dijalani. Karena hidup punya kesusahan sendiri.

Perempuan itu harus melunasi kewajiban dengan benar. Perempuan itu punya Tuhan yang memiliki ketidakterbatasan dan tahu keterbatasan yang melekat di dirinya. Tamparan kata-kata yang seringkali didapati perempuan itu akan reda, jika berdamai dengan keadaan dan diri sendiri.

Perempuan itu tidak dan tidak ingin menciptakan sinopsis yang berujung "Sad Ending" di memory yang ia punya. Dan sesungguhnya ia sadar, hidup yang masih dipunyai hari ini, tetap ada bagian yang mempesona dan itu pun pemberiannya Sang Maha.

***
Rantauprapat, 20 Februari 2022
Lusy Mariana Pasaribu




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline