Aku tahu aku terbatas. Namun, tidak benar jika aku mengharapkan penerimaan lebih terhadap keterbatasanku. Tak akan ada yang benar-benar memberikan penerimaan, tak akan ada yang benar-benar mengerti diriku kecuali diriku sendiri.
Saat ini, aku patah hati. Buatku menyenangi kesendirian. Memutar lagu-lagu melankolis yang beraroma sendu, bukan berarti aku melakukan hal-hal unfaedah. Aku tak akan putus asa, harus miliki kesadaran hati bahwa aku mampu berjuang dan menjadi perempuan dewasa yang bertumbuh dengan riap.
Ah, entahlah. Sungguh aku takut, tapi memelihara ketakutan yang berlebih pun hanya akan menyusahkanku. Hari ini memang tidak ada cinta. Hari ini tidak ada cerita yang manis, belum tentu dengan besok atau lusa bukan. Hari ini memang seperti hari kemarin, sejarah yang tidak ingin kurasakan lagi-lagi mengunjungi ingatanku. Aku patah tapi aku tidak ingin membunuh kesehatan perasaanku.
Mengapa aku seberperasaan ini?
Mengapa aku serapuh ini?
Karena aku perempuan dewasa yang terbatas yang membutuhkan ketidakterbatasan Tuhanku.
Kalau aku masih bernyawa hari ini, berarti tugasku belum selesai di muka bumi. Aku tidak ingin membunuh Tuhanku karena tidak berhasil menghambarkan diri dari dosa yang merayu.
Ada atau tidak ada yang berbaris rapi untuk memberi penerimaan padaku, hari-hariku tetap harus kujalani. Aku adalah tuah rumah atas diriku sendiri, aku yang memilih untuk dikuasai apa. Dan aku memilih untuk berdamai dengan segala keberadaanku.
***
Rantauprapat. 27 Juli 2021
Lusy Mariana Pasaribu
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H