Lihat ke Halaman Asli

Juara III Lomba Cerpen IMM FKM UAD

Diperbarui: 25 Juni 2015   03:40

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

DAN IMANKUPUN RUNTUH

Aku termenung memandangi kertas-kertas dan buku-buku yang berserakan diatas meja belajar. Sekali lagi kubaca dan kupelajari lembar demi lembar, semakin kubaca dan ku pelajari isi-isi dalam lembar-lembar kertas itu hatiku semakin tak menentu, terasa begitu begemuruh,gundah dan gelisah. Anganku mulai melayang terbang meninggalkan jasad, menembus ruang, memutar waktu. Semenjak bertemu dan berdiskusi singkat dengan laki-laki berwajah teduh di toko buku tempo hari, aku merasakan suatu getaran yang luar bisa menggoncang sanubari, aku mulai meragu atas kebenaran akan kepercayaan yang selama ini ku banggakan. Imanku tergoncang, aqidahku luntur. Entah mengapa aku bisa mempercayai begitu saja apa yang lelaki itu utarakan, meskipun pada awalnya aku masih bisa mendebat dengan baik, tetapi argumen-argumenku selalu dapat dipatahkannya dengan mudah dan masuk akal. Tidak ku dapati sedikitpun kebohongan dan keraguan dalam matanya, dia begitu yakin atas apa yang ia utarakan.

Setelah diskusi dengan laki-laki itu, aku mulai mencari informasi tentang keyakinan yang ia anut, dan setelah beberapa hari ini, aku tersadar bahwa selama ini aku hanya memandang sebelah mata pada keyakinannya. Selama ini aku tau tentang agama laki-laki itu hanya dari pendapat-pendapat mama, papa dan guru-guru spiritualku, dan pendapat kami selama ini tentang agama mulia itu adalah pandangan-pandangan negativ saja. selama ini aku beranggapan bahwa agama mulia ini adalah agama pembunuh dan agama nista. kini, setelah tahu sedikit tentang agama ini aku mulai berubah fikiran. Aku tidak lagi menganggap agama ini nista lagi, bahkan aku mulai tertarik untuk mempelajarinya. Sedikit demi sedikit aku mengerti tentang kebenaran agama ini dan keimananku pada aqidah yang ku anut sebelumnyapun mulai runtuh.

Dua minggu telah berlalu sejak pertemuan itu, dan selama dua minggu penuh ini ku habiskan waktu luangku untuk memperdalam lagi tentang agama Islam. Hari ini aku berniat untuk menemui teman kampusku yang beragama Islam, semakin hari semakin banyak pertanyaan-pertanyaan yang berkeliaran di otakku tentang keyakinan yang menarik ini. Aku mulai berkemas, memasukkan buku-buku dan kertas berisi pertanyaan-pertanyaanku tentang islam. “Kaka, kamu mau kemana lagi? kelihatannya dua minggu ini kamu sibuk?” aku sedikit kaget ketika mama sudah berdiri dibelakangku, “Kaka mau ke rumah Hamzah ma,”jawabku sambil merapikan krah hem, sekilas ku lihat raut muka mama berubah menjadi keheranan
“kamu gak berantem lagi kan, sama anak muslim itu?” aku hanya menggeleng dan senyumku mengembang seketika, aku ingat bagaimana dulu aku sering bertengkar dengan Hamzah gara-gara aku sering menghina Islam. Kepergianku siang ini diiringi dengan tatapan heran dari mama. Biarlah dahulu mama terheran-heran, suatu hari nanti mama pasti juga akan mengerti.

Hamzah menyambutku dengan seulas senyum, sesuai janjinya, Hamzah memperkenalkanku dengan seorang ustadz beserta putranya yang tak lain adalah laki-laki yang beberapa waktu lalu memperkenalkanku dengan Islam. Sungguh beruntung aku dapat bertemu lagi dengannya. Hal yang membuatku terkesan dari pertemuan ini adalah saat aku berterima kasih padanya dia menjawabnya dengan sangat bijak, “jangan berterimakasih padaku, sesungguhnya apabila Allah SWT tidak membukakan pintu hidayah-Nya untuk mu maka engkau tidak akan pernah mau mengerti bahwa Islam adalah agama yang haq” aku hanya terbengong-bengong mendengarnya, seakan tahu kebingungganku Ahmad melanjutkan penjelasannya “dahulu Rasulullah mempunyai paman yang sangat baik, paman yang merawat Nabi sewaktu kecil, yang mengajari Nabi berdagang juga mensuport Nabi saat menyampaikan da’wah Islamnya. Namun, Allah belum meridhoi paman Nabi untuk memeluk Islam, maka hingga akhir hayatnya paman Nabi masih seorang Yahudi”. Aku, ustadz Mahmud, Ahmad dan Hamzah melakukan banyak diskusi hingga menjelang maghrib. Hari ini aku memang belum muslim, tetapi dalam lubuk hatiku yang terdalam, Imanku pada keyakinanku akan Trinitas dan segala ajaran Kristiani telah runtuh. Hari ini aku beremaksud mengajak mama untuk bersama-sama kembali ke jalan yang benar. Mungkin papa dan pembesar-pembesar gereja akan marah besar, namun hatiku telah bulat. Aku harus segera bersyahadat di Masjid Agung esok hari.

Belum sampai tiga langkah aku memasuki kamar hatiku kembali luluh, kulihat mama sedang terisak memeluk Al-Qur’an yang tadinya berada di atas meja belajarku beserta buku-buku Islam lainnya. Subhanallah, apakah mama telah mendapatkan Hidayah-Nya seperti aku?. Aku bergegas mendatangi mama dan memeluknya “Kaka, mari kembali ke jalan yang diridhoi-Nya” air mataku seketika tumpah mendengar pernyataan mama. “Kaka, terimakasih telah menyadarkan mama kembali, sejak kepergianmu tadi siang mama membaca buku-bukumu, terutama Al-Qur’an terjemahmu. Hati mama tak bisa menolaknya, jiwa raga mama bergetar saat membenarkan agama yang dahulu pernah mama anut karena seseorang dan pernah mama tinggalkan karena seseorang pula” aku sedikit terkejut dengan pengakuan mama “jadi,... mama dulu pernah muslim? kenapa tak pernah cerita ma?” mama kembali terisak menceritakan masa lalunya dengan seseorang yang mama idam-idamkan namun berbeda keyakinan. Lalu mama berpindah menjadi muslim untuk merebut hati pujaannya, namun ternyata sang pujangga telah bertunangan. Hati mama remuk redam dan akhirnya semenjak saat itu mama sengat membenci Islam. Namun kini aku sangat bersyukur kehadirat Ilahi yang telah membuka kembali mata hati kami dalam melihat Islam.

Subuh pagi ini aku dan mama pergi ke Masjid Agung untuk bersyahadat disaksikan oleh puluhan jama’ah. semenjak hari ini, aku dan mama telah kembali kejalan-Nya. Dan di pagi subuh ini aku dan mama bertekat akan saling menguatkan dan menginggatkan satu sama lain. Dan semoga lusa saat papa pulang dari tugasnya di Fatikan, papa juga diberikan Hidayah oleh Allah SWT. Apabila papa belum diberi hidayah-Nya kami akan menerima segala resiko akan terjadi. Namun, aku percaya Allah pasti mempunyai rencana terindah bagi umat-Nya. Allahu Akbar.....!

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline