Tim pelaksana pengabdian masyarakat Dosen Universitas Katolik Darma Cendika kembali melakukan kegiatan pengabdian masyarakat untuk Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) Tempe di Desa Mlirip, Mojokerto pada Maret hingga Mei 2023. Kegiatan tersebut merupakan kelanjutan dari program pengabdian masyarakat yang didanai oleh Kemdikbudristek Program Insentif 2022 kepada salah satu UMKM Tempe di Dusun Clangap, Mojokerto pada akhir Desember 2022 melalui pemberian mesin penggiling kedelai dan rak tempe kepada Pak Endik, pengrajin tempe.
Program pengabdian masyarakat kali ini, tim pelaksana secara khusus melakukan pemetaan terhadap penerapan Cara Pengolahan Pangan yang Baik (CPPB) di Desa Mlirip pada 7 pengrajin UMKM tempe. Para pengrajin tersebut menghabiskan sekitar 1500 kg kedelai untuk diproduksi setiap harinya. Para pengrajin UMKM tempe tersebut adalah Pak Riono, Ibu Icha, Ibu Darsini yang berada di Dusun Latsari serta Pak Endik, Ibu Winarsih, Pak Hernanto, dan Pak Danuri yang berada di Dusun Clangap. Mereka merupakan pengrajin tempe yang masih menjalankan produksi secara turun-temurun dengan peralatan sederhana.
Secara umum produksi tempe di Desa Mlirip dilakukan melalui tahapan perebusan, perendaman, penggilingan, pembilasan, penirisan, penambahan ragi, pencetakan, dan fermentasi. Berdasarkan pengamatan dan survey yang dilakukan tim pelaksana menunjukkan bahwa sebagian besar pengrajin UMKM tempe masih belum memenuhi persyaratan CPPB, terutama yang berkaitan dengan mesin atau peralatan dan pengawasan proses. Mesin penggiling dan peralatan yang digunakan sebagian besar belum menggunakan bahan stainless steel, perebusan masih menggunakan kayu bakar, dan proses produksi masih belum tersandarisasi. Faktor yang menyebabkan belum terpenuhinya persyaratan CPPB adalah rendahnya harga tempe di pasar sehingga pengrajin menerapkan proses produksi secara manual dengan tenaga manusia dan mencampur kedelai dengan kulitnya untuk menekan biaya produksi.
Salah satu penyebab kerusakan produk tempe adalah suhu dan kelembaban yang belum terkontrol dengan baik. "Saya harus menggunakan 1 pegawai khusus untuk memantau proses fermentasi pada Subuh dinihari, untuk memastikan fermentasi tempe berjalan baik," kata Pak Rionio yang merupakan pengrajin tempe terbesar di Desa Mlirip. Di tempat lain, produksi tempe Ibu Darsini menunjukkan bahwa kualitas tempe yang dihasilkan belum terstandarisasi. Masih banyaknya produk tempe yang mengalami kerusakan menjadi penting untuk meningkatkan pengawasan terhadap proses produksi.
Di samping melakukan pemetaan CPPB, tim pelaksana pengabdian masyarakat dosen UKDC juga melaksanakan sosialisasi tentang sanitasi dan kebersihan produk pangan. Kegiatan sosialisasi dilaksanakan di kediaman Pak Endik dan Pak Riono pada Mei 2023. Dengan adanya sosialisasi tentang sanitasi dan kebersihan produk pangan ditujukan agar pengrajin dapat melaksanakan langkah-langkah perbaikan sederhana seperti menjaga kebersihan dan sanitasi serta mampu melaksanakan CPPB secara bertahap untuk menghasilkan tempe yang berkualitas.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H