Lihat ke Halaman Asli

Lusy Indria

planologi student

Permasalahan dan Peluang dalam Pengembangan Pertanian Industrial Berbahan Baku Buah Naga

Diperbarui: 20 Juni 2020   17:36

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ekonomi. Sumber ilustrasi: PEXELS/Caruizp

Buah naga adalah buah yang banyak menjadi bahan baku olahan. Untuk konsumsi yang tidak memerlukan mesin atau bantuan teknologi, buah naga biasa menjadi campuran salad atau diolah menjadi smoothies. Selain diolah menjadi keduanya, buah naga juga dapat diolah menjadi selai ataupun mie buah naga. Permasalahan yang terjadi di pengolahan buah naga berbasis teknologi adalah minimnya pemanfaatan teknologi dalam pengolahan buah naga ini. Petani buah naga umumnya menjual buah naga dalam bentuk buah segar kiloan tanpa mengolahnya ke dalam bentuk produk lain sehingga menaikkan harga jual dan dapat diolah menjadi produk yang bermacam -- macam dengan harga yang lebih variatif juga. Padahal, penjualan buah naga tidak hanya dinikmati pasar lokal namun juga hingga pasar mancanegara. Buah naga ini telah diekspor ke beberapa negara, seperti Australia.

Dalam industry.co, Presiden Joko Widodo mengatakan bahwa masalah industri pertanian tidak akan selesai jika menggunakan cara lama. Maksudnya, dalam peningkatan produksi baik kualitas dan kuantitas tidak akan terselesaikan jika tidak sesuai dengan gagasan dalam era industri 4.0. Menurut Presiden Joko Widodo, saat ini dibutuhkan kemampuan dan penerapan teknologi dalam peningkatan sektor pertanian. Dalam studi kasus yang dipilih yakni Strategi Pengembangan Produksi Buah Naga Merah (Hylocereus Polyrhizus) DI Kabupaten Sukoharjo (Studi Kasus Pada KUB "Pemuda Tani Sukoharjo" di Kecamatan Bendosari, Kabupaten Sukoharjo) oleh Joko Adiyanto, sebenarnya produksi buah naga dan penjualan buah naga cukup menjanjikan. Sebelumnya, metode dasar penelitian dalam studi kasus Strategi Pengembangan Produksi Buah Naga Merah (Hylocereus Polyrhizus) DI Kabupaten Sukoharjo (Studi Kasus Pada KUB "Pemuda Tani Sukoharjo" di Kecamatan Bendosari, Kabupaten Sukoharjo) oleh Joko Adiyanto menggunakan metode dasar penelitian deskriptif analitis. Sedangkan metode pengumpulan datanya turut melibatkan pihak -- pihak lain, misalnya dalam pennetuan lokasi studinya melibatkan Dinas Pertanian Kabupaten Sukoharjo. Untuk memperoleh data lebih dalam, penyusun menggunakan sampling dengan metode penentuan responden diambil dari anggotan kelompok tani setempat dengan teknik simple random sampling untuk mengambil 30 responden yang kesemuanya mengusahakan buah naga merah. Pemilihan responden dengan teknik simple random sampling atau acak ini memungkinkan seluruh kelompok tani memiliki kesempatan yang sama untuk dijadikan responden dan dipilih dengan cara undian. Pelibatan petani yang tergabung dalam kelompok usaha tani akan lebih akurat datanya, sebab mereka lah yang menjalani kegiatan pertanian secara langsung. Teknik pengumpulan data yang dilakukan adalah teknik wawancara, observasi dan pencatatan. Data -- data yang telah terkumpul dijaidkan input dalam analisis usaha tani, biaya usaha tani, penerimaan dan pendapatan usaha tani, lalu analisis faktor internal dan eksternal, analisa alternatif strategi dan prioritas strategi. Dalam penelitian tersebut, setiap satu musim dengan luas lahan rata -- rata 160 m2 diperoleh pendapatan rata -- rata sebesar Rp. 3.133.300, dengan biaya total sebesar Rp. 248.300 sehingga pendapatannya diperkirakan mencapai Rp. 2.885.000. jika diestimasikan dalam lahan seluas satu hektare, pengeluaran yang digunakan untuk biaya total adalah Rp. 17.072.600 dengan total produksi sebesar 10.917 kilogram diperoleh pendapatan Rp. 218.333.300. Maka dari itu, total pendapatan bersih yang diperoleh dari lahan budi daya seluas satu hektare adalah Rp. 201.260.700 per musim tanam (8 bulan) atau setara dengan Rp. 25.157.587 per bulannya.

Jika dilihat dari pendapatan sektor pertanian buah naga di studi kasus yang dipilih yakni berada di Kabupaten Sukoharjo, pembudidayaan tersebut dikatakan telah menunjukkan bahwa usaha tani di Kecamatan Bendosari Kabupaten Sukoharjo layak untuk dikembangkan. Jika melihat dari studi kasus ini, pembudidayaan buah naga merah sangat terlihat menjanjikan. Bahkan dalam portal indonesia.go.id, pada tahun 2019 disebutkan bahwa pertanian buah dan sayur makin menjanjikan.  Hal ini ditengarai karena terjadi kenaikan nilai tukar petani secara nasional dari 0,38 % menjadi 102,61%. Angka tersebut merupakan peningkatan indeks harga hasil pertanian yang menjadi lebih tinggi dibandingkan kenaikan pada indeks harga hasil pertanian lebih tinggi dibandingkan kenaikan indeks harga barang dan jasa yang dikonsumsi oleh rumah tangga petani atau keperluan produksi pertanian. Kenaikan nilai tukar petani ini berkat peran pertanian hortikultura, peternakan, dan perkebunan rakyat. Sayangnya, dalam budidaya buah naga merah di Kecamatan Bendosari Kabupaten Sukoharjo terkendala pemanfaatan teknologi yang menjadi  ancaman bagi petani di sana. Sebab pemanfaatan teknologi yang mereka jalani terbilang cukup sederhana dan belum tergolong dalam penggunaan teknologi canggih.

Penggunaan teknologi yang masih sederhana merupakan masalah yang dapat diselesaikan dalam jangka waktu panjang, sebab berkaitan dengan softskill dan pendidikan penggunaan teknologi. Jika dikaitkan dengan pernyataan Presiden Joko Widodo sebelumnya, peningkatan kualitas dan kuantitas dalam sektor pertanian di masa ini tidak akan terselesaikan jika tidak dengan dasar pikir era industri 4.0. Apabila dikaitkan dengan penggunaan teknologi, maka berkaitan pula dengan keberadaan suatu industri. Dalam jurnal Industri Pertanian Sebagai Leading Sector Perekonomian Nasional oleh Siti Hapsah, kendala dalam menjadikan sektor pertanian ke dalam leading sector adalah industrialisasi yang dibawa oleh arus modernisasi. Sayangnya, industrialisasi atau modernisasi di bidang pertanian di negara ini masih dalam tahap premature  dan berjalan terseok -- seok sebab industri dipaksakan berjalan. Jurnal tulisan Siti Hapsah menyebutkan hal yang cukup kompleks dalam menetapkan sektor pertanian menjadi leading sector. Selain karena ketidaksiapan industrialisasi pertanian, sumber daya manusia di bidang sektor pertanian belum memiliki pengetahuan dan pemahaman mengenai apa yang harus dilakukan sehingga berimplikasi pada rendahnya produktivitas pertanian. Sumber daya manusia dalam bidang pertanian belum memiliki orientasi yang luas selain untuk pemenuhan kebutuhannya sehari -- hari. Kendala ini disebabkan oleh keberadaan teknologi pertanian, kelembagaan, permodalan, pengolahan dan pascapanen, pemasaran, koordinasi, infrastruktur, informasi, perijinan, lahan, pembinaan dan penyuluhan dan juga sumber daya manusia petani yang masih rendah.

Kendala -- kendala yang telah disebutkan di atas adalah sebuah tantangan besar bilamana bidang pertanian diindustrialisasi. Penyusun berpikir, industrialisasi pertanian tentu saja orientasi utamanya adalah bisnis. Jika kondisi dan permasalahan kompleks yang sedang dihadapi ini, maka realisasi dalam mengindustrialkan bidang pertanian tidak akan berjalan dengan baik. Dalam sebuah industri maka dibutuhkan sumber daya manusia yang terampil, regulasi yang mudah dan sumber bahan baku yang melimpah, terjangkau dari segi biaya maupun jarak. Jika sumber daya manusia belum terampil, walaupun menggunakan teknologi secanggih apapun, tetap tidak dapat bersaing di pasar. Untuk industrialisasi pertanian sendiri harus direalisasikan secara bertahap, penyusun merekomendasikan untuk  melakukan pelatihan terhadap petani -- petani dengan range usia produktif, sebab penggunaan alat -- alat canggih lebih familiar pada golongan usia produktif baik usia 20-an hingga batas ambang akhir usia produktif. Setelah fase itu, maka harus ada penampingan untuk pemanfaatannya. Selanjutnya, industri pertanian dapat direalisasi dalam bentuk industri kecil, misalnya industri rumah tangga yang tidak terlalu membutuhkan alat -- alat yang sangat canggih dan lain -- lain. Selain untuk proses produksi, penggunaan alat -- alat berbasis teknologi ini dapat juga digunakan dalam pemeliharaan lahan dan proses penanaman di sawah. Namun hal ini tidak terlalu krusial jika tahapan yang dilakukan dalam proses penanaman lebih afdol jika dilakukan manual, misalnya penyebaran bibit atau pemupukan.

 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline