Lihat ke Halaman Asli

Luna Septalisa

TERVERIFIKASI

Pembelajar Seumur Hidup

Hati-hati dengan Jebakan Bias Gender dalam Konsep "Alpha Female"

Diperbarui: 13 Maret 2023   07:03

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

ilustrasi perempuan sedang memimpin rapat di kantor-photo by yan krukau from pexels

Najwa Shihab, Sri Mulyani, Susi Pudjiastuti adalah beberapa nama yang kerap terpikir (top of mind) mengenai sosok alpha female. Istilah alpha female memang kerap diidentikkan dengan sosok perempuan yang mandiri, cerdas, berjiwa pemimpin, tegas dan berani mengambil inisiatif serta menyuarakan pemikirannya. Alpha female juga sering digambarkan dengan profesi atau posisi tertentu seperti CEO, pebisnis, politisi, aktivis, cendekiawan dan sebagainya. 

Beberapa orang memandang alpha female sebagai sosok yang intimidating dan membuat yang lain merasa insecure. Karakter mereka yang umumnya lebih dominan, menonjol dan tidak seperti yang selama ini distereotipekan, tak jarang menuai komentar yang lagi-lagi menyuruh mereka untuk 'kembali pada kodratnya sebagai perempuan'. 

Bukan tanpa sebab, mereka sejatinya masih mengamini stereotipe bahwa perempuan itu harus lebih submissive, lemah lembut dan penurut. Oleh karena itu, ketika melihat perempuan yang dinilai tidak memenuhi standar atau norma gender tradisional, perempuan tersebut dianggap menyalahi kodrat. 

Lalu, dari mana sebenarnya istilah alpha female berasal? Benarkah istilah alpha female hanya berlaku bagi perempuan dengan karakter, profesi atau posisi sebagaimana yang saya sebut di atas? 

Asal-usul Istilah Alpha (Female)

Dilansir dari Magdalene, meski istilah alpha female nampak positif dan empowering, ia bisa jadi problematik di sisi lain. Istilah ini diadopsi dari cabang ilmu hewan atau zoologi yang cukup seksis. Charles Darwin dalam The Descent of Man and Selection in Relation to Sex (1871) mengatakan orang-orang kerap menggunakan analogi hewan untuk menggambarkan perbedaan seleksi seksual antara laki-laki dan perempuan. 

Darwin mengatakan bahwa laki-laki memiliki pemikiran mendalam, alasan, imajinasi dan penggunaan indera yang lebih unggul. Ia menganalogikan hal ini seperti kawanan serigala, di mana secara sosial hewan jantan lebih dominan ketimbang betina. Hewan jantn memimpin kelompok, berburu, mencari pasangan, membuahi betina dan bertarung dengan pejantan lain untuk menegaskan teritorinya. 

Pandangan Darwin sejalan pula dengan pandangan David Mech, pendiri Pusat Serigala Internasional, dalam buku The Wolf: Ecology and Behaviour of an Endangered Species. 

Sebagaimana yang dilansir oleh Science Norway, bukunya itu telah membantu mempopulerkan konsep alpha dalam berbagai literatur dan budaya populer. Namun, setelah buku tersebut terbit, Mech mencatat studi lanjutan yang justru bertolak belakang dengan konsep awal mengenai alpha dalam hierarki kawanan serigala. Ternyata, penelitian awalnya dibuat berdasarkan koloni serigala domestik, bukan liar. 

Padahal, di alam liar, anggota utama kawanan serigala adalah keluarga yang terdiri dari orangtua dan anak-anaknya. Kawanan ini tidak mesti dipimpin oleh serigala jantan sebagaimana yang banyak diyakini mengenai konsep alpha dalam kawanan serigala. Pemimpin kawanan adalah orangtua, yang dalam hal ini bisa merujuk pada serigala jantan maupun betina yang sudah dewasa. Mirip-mirip kan, dengan konsep laki-laki dan/atau perempuan kepala keluarga (KK) pada sistem keluarga manusia? 

Seiring dengan hasil studi lanjutannya ini, Mech sampai meminta agar penerbit berhenti menerbitkan bukunya karena khawatir akan menimbulkan miskonsepsi. 

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline