Lihat ke Halaman Asli

Luqi Intalia

(Twolisan)

Baur dalam Cinta Az Zahra

Diperbarui: 4 Juli 2023   16:26

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Paxels.com

Aku adalah deburan pasir yang masih sering terombang ambing. Melihat mereka yang penuh ketaatan dengan lingkungan dan rutinitas yang sangat mententramkan. Aku iri. Aku iri pada dunia yang tenang,  aku iri pada rutinitas manfaat yang barokah. Aku iri pada mereka yang dengan mudah menuju ke taman-taman Surga.

Aku hanyalah bayangan disebalik jendela, yang tangannya betugas mengusap debu disetiap kacanya. Aku hanya perindu tanpa pernah berujung temu. Aku hanya pecinta tanpa pernah berharap mendapatkan balasan cinta. Ya Rabb.

Sore itu, hal yang tak pernah terduga sebelumnya. Mimpi sederhanaku menjadi kenyataan.

"Al...! Kamu ketrima di UIN Jakarta". Tutur ibuku dengan sumringah senyum di wajahnya
" Alhamdulillah...!" Bahagiapun menghias diwajahku
"Tapi bu, rumah kita kan jauh dari kampus"
"Jangan kos ya al, kamu mondok saja, sambil ngaji
"
Aku terkaget dengan yang ibu putuskan. Menjadi seorang santri adalah harapanku sejak lulus SD, ternyata Allah mengizinkannya saat aku masuk ke perguruan tinggi.

Sepetember 2019
Aku masih ingat, sore menjelang maghrib ibuku mengantarkan putri kesayangannya ke pondok pesantren. Meskipun berat, terlihat dari raut wajahnya, ia menahan tangis.  
Setelah akan berpamit.
Ibu menatap setiap sudut ruangan kamar Azzahra, kamar tempatku istirahat. Ibuku nampak menatap satu persatu setiap putri yang ada disana.
Ku kecup tangannya,
"Hati-hati ya bu"
"Jaga alya ya nak, ibu titip alya di pesantren ini
" Ucap ibuku pada seluruh penghuni kamar.
Apa ini! Air mataku tak tertahan lagi. Sungguh terlihat ibu sangat menghawatirkanku. Karena ini adalah pertama kali putrinya jauh darinya.

=======
Tapi begitulah, harus bisa menjadi mandiri dan jauh dari orang tua untuk menggapai cita-cita yang diharapkan. Ini adalah impianku, dan aku harus menikmati setiap proses didalamnya.

Aku adalah pribadi pengamat, pengamat disetiap sudut ruang pun setiap orang yang kutemui. Baik mereka yang duduk disampingku, tidur disebrangku semuanya selalu ku perhatikan apapapun itu.

Disini bukan hanya ilmu dari mengaji yang bisa aku dapatkan. Tapi dari rutinitas yang dibiaskaan teman-teman satu kamar, disitu aku juga bisa mengambil pelajaran.

Pagi itu selepas sholat subuh pertama di Pondok Pesantren, kudapati sosok wanita disebalik pilar masjid pojok kanan. Kukira ia duduk di pojokan karena tak kuasa menahan kantuknya. Coba kudekati, dan ternyata lingkaran tasbih yang berputar dijemarinya menjadi sangat karismatik sebab kitab Ratib berjajar digenggaman tangan kirinya.

" Ternyata mbak ini punya rutinitas khusus selepas sholat subuh" Gumamku dalam hati

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline