Belum dua puluh empat jam berlalu, namun hari ini begitu sulit
Hambar dan hari ini, perempuan itu seperti Kupu-kupu yang tidak bisa terbang, patah.
Ada hujan di awal Februari perempuan itu
Pagi dan malam yang ia lalui tersesat bersama risau
Ia membeku
Tak mampu untuk berkata, bahkan untuk menangis sekali pun
Perempuan itu sadar, ia tidak berhak menuntut apa pun dan siapa pun.
Mungkin sepanjang malam ini, perempuan itu akan kedinginan
Basah oleh hujan luka duka
Hujan air mata
Seseorang berkata pada perempuan itu, itulah hidup.
Memilih untuk menepi
Kemudian, di hari-hari berikutnya, berharap ada hal baik yang terjadi
Ada cinta hari berikutnya
Dan perempuan itu mampu mengeja dan membaca bahagia.
Perempuan itu tidak ingin menciptakan gaduh yang payah
Ia harus menata hati
Merayu dan membujuk diri sendiri untuk bertahan dan kuat, terhadap hal-hal yang didengar dan yang dilihat
Mengabaikan dan mencoba tidak terlalu memikirkan sesuatu yang berujung rasa sakit.
Perempuan itu harus mampu berkata :
Siap laksanakan, untuk tidak mencemburui apa yang bukan bagian diri
Berharap esok, ada cinta untuk perempuan itu, walau hanya sedikit dan Februari yang basah tidak lagi memeluk diri.
***
Rantauprapat, 01 Februari 2022
Lusy Mariana Pasaribu
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H