: (Remy Sylado, 12 Juli 1945-12 Desember 2022)*
Ah, apa guna tangis kami
pada orang berdasi di Senayan
kala ketuk palu tanda sah
rancangan undang-undang
yang lebih kolonial
dari hukum warisan Belanda
menggema di ruang dengar
Sebenarnya kami ingin memberikan tangis ini sebagai pengiring
ketimbang mubazir
namun sumber air pada mata kami
telah mengering
habis untuk mengairi pipi
kala beban hidup kian menghimpit
dompet menjerit dan kebutuhan dasar makin tak terbeli
Biarkan kami mengiringimu dengan doa dan terima kasih
Terima kasih telah menjadi pemberontak
yang tidak melulu tunduk pada kebakuan
yang setia pada kebebasan dan kesadaran
sebab imaji dan kreasi tak seharusnya didiskriminasi
oleh penjara estetika yang memaksa kita untuk memilih
antara 'jancuk' atau 'amin'
Kemarin kau lahir dan mati di tanah airmu
lalu disambut juruselamat
sebagaimana pernah kau katakan di depan cermin
13/12/2022
Catatan:
* Remy Sylado atau yang lahir dengan nama Yapi Panda Abdiel Tambajong, adalah sastrawan Indonesia pelopor puisi mbeling, yaitu suatu gerakan yang ditujukan untuk mengkritik sikap pemerintahan Orde Baru. Melalui puisi mbeling, ia juga mendobrak pandangan estetika yang menyatakan bahwa bahasa puisi harus diatur dan dipilih-pilih sesuai dengan stilistika yang baku. Menurutnya, bahasa puisi bisa diambil dari ungkapan sehari-hari, bahkan yang jorok sekalipun.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H