"Nyawa-nyawa itu tersangkut di sana. Darah dan daging dicerna dan menyebar ke setiap sudut tubuh. Ampasnya memang sudah dikeluarkan, tapi nyawa-nyawanya bersatu dan menempel dengan kuat."
Kebanyakan orang memutuskan untuk menjadi vegetarian karena alasan kesehatan, agama/kepercayaan atau ekologis. Namun, bagaimana jadinya jika seseorang menjadi vegetarian karena mimpi?
Premis inilah yang disajikan oleh Han Kang, pengarang asal Korea Selatan dan peraih Nobel Sastra 2024. Han Kang menjadi perempuan pertama Asia yang meraih Nobel Sastra, sekaligus menjadi perempuan ke-18 setelah sastrawan Prancis, Annie Ernaux, yang menerima penghargaan prestisius tersebut.
Seiring dengan pencapaiannya yang membanggakan dalam dunia sastra, The Vegetarian menjadi salah satu novel karya Han Kang yang paling banyak dibicarakan. The New York Times Book Review bahkan menobatkan novel yang versi bahasa Inggrisnya baru terbit pada tahun 2016 di Amerika Serikat ini sebagai salah satu dari 10 buku terbaik yang terbit pada tahun 2016
The Vegetarian bercerita tentang seorang perempuan bernama Kim Yeong-hye yang memutuskan untuk menjadi vegetarian setelah diganggu oleh mimpi buruk berkepanjangan. Keputusan ini ternyata menimbulkan banyak masalah dalam hidupnya, seperti perilakunya yang makin ganjil dan hubungan dengan suami serta keluarganya yang memburuk.
Tidak hanya itu, Yeong-hye juga mengalami hal-hal mengerikan dan tak terduga. Hingga akhirnya, Yeong-hye yang semula hanya menolak makan daging, kemudian menolak segala jenis makanan.
Pemberontakan dalam Diam
Budaya patriarki di Korea Selatan merupakan salah satu yang terburuk di dunia. Masyarakat yang seksis, misoginis, tergila-gila pada standar kecantikan dan kuatnya segregasi peran gender tradisional membuat kehidupan perempuan Korea Selatan begitu memprihatinkan.
Dalam budaya patriarki, tubuh perempuan dipandang dan diperlakukan sebagai objek yang bisa ditundukkan dan dikuasai. Perempuan tidak pernah memiliki agensi dan otonomi atas tubuhnya sendiri sebab tubuhnya dianggap milik kolektif.
Milik orangtua, terutama ayahnya, ketika si perempuan masih lajang, kemudian menjadi milik suaminya, menjadi milik masyarakat, bahkan menjadi milik negara sehingga negara sampai perlu membuat aturan yang mengatur dan mengendalikan tubuh perempuan.