Pemindahan ibu kota pernah terjadi pada masa revolusi, di mana ibu kota pada saat itu sempat dipindahkan sementara ke Yogyakarta dan Bukittinggi. Presiden pertama Indonesia, Ir. Soekarno, juga sempat mewacanakan pemindahan ibu kota ke Palangkaraya karena posisinya yang berada di tengah-tengah Indonesia.
Wacana itu kandas begitu saja sebab pada UU No. 10 Tahun 1964, Soekarno memilih Daerah Khusus Ibukota Jakarta Raya tetap sebagai ibu kota. Wacana pemindahan ibu kota terus bergulir hingga puncaknya pada tahun 2019, Ir. Joko Widodo, mengumumkan bahwa ibu kota akan dipindahkan ke sebagian wilayah di Penajam Paser Utara dan sebagian di Kutai Kartanegara Provinsi Kalimantan Timur.
Dilansir dari media Tirto.id, pemindahan ibu kota ke daerah tersebut telah melalui proses riset yang memakan waktu tiga tahun hingga memutuskan daerah yang paling ideal adalah Penajam Paser Utara dan Kutai Kartanegara.
Pemindahan ibu kota ke pulau yang jauh dari Jawa bukan tanpa alasan. Jokowi menyebutkan ada 5 alasan mengapa memilih wilayah Penajam Pasaer Utara dan Kutai Kartanegara. Dilansir dari media Tirto.id, alasan yang melatarbelakngi pemindahan ibu kota ialah:
- Risiko bencana di kedua wilayah tersebut terbilang minim, baik banjir, gempa, tsunami, kebakaran hutan, gunung berapi, dan tanah longsor.
- Lokasi yang strategis, berada di tengah-tengah Indonesia. jarak rata-rata Kalimantan Timur ke seluruh Provinsi di Indonesia adalah 893 kilometer.
- Kabupaten Penajam Paser Utara dan Kutai Kartanegara berada di dekat perkotaan yang sudah berkembang; Balikpapan dan Samarinda.
- Memiliki infrastruktur yang relatif lengkap.
- Tersedia lahan seluas 180 ribu hektare yang dikuasai pemerintah.
Pemindahan ibu kota ke tempat yang baru akan menimbulkan dampak, terlebih pada aspek perekonomian sebab sebagai ibu kota. itu artinya Provinsi Kalimantan Timur khususnya wilayah Penajam paser Utara dan Kutai kartanegara akan menjadi titik pusat kegiatan tertentu pada suatu negara. Dapat dilihat dari jumlah dan laju pertumbuhan penduduk di DKI Jakarta dari taun ke tahun yang dapat dilihat dalam gambar berikut ini.
Pada tabel di atas terlihat bahwa pada tahun 2010, jumlah penduduk Provinsi DKI Jakarta mencapai 9.607,79 jiwa. Lima tahun kemudian yaitu pada tahun 2015, jumlah penduduk bertambah hingga mencapai 10.177,92 jiwa dan puncaknya pad athun 2018 penduduk DKI Jakarta meningkat hingga 10.467,63 jiwa.
Laju pertumbuhan penduduk pada tahun 2000-2010 mencapai 1,42 % dan pada tahun 2010-2018 menurun di angka 1,07 %. Lonjakan jumlah penduduk ini apabila diidentifikasi lebih lanjut dan ditarik kesimpulan awal, dapat diperoleh dari angka kelahiran maupun angka perpindahan penduduk dari daerah menuju Jakarta yang meningkat.
Pertumbuhan jumlah penduduk ini dapat disebabkan karena DKI Jakarta merupakan ibu kota Indonesia di mana seluruh kegiatan terpusat di sana, mulai dari kepentingan administratif kenegaraan hingga ke pusat perekonomian. Perekonomian di Jakarta tidak hanya bergerak di sektor formal, melainkan juga sektor informal untuk menjangkau kebutuhan seluruh lapisan masyarakat.
Fenomena kenaikan jumlah penduduk dapat dihubungkan dengan teori tarikan dan bangkitan, di mana DKI Jakarta memiliki tarikan yang kuat sebagai ibu kota dan pusat kegiatan yang membutuhkan sumber daya manusia untuk memutar roda penghidupan.