Memang beberapa dekade ini tidak bisa dipungkiri bahwa pengaruh ilmuan sosial klasik masih tetap mewarnai diskurus besar bukan hanya di berbagai kampus, tapi operasionalnya juga bisa dilihat dari para pengamat sosial di media.
Auguste Comte, misalnya, dengan Course of Positive Philosophy yang membangun ilmu sosial berdasar "metode ilmiah" semacam langkah emosi atas perkembangan ilmu alam dentuman positivismenya masih kuat.
Emile Durkheim lewat karya Rules of Sociological Method juga seperti sukses besar memisahkan sosiologi dari arena persaingan pengaruh antara psikologi dan filsafat.
Gagasan tentang dikotomi sacred dan profane dari karyanya The Elementary Forms of Religious Life juga sudah menjadi landasan kuat bagi banyak sosiolog membedah perilaku Agama.
Bagi yang ingin mengaduk-aduk emosi kelas bawah, Karl Marx dengan teori materialisme (mode of productions, division of labor, relation of productions, & dictatorships of proletariat) dalam Das Kapital nya juga tidak kalah kuat.
John Stuart Mill dengan teori kebebasan dan utilitarianismenya dalam On Liberty dan Utilitarianism juga masih menggiurkan bagi para pengagum kebebasan.
Max Weber dengan teori kapitalismenya dalam The Protestan Ethic and Spirit of Capitalism juga hampir sulit dihilangkan, meski banyak kritik sudah dilontarkan.
Segala hal adalah semua yang nampak lewat inderawi dan menanggalkan aspek di luar itu. Begitu kira-kira diskursus Ilmu sosial positivistik yang selalu mengunggulkan data-empiris ini.
Akibatnya, sisi (jiwa) kemanusiaannya yang berkehendak tidak masuk dalam cakupan. Jadi yang dimaksud "fakta" adalah "gejala kehidupan material". Dinamika sosial masyarakat Islam, baik sisi pendidikan, budaya, ekonomi, apalagi politiknya dilihat dari satu sudut pandang; "gejala kehidupan material".
Di sini mungkin kita mengingat catatan W.C. Smith yang mengatakan bahwa banyak karya sejarah yang didapati saat ini cenderung mengabaikan aspek-aspek agama, spiritual, atau hal-hal yang dipandang sakral dan transendental.
Atau lebih lugasnya Marcel A. Boisard dalam Humanism in Islam, ketika mengatakan bahwa "penjajahan telah menggerogoti sistem yuridis Islam tradisional dan bukan mengintegrasikannya."