Lihat ke Halaman Asli

Kita Telah Menjadi Sejarah

Diperbarui: 9 Maret 2021   00:00

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

@kulturtava


Tak ada kesediaan untuk menerima. Mau tak mau, harus melarikan diri harapan untuk bersama. Sebuah cara melupa dilakukan, agar tidak tersesat di hutan sendu. Ya, kita telah menjadi sejarah.

Aku terjerat pada waktu yang malang, bagaimana tidak, sebelum ini, kamu yang datang dan ingin memasuki kehidupanku. Seketika, ada kebimbang raguan pada hatimu. Kamu mengasingkan aku dalam seketika. Kamu berkhianat pada harap yang kusemogakan. Kamu memaksaku, memaksa untuk tidak menjadikanmu hasrat untuk kumiliki.

Kamu pernah kujadikan sebagai aroma penghapus kenangan dari kisah laluku. Ternyata kamu pun memilih menjadi kisah laluku. Kembali aku menanggung duka kehilangan. Aku berharap, kamu akan merasakan apa yang kurasakan. Sakitnya ditinggalkan tanpa penjelasan.

Aku merasa sedih dan gentar. Menjadi kecut dan tawar hati. Jangan lagi mengharapkan aku, itu katamu kepadaku. Nada datarmu, buat aku kembali pada hujan. Hujan air mata. Dan, kali ini, kamu benar-benar pertanyaan yang menyusahkanku. Karena sepertinya, aku tak mampu dan tak akan bisa mencairkan keterasingan yang ada di hati.

Aku diam tak bersuara lagi untukmu, ada kerapuhan yang tersisa darimu. Terdapat jurang yang tak terseberangi, kamu sungguh-sungguh merupakan ketidakpastian yang sempurna untukku. Kamu telah memberikan riwayat luka pada hatiku yang belum seutuhnya sembuh dari luka.

Terima kasih, kamu.
Seseorang yang sudah membuatku kembali pada kesendirian. Dan kita benar-benar telah menjadi sejarah.

***
Rantauprapat, 08 Maret 2021
Lusy Mariana Pasaribu




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline