Lihat ke Halaman Asli

Lusia Dyah Pratiwi

Psikolog Klinis

Perlukah Pendidikan Seksual Sejak Dini?

Diperbarui: 12 Oktober 2020   10:50

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Kasus kekerasan pada anak dari tahun ke tahun makin meningkat. Kekerasan pada anak dapat terjadi di mana saja dan dilakukan oleh siapa saja termasuk orang-orang terdekat. Kekerasan terhadap anak-anak dapat terjadi pada anak laki-laki maupun anak perempuan. 

Kasus yang sedang ramai dibicarakan selama  pandemi ini, khususnya di Kabupaten Cilacap yaitu kasus dugaan pencabulan (sodomi) yang dilakukan oleh seorang laki-laki dewasa dengan korban anak-anak. Ada puluhan anak-anak laki-laki yang diduga menjadi korban kasus tersebut. Pelaku merupakan orang yang sudah dikenal oleh para korban.

Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Kementerian PPA) berdasarkan data SIMFONI PPA mencatat bahwa angka kekerasan pada anak selama pandemi termasuk tinggi pada rentang 1 Januari sampai dengan 19 Juni 2020. 

Tercatat telah terjadi 3.087 kasus kekerasan terhadap anak, diantaranya ada 852 kekerasan fisik, 768 psikis dan 1.848 kasus kekerasan seksual. Kasus kekerasan seksual tergolong tinggi diantara kasus kekerasan yang terjadi pada anak. 

Khusus untuk Kabupaten Cilacap, data dari P2TP2A Citra Kabupaten Cilacap sejak bulan Januari sampai dengan Juli 2020 terjadi kasus kekerasan sebanyak 45 kasus. 

Kasus kekerasan yang terjadi diantaranya yaitu kasus pencabulan, kasus pemerkosaan, kasus persetubuhan, kasus pelecehan seksual. Terdapat 96 korban yang sebagian besar merupakan anak-anak.

Kekerasan seksual adalah suatu perbuatan yang bersifat memaksa dalam hubungan seksual. Perbuatan tersebut dilakukan dengan cara yang tidak wajar dan tidak disukai oleh anak. Kekerasan dan pelecehan seksual merupakan tindakan yang belum dapat dimengerti dan dipahami oleh anak-anak. 

WHO (World Health Organization) mendefinisikan kekerasan dan pelecehan seksual pada anak adalah aktivitas seksual yang tidak sepenuhnya dipahami, tidak ada penjelasan mengenai melanggar norma atau aturan masyarakat (Azzahra, 2020). 

Menurut Triwijayati (dalam Sulistiyowati dkk, 2018) pelecehan seksual adalah perilaku atau perhatian yang bersifat seksual yang tidak diinginkan dan tidak dikehendaki serta berakibat mengganggu korban pelecehan, pemaksaan melakukan kegiatan seksual, pernyataan merendahkan tentang orientasi seksual, permintaan melakukan tindakan seksual yang disukai pelaku, ucapan atau perilaku yang memiliki konotasi seksual.

Kejahatan seksual tidak selalu diawali dengan tindak kekerasan secara fisik maupun non fisik. Para pelaku biasanya akan memberikan iming-iming yang dapat berupa barang-barang yang disukai oleh anak, merayu anak, atau memberikan janji-janji yang menyenangkan bagi anak. Hal tersebut membuat anak yang menjadi korban tidak merasa dipaksa oleh pelaku. 

Selain memberikan iming-iming, pelaku memberikan suatu ancaman atau hal-hal yang bersifat manipulatif. Pelaku kekerasan seksual pada anak biasanya dilakukan oleh orang yang telah dikenal baik misalnya keluarga, tetangga, guru, teman sepermainan, atau orang terdekat lainnya.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline